JANGAN DIBACA!!!
ASLI, BUKAN TIME TRAVEL, YA!
HANYA KISAH ASAL PENUH PERKETYPOAN!
KALAU UDAH BACA, YA JANGAN NYESEL! BISA MENYEBABKAN MUAL DADAKAN, GANGGUAN SUSAH TIDUR, DIABETES BERLEBIHAN, DAN BUCIN DADAKAN.
(Gejala di atas berdasarkan survey dari zaman kuno hingga saat ini).
Bagai bulan yang tertutup awan, aku harus membuang semua hal tentangku, semua jati diriku, dan melanjutkan hidup sebagai kembaranku sendiri.
Terasa susah. Namun, itulah yang harus kulakukan. Hanya karena paksaan sang ayah dan juga kesalahan yang sepenuhnya bukan milikku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggrek, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta.
Sesuai perkataan Desita di meja makan, kini mereka bertiga telah sampai di sebuah mall yang besar. Adriana menatap seberapa tingginya bangunan itu dibuat, dia menunduk pelan dan menunjukkan raut wajahnya yang mengernyit tak suka.
"Kamu kenapa, Rian?" tanya Desita menatap sang anak dengan seksama.
"Rian baik-baik saja, mom!" ucap Adriana sambil mendongak, menatap Desita dan tersenyum kecil.
"Begitu? Mari kita cari pakaian terbaik untuk kamu!" ucap Desita. Adriana mengekor di samping sang Ibu. Dia berjalan di tengah, di antara Herman dan Desita. Sungguh gambaran keluarga yang harmonis bagi siapa saja yang melihatnya.
Adriana tersenyum meski dia muak terus berganti pakaian, sudah banyak baju yang dirinya coba, tapi belum ada yang sesuai dengan keinginan Desita. Selalu saja ada yang kurang menurut wanita itu. Herman sangat tak bisa diharapkan, dia selalu mengatakan bagus, bagus, dan bagus pada setiap baju yang dicoba anaknya.
Pegawai toko tak keberatan sama sekali, bagaimana mau keberatan, semua yang sudah dicoba pasti dibeli oleh Desita, tak peduli berapa harganya.
"Mom, ini sudah cukup," kata Adriana melirik kantong belanjaan yang kebanyakan berisi keperluannya. Dulu saja dia tak pernah diajak belanja seperti sekarang, tapi lihatlah, saat ini dia mengelilingi mall dan dibelikan berbagai jenis barang dan baju. Setengah dari toko yang dikunjungi Desita pasti akan berakhir di borong oleh wanita itu.
"Tentu saja itu masih kurang, sayang. Kamu masih perlu sangat banyak baju," kata wanita itu, tangannya terus menunjuk deretan baju anak-anak.
"Ya kan, pa?" lanjut Desita meminta dukungan sang suami.
"Tentu saja, pilihlah apapun yang kalian inginkan!" balas Herman cepat. Baginya uang tak jadi masalah, dia ikut senang saat istrinya tertawa bahagia.
"Tapi Rian lapar, mom," ucap Adriana sedikit merengek, dia lelah dan membutuhkan tempat untuk beristirahat secepatnya. Tak jadi soal mau di mana saja, asal dia bisa duduk dan menarik napas, serta dijauhkan dari baju-baju yang harus dicoba sejak tadi.
Desita menatap Adriana dengan seksama, senyum di bibir wanita itu menghilang. "Tentu kamu lapar, kita akan makan sekarang!" ucapnya tanpa senyum.
Adriana tahu dia telah melanggar batas, menganggu kesenangan Desita, tapi dirinya sungguh-sungguh lelah dan tak akan bisa bertahan jika harus melakukannya lagi. Adriana yakin, dia akan sangat membenci yang namanya kata belanja. Mendengar kata itu saja dia pasti langsung mual untuk beberapa waktu ke depan.
Herman menatap tajam anaknya, dia tak suka Adriana menghancurkan kebahagiaan sang istri. Saat Desita keluar dari toko, Herman mencekal lengan Adriana yang baru saja akan mengikuti Desita. "Seharusnya kamu melakukannya lebih baik, nak. Senyum di wajah istriku menghilang hanya karena rasa lapar yang kuyakini hanyalah kebohongan yang kamu ucapkan!" desis Herman tepat sasaran.
Adriana tersenyum sinis, menatap mata Herman dengan berani. "Rian hanya lelah, dad. Apa itu berlebihan, hm?" katanya berani melawan.
"Ingat, kamu hanya boneka yang harus membuat istriku kembali ceria! Meski aku memiliki sedikit rasa ibu, tapi aku lebih memilih membuat Desita tersenyum walau harus mengorbankanmu!" bisik Herman menggertakkan gigi.
