"Buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
Pernikahan sudah berlangsung lama tapi sang suami belum juga memberinya kebahagiaan seperti yang ia inginkan.
"Namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih.
Cukup sudah ia menghiba dan memohon bagaikan pengemis. Ia sudah tidak sabar lagi karena ia juga ingin bahagia.
Dan ketika ia menyerah dan tak mau berjuang lagi, akankah mata angin bisa berubah arah?
Ikuti perjalanan cinta Ardina Rezky Sofyan dan Praja Wijaya di sini ya😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Making Love
Praja Wijaya ikut turun dari mobilnya. Karena tidak mempunyai payung, ia pun hanya menggunakan jaketnya untuk menutupi kepalanya dari guyuran deras air hujan yang bagaikan di tumpah dari langit.
"Ada yang bisa dibantu pak?" tanya resepsionis ketika ia berdiri di depan meja setinggi dadanya itu.
"Saya ingin pesan kamar," jawab Praja dengan kepala celingak-celinguk memperhatikan ke lantai mana Ardina tadi pergi.
"Tanda pengenal ada pak?"
"Ah ya, ini dia."
Pria itu mengambil dompetnya dan mengeluarkan sebuah tanda pengenal.
"Single bed ya pak?"
"Iya. Tapi aku ingin berdampingan dengan tamu yang baru masuk tadi."
Resepsionis itu menatap wajah Praja untuk beberapa detik. Ia tahu pria ini dan sekarang ia baru menyadari sesuatu.
Bukankah tamunya yang dari Jakarta itu adalah istri pengusaha muda ini?
"Bisa pak. Kebetulan masih ada kamar yang kosong di lantai 4."
Resepsionis itu tak berani lagi bertanya macam-macam meskipun sebenarnya pria ini mencurigakan karena sedang mengikuti istrinya yang sedang menginap di penginapan ini dengan seorang pria paruh baya.
Siapa yang tak kenal dengan Praja Wijaya, seorang pewaris tunggal kerajaan bisnis dari Alif Wijaya sang pengusaha kaya dan sukses di kota itu.
Akan tetapi kenapa ia mengikuti istrinya diam-diam?
Dan kenapa pula istrinya yang cukup fenomenal 3 tahun yang lalu itu ada di sini bersama dengan seorang pria paruh baya?
Ah sudahlah, resepsionis itu berusaha untuk tidak terlalu kepo dengan urusan rumah tangga orang-orang kaya itu.
"Ini tanda pengenal bapak dan ini kuncinya ya pak," ujar sang resepsionis dengan senyum diwajahnya. Ia pun menyerahkan sebuah kunci magnet kepada Praja Wijaya.
"Terima kasih banyak."
"Sama-sama pak." Sang resepsionis tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya sedikit.
Pria itu melangkahkan kakinya menuju lift dan menekan angka 4 agar kotak besi itu membawanya ke tempat di mana Ardina berada.
Tring
Ia keluar sendiri. Karena lift itu memang sedang kosong.
"Ah, aku lupa menanyakan nomor berapa kamar Ardina. Tapi kalau bukan yang samping kiri pasti samping kanan deh."
Praja nampak berpikir.
"Eh, bukankah aku sudah minta yang berdekatan dengannya," ujarnya seraya memperhatikan keadaan semua kamar yang nampak sama kecuali nomornya saja.
"Aku harus melakukan apa ya supaya Ardina keluar kamar?" Sekali lagi Praja mengernyit, berusaha berpikir keras.
Ia belum mempunyai ide. Tidak mungkin ia mengetuk semua pintu kamar dan meminta penghuninya keluar.
"Baiklah, aku Istirahat dulu. Aku juga belum sholat dhuhur."
Pria itu pun masuk ke dalam kamarnya untuk melaksanakan kewajibannya kemudian memikirkan bagaimana caranya bertemu secara khusus dengan Ardina. Memohon maaf dan meminta perempuan itu untuk kembali padanya.
Berbaring telentang, ia menatap langit-langit kamarnya. Wajah teduh Ardina muncul di sana tanpa senyum padanya.
"Kamu pasti sangat membenciku Din sampai kamu tidak mengakui ku."
Seketika ia jadi teringat tentang Selfina yang sudah ia tinggalkan di warung makan itu padahal hujan sedang keras-kerasnya. Dengan cepat ia meraih handphonenya untuk menanyakan kabar sekretaris barunya itu.
"Fin?" panggilnya saat sambungan telepon itu tersambung.
"Iya pak."
Selfina mendesis.
Terdengar suara dari seberang telepon itu suara bising yang sangat mengganggu ikut menumpang dalam percakapan mereka.
Praja mengernyit.
"Kamu masih di rumah makan itu?" tanyanya hati-hati.
"Iya pak."
"Kok belum pulang? Gak dapat taksi kamu?"
"Dapat pak tapi saya lagi ML dulu nihh sama kenalan baru."
"Making love?" Praja menebak apa yang sedang terjadi.
Selfina hanya mendesis, ia sedang tidak ingin membicarakan hal sensitif seperti itu saat ini. Tanpa sadar sekretaris itu mematikan panggilan telepon itu karena tidak ingin terganggu bermain game di layar handphonenya itu.
Pria yang bernama Yudha itu ternyata rela menemaninya menunggu hujan reda dengan bermain Mobil legend bersama.
Praja menatap layar handphonenya dengan perasaan sedikit kesal.
"Aku pikir dia itu," gumamnya pelan.
"Ya sudahlah, ia pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Ia pun meletakkan benda pipih elektronik miliknya di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Ah ya, aku ada ide!"
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