NovelToon NovelToon
Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Dear, Please Don'T Buffer In My Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: Bechahime

Saat hidup dikepung tuntutan nikah, kantor penuh intrik, dan kencan buta yang bikin trauma, Meisya hanya ingin satu hal: jangan di-judge dulu sebelum kenal. Bahkan oleh cowok ganteng yang nuduh dia cabul di perempatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bechahime, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kencan Ala Anak Kos Tapi Berjiwa Filosofis (Bagian 2)

Hari minggu berikutnya kami kembali bertemu di tempat yang dia maksud. Di pojokan mall yang sudah tidak ada harapan. Antara toko aquarium, tempat potong rambut bayi, dan klinik gigi estetika.

Aku datang duluan dan melihat toko bubble tea itu.

Namanya: “TEA-RAPI: Minumannya yang butuh kamu.”

Aku langsung merasa ini akan jadi tempat trauma baru. Tapi anehnya…aku suka.

Felix datang. Kali ini dia pakai kaos putih polos, jaket jeans gelap dan totebag. Aku mengernyit.

“Tunggu, itu totebag lo?”

Dia melirik ke lengannya. Dan acuh tak acuh menjawab.

“Iya. Kenapa?”

“Gue gak siap punya temen cowok yang kayak bisa ikut pameran seni dan ngerti perbedaan antara ‘beigie’ dan ‘off-white’.”

Felix nyengir. Kepalanya menggeleng-geleng.

“Gue gak ngerti bedanya. Tapi totebag ini fungsional.”

Oke. Dimaafkan.

Kami duduk. Pesan bubble tea masing-masing. Aku pesan varian unik yang disebut”Yakult Brown Sugar Matcha With Happy Ball”. Felix pesan “Earl Grey W/O sugar” dengan nada seperti ngisi formulir asuransi.

“Lo gak pesan toping?” ujarku setelah berjalan ke meja tempat duduk kami.

“Gue percaya rasa asli” ujarnya santai.

“Lo… kayak lagu akustik ya.” Celetukku sambil ketawa pelan.

Tapi sudut mataku memperhatikan gerak-gerik cowok yang tidak pernah aku sangka akan mengajak buat ketemu lagi.

Felix hanya mengangkat alis, seakan bilang “Silahkan lanjutkan absurditasmu”.

Setelah lama bercakap-cakap aku menyadari satu hal. Felix itu bukan dingin, tapi lebih ke type yang akan nyambung hanya sama orang yang nyambung dengannya.

Kadang ada beberapa gadis yang meliriknya, bahkan menghampiri hanya untuk bertukar beberapa kata. Dan tentu saja responnya datar. Dingin dan tidak manusiawi.

Aku bertanya-tanya. Amalan apa yang pernah aku lakukan sehingga Tuhan mengirimkan pria dingin yang bersikap ramah di depanku itu. Atau apa karena aku selalu ngeluh ke Tuhan soal hidupku. Akhirnya Tuhan ngasih batu es dan nyuruhku buat bisa menjaganya tetap utuh di suhu 32 derjat celcius.

Tapi apa pun itu. Aku rasa Felix yang ada di sampingku sekarang lebih seperti teman yang pernah terpisah dari pada calon pendamping hidup. Walau dia terlihat lebih ramah tapi terkadang aku bisa merasakan dinding tipis yang tidak terlihat di sekitarnya.

“Jujur ya, ini pertama kalinya gue pergi sama cowok yang nggak bikin gue pengen ngilang ke Pulau Seribu.” Ucapku membuka pembicaan setelah diam yang panjang.

Dia menoleh ke arahku. “Lo sering banget pengen ngilang?”

Aku menarik nafas. Siap memberitahunya betapa hidupku bak drama comedy beberapa bulan terakhir.

“Di umur segini tuh orang-orang pada usil. Mama gue berkali-kali pengen gue buat keluar rumah. Katanya biar bisa nambah koneksi, sekalian kalau bisa mempercepat dia menggedong cucu dengan mempertemukan gue dengan beberapa pria asing.”

Aku tertawa kecil mengingat kejadian yang aku alami belakangan ini.

“Lo tau, sebelum kencan buta dengan lo. Gue di paksa kencan buta sama pria old money yang hobi flexing kekayaannya, trus rekan kerja gue gak kalah dalam persaingan untuk menemukan calon pendamping hidup gue. Dia ngasih gue cowok yang ngomongin mantannya selama dua jam penuh kayak dia bikin TED talk. Itu bukan lagi kencan, tapi sesi terapi.”

Mata Felix membesar. Ada rasa penasaran yang besar dari cara dia menyimak pembicaraan ku tapi tetap mengganggukan kepala sebagai respon dari cerita panjang lebarku.

“Bahkan yang lebih parah adalah Keanu, namanya udah keren banget. Laki abis. Tapi lo tau? Dia bahkan lebih cocok jadi calon bestie gue dari pada calon laki. Padahal mukanya udah kayak oppa-oppa Korea dan sikapnya juga sempurna. Makanya lo lebih normal karena sejak awal bertemu langsung memberikan pelecehan verbal tapi lebih baik dari pada terlihat sempurna, nyatanya ngasih trauma.”

Dia terbatuk kecil, kemudian menyentuh buku-buku jarinya. Dia diam sejenak. Seperti mengingat kembali moment saat dia bertemu denganku. Namun tawa pelan terdengar.

“Gue gak tau juga kita bakal ketemu untuk ketiga kalinya. Tapi… lo kuat juga ya.”

“Gue gak kuat, makanya gue curhat ke Rahma terus. Dia udah kayak customer service pribadi gue. Lo gak kenal Rahma. Oh, lo pernah liat dia di mall waktu itu.” Aku berhenti sejenak.

“Tapi gue jamin lo bakal suka dia nanti. Dia suka ngirim stiker absurd dan percaya kalau kita semua hidup di simulasi yang dikendalikan malaikat lembur.”

Felix tertawa kecil.

Sumpah ya, cowok ini kalau ketawa tuh jarang, tapi kalau udah ketawa, kayak denger symphony dari orchestra yang hanya di tonton orang-orang berduit.

“Gue gak punya banyak temen, terlebih lagi yang absurd, jadi ini…refreshing.”

‘OH MY GOD. Cuma komentar