"Boneka pun bisa melawan jika sudah muak!" kata Adriana.
"Ayo, dad! Jangan buat mommy menunggu lama!" lanjut gadis kecil itu meninggalkan Herman yang berdiri sambil menatap punggung ringkih Adriana.
"Rasa kasihanku tak cukup untuk memaafkanmu, jika kamu membuat Desita sedih!" desis Herman kesal.
"Kenapa lama? Katanya kamu lapar?" tanya Desita ketika Adriana menyusul dirinya.
"Daddy ingin berbicara sebentar dengan Rian tadi, mom!" balas Adriana.
"Oh ya? Apa kata papamu?" tanya wanita itu lagi.
"Rahasia pria, sayang! Hanya pembicaraan ringan antara anak dan ayahnya!" sela Herman yang menyusul Desita.
"Hmm, baiklah. Ayo kita makan di situ saja." Desita menunjuk salah satu resto yang ada di mall. Pengunjungnya tak seberapa, jadi tak terlalu ramai dan lama menunggu pesanan mereka datang. Adriana memakan makanan yang dipesankan seolah dirinya memang lapar, padahal nyatanya itu hanya alasan agar waktu belanja mereka bisa lebih cepat selesai.
Untungnya selesai berbelanja, Desita tak lagi memiliki mood untuk meneruskan niatnya membelikan berbagai macam barang untuk Adriana. Mereka memilih pulang dan itulah yang saat ini sedang mereka lakukan. Ketiganya diam, tak ada yang berbicara bahkan ketika mereka telah sampai di kediaman.
"Kamu bisa memilih pakaian yang cocok untuk pesta nanti, bukan?" ucap Desita pada Adriana yang baru saja akan menaiki tangga.
Adriana menghentikan langkahnya, dia menoleh dan tersenyum kecil pada Ibunya. "Tentu saja, mom!" ucapnya yakin.
Desita mengangguk pelan. "Bagus! Pilih pakaian mana yang akan kamu pakai nanti!" ucap Desita, wanita itu bukan memberi saran, tapi memberikan perintah yang tak boleh dibantah.
"Dan perlihatkan padaku!" lanjut wanita itu.
Adriana mengangguk paham dan kembali melanjutkan langkahnya. Gadis kecil itu langsung menghempaskan tubuhnya begitu masuk ke kamar. Dia lelah, sungguh. Bernapas saja rasanya berat, apalagi dia mendapatkan tugas untuk memilih pakaian yang cocok di antara tumpukan baju yang sudah dibelikan Desita. Satu kata, itu akan sangat MEREPOTKAN.
Adriana menepuk pipinya. "Pilih, ya pilih! Apa susahnya itu?" ucapnya kembali berdiri, membongkar tas-tas berisi belanjaan di atas tempat tidurnya.
Gadis kecil itu mengusap wajahnya kasar. "Aku tarik perkataanku! Bukan hanya susah, tapi ini sungguh menjengkelkan! Berapa banyak waktu yang harus kuhabiskan untuk memilih sepotong pakaian kalau begini?" mata kecilnya menatap nanar tumpukan baju yang berserak di atas tempat tidurnya. Tangannya mengambil asal dan mulai mencocokkan. Adriana paham, dia tak boleh asal pilih.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Hari H pesta telah tiba, Desita terlihat anggun mengenakan gaun berwarna merah maroon, Herman yang memakai jas berwarna merah dan celana panjang hitam juga terlihat lebih bersinar dari biasanya. Adriana sendiri telah memilih baju yang pastinya telah disetujui oleh sang Ibu. Dia memilih jas berwarna biru tua, terlihat cocok dengan warna mata gadis itu. Desita sendiri sangat puas dengan penampilan anaknya, meski mereka tak memakai warna yang sama.
"Sudah siap?" kata Herman tersenyum cerah.
Desita mengangguk, membalas senyum sang suami. "Siap dong, pa!" katanya disertai tawa lembut.
"Tentu!" ucap Adriana, bibir gadis kecil itu tersenyum hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit.
'Tentu saja tidak maksudnya, adakah hal besar yang bisa membuat acara ini batal? Atau kita tak harus ke pesta itu?' sambung Adriana berteriak dalam hati.
"Mari kita berangkat!" Herman menggandeng tangan istrinya, membantu sang istri berjalan karena gaunnya yang menjuntai panjang.
'Ha-ha-ha-ha, mana mungkin hal yang kuinginkan terjadi!' cibir Adriana mengikuti langkah orang tuanya.
Mereka pun menuju tempat pesta dan berakhir di sana hingga larut malam.
ayang bebeb disuruh jd tukang parkir 😝😝😝😝