Ina gadis yang di nikahi tanpa tahu alasan pernikahan itu.
Bukan pernikahan sewajarnya yang diberikan sang suami, namun sikap acuh dan sombong bahkan tak tersentuh. Ina baru tahu jika dia memang istri pria itu tapi wanita lainlah yang menjadi pemilik singgasana hati suaminya.
Sanggupkah dia memperjuangkan statusnya?.
SESSION 2
Maurie gadis cantik yang dinikahi karena sesuatu dendam yang tak dia ketahui. Dia dijebak menjadi istri seorang lelaki, Deon.
Sementara cinta sejati juga akan menghampiri Maurie, lelaki yang tulus, baik sebaik seorang Ardi yang dikhianati gadis tercintanya di depan matanya sendiri.
Akankah takdir menyatukan Ardi dan Maurie?
Atau kah mereka terikat ditempat masing masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sha21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IS chapter 14
Klek.
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan lekuk tubuh Ina yang terbalut handuk putih, yang hanya setinggi setengah pahanya saja. Seketika mata melihat Ina, Revan mengawasi gerak gerik Ina yang mulai mengambil celana dan baju training. Secara langsung Revan melihat Ina mengenakan pakaiannya. Revan hanya terdiam di tempatnya.
Deg
Deg
Deg
Revan memegang dadanya.
'Kenapa jantung ku selalu berdetak saat bersamanya'
Revan hanya bisa berucap dalam hatinya, kembali melihat istri gadisnya yang sedang menyisir rambut setengah basahnya.
"7 menit 42 detik, lumayan"
Deg
Ina tersentak dan dalam sekejap membalikkan badannya menghadap si pemilik suara itu. Sungguh Ina tidak percaya lelaki itu, masih berada di dalam kamarnya. Sisir yang Ina pegang jatuh kelantai saking kagetnya. Revan mengerti gadis itu terkejut.
Revan tersenyum mendekat pada istri gadisnya yang memucat. Hendak mundur pun percuma, Ina hanya terdiam karena Revan telah sampai dihadapannya. Revan mengambil sisir dan menyisir rambut Ina, yang memang tubuhnya sudah gemetar dengan kepala tertunduk. Revan meraih dagu cantik istrinya hingga mendongak.
"Bersiaplah mungkin sebentar lagi"
Dag....dig.....dug
Revan tersenyum manis, dan semua wajah, mata, bibir, hidung bahkan gigi Revan, Ina hapal. Jantung Ina masih berpacu kencang, namun tangannya sudah ditarik Revan menuju lantai dasar.
"Ambilkan sarapan ku"
"Baik tuan"
Ina dengan luwes mengambil makanan, Revan memperhatikan itu.
'Selama hampir 10 tahun, Vina saja tidak pernah melayani ku dimeja makan'
Dengan segera Revan menggelengkan kepalanya.
'Tidak...tidak....tidak, aku harus melakukan misi ku pada istri gadis ku ini'
Mereka menikmati sarapan dalam diam.
"Ayo kita senam saja di taman belakang"
Revan berjalan diikuti Ina dibelakangnya. Senam di mulai hingga 1 jam selesai.
"Lakukan tugas mu sebagai istri, kau tahu apa yang ku maksud?"
Ina menundukkan kepalanya.
"Apakah termasuk berhenti kuliah juga?"
"Betul sekali, istri ku"
Revan duduk di ayunan, menatap Ina yang sedang berpikir.
"Tuan, aku akan melakukan apa saja, tapi tolong jangan suruh aku untuk berhenti kuliah"
Revan melirik tajam kearah Ina.
"Aku sudah punya semuanya, termasuk isi rumah ku juga penghuninya"
"Aku bersedia menjadi pelayan mu"
Revan melirik, kemudian tertawa terbahak bahak.
"Kau baru saja menawarkan pertukaran nyonya ku"
Revan bangun, mendekat pada Ina kemudian dengan perlahan meraih helaian rambut dan menciumnya. Ina sudah gemetar dibuatnya.
"Baru rambut saja, kau sudah gemetar seperti ini"
Revan memandang remeh, Ina hanya diam saja.
"Apa kau mau menawarkan tubuh mu?"
Ina diam dan tertunduk, kedua tangannya terkepal erat.
'Tidak....tidak....dia bohong'
Dengan segera Revan bangkit, berdiri menuju ruang kerjanya. Begitu pun Ina yang sudah bersiap hendak menuju kampus. Disaat yang bersamaan mereka keluar dari pintu. Revan memandang Ina, kaos di lapisi sweeter dan celana jeans hitam serta sepatu kets putih. Casual memang, hanya make up tipis dan lipstick yang membuat bibir itu terasa semakin menggoda bagi Revan.
"Aku tidak mengijinkan mu kuliah, kembalilah ke kamar mu"
"Tapi tuan"
"Jangan jadi pembangkang"
"Tolong ijinkan saya untuk yang terakhir kali mengunjungi kampus, tuan"
Revan terhenti ketika hendak mencapai handle pintu, menengokkan kepalanya.
"Tidak"
Pupus sudah harapan Ina.
"Jika kau melanggar maka, terima hukuman mu"
Ina hanya diam, dia begitu mendambakan profesi itu.
Mobil melewati jalanan komplek. Bagas memperhatikan tuannya yang terdiam saja.
"Gas berhanti di ujung jalan ini"
"Baik tuan"
Mereka hanya terdiam tanpa melakukan apa pun hingga 20 menit sudah waktu berlalu. Dengan langkah cepat seorang gadis terlihat memasuki bus. Revan tersenyum, Bagas asistennya baru mengerti maksud tuannya.
'Akhirnya kau gali kuburan mu sendiri'
"Jalan Gas"
"Baik tuan"
Mobil Revan meluncur ke kantor, ini untuk pertama kalinya Revan masuk ke kantor setelah putra ke duanya tiada. 5 bulan Revan terpuruk, dan saat ini sikap Revan jauh lebih tegas, terobsesi bekerja dan bersikap jauh lebih dingin. Sementara Ina, tidak fokus untuk pelajarannya, dia memikirkan ancaman Revan.
'Apa tuan tahu jika aku pergi ke kampus'
Ina menggelengkan kepalanya.
'Tidak....tidak.....tidak, dia sudah sampai di kantor, iya itu pasti'
Hingga pelajaran berakhir, Ina nampak lega dia sedikit berlari ke halte untuk naik bus.
'Aku selamat, lagi pula tuan tidak akan tahu'
Ina tersenyum sampai di gerbang dan segera masuk.
"Bik, tuan pulang belum?"
Bik Lasmi tersenyum dan menggeleng. Dengan segera Ina masuk ke kamarnya mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. Dia tidak mengetahui bahwa selalu ada sepasang mata yang mengawasinya.
'Gadis bodoh'
Sosok itu sudah berada di halaman depan rumah bunga.
"Tuan sudah pulang?"
"Hem"
Revan berjalan menuju ruang tamu, ia mendaratkan bokongnya disana.
Ina turun dari tangga, mata Ina beradu dengan mata Revan.
Deg.
'Ya ampun, dia sudah ada di ruang tamu, biasanya sore baru pulang'
Ina berucap dalam hati.
Dengan cepat Ina menunduk dan menghampiri sosok suaminya itu.
"Tuan sudah pulang"
"Apa aku tidak boleh pulang, agar kau selalu bebas"
Ina terdiam, Revan tersenyum dan bangkit dari duduknya.
"Ikut aku"
Revan menuju kamarnya dilantai 3.
'Apa yang akan dia lakukan?'
Sambil menaiki satu persatu tangga yang menuju lantai 3, Ina berpikir.
Dug
kepala Ina membentur dada Revan
"Kenapa kau melamun?"
"Tidak"
"Ayo"
Ina memasuki kamar Revan, Ina melangkah dengan perlahan. Dia takut kajadian beberapa waktu lalu.
'Perasaan ku tidak enak sekali'
Klek
Revan mengunci pintu dari dalam secara otomatis.
"Kenapa pintunya di kunci, tuan"
Revan hanya melirik tanpa berniat untuk menjawab.
'Alamat tidak bagus ini, bagaimana aku kabur'
Ina masih diam di tempatnya.
"Cepat siapkan air mandi ku"
Dengan cepat Ina, menyiapkan yang diminta suaminya.
"Sudah, tuan"
Revan yang tadinya fokus dengan ponselnya, segera berdiri mendekat pada Ina. Berdiri saling menatap.
"Lepaskan semua pakaian ku"
Ina kaget, apa dia tidak salah dengar atau telinganya sudah tidak beres.
"Apa"
"Mandikan aku Ina, cepat"
Revan menaikan nada bicaranya. Ina masih diam tak bergeming. Ina masih syock akan ucapan Revan.
"Apa kau akan disana sampai aku selesai mandi hah!"
Kali ini suara Revan mengagetkan Ina, dengan segera Ina menyusul ke kamar mandi.
"Cepat buka pakaian ku"
Dengan gemetar Ina mendekatkan tubuhnya pada Revan. Tanpa Ina tahu Revan begitu menikmati ekspresi polos yang ditampilkan Ina. Revan sengaja menarik tangan Ina agar cepat melakukan keinginannya.
"Cepatlah, aku sudah gerah"
Ina berhasil melepas pakaian Revan, dan dengan memejamkan mata, Ina berhasil melepas semuanya.
"Cepat gosok punggung ku, kenapa kau memejamkan mata, mau tidur di kamar mandi?"
Belum selesai Ina meredakan denyutan jantungnya, Revan sudah menyuruhnya kembali. Ina berdiri sambil memalingkan wajahnya, Revan tersenyum.
"Dengan kau berdiri disitu, punggung ku tidak akan bersih sendiri"
Dengan cepat Ina masuk ke bath up yang sama dengan Revan.
"Lepas juga pakaian mu!"
"Ma...maaf tuan, saya begini saja, saya pastikan tubuh tuan akan bersih"
"Kau mau mendebat ku"
Dengan segera Ina memijit kepala tuan keras kepalanya, memijat bahu dan sesegera mungkin menggosok tubuh pria raksasa itu. Revan terdiam menikmati pijatan tangan lentik nan kecil itu.
'Enak juga pijatannya'
Pikiran Revan sudah terbang ke hal hal mesum, namun dengan segera menggelengkan kepalanya. Dia harus ingat tujuan awalnya. Revan segera berdiri, belum sempat Ina ikut berdiri, Revan sudah mengucurkan air dingin. Dengan sengaja Revan mengucurkan dengan deras air itu pada tubuh Ina.
"Tuan dingin"
"Masih bisa merasakan dingin kau, gadis pembangkang"
Revan berucap dengan tangan di pinggang dan segera meraih handuk melilitkannya ditubuhnya, lalu mematikan shower.
"Mandilah"
Dengan melirik tubuh menggigil Ina, yang bersender didinding kamar mandi.
"Kali ini, aku masih memaafkan mu, tapi tidak untuk lain kali"
Deg......
'Itu berarti tuan raksasa itu tahu, bahwa tadi pagi aku pergi ke kampus'
Monolog Ina dalam hati.
Ina selesai mandi, memakai handuk mandi milik Revan.
BERSAMBUNG
efek'y bikin gw naek darah turun perut y thorrr ...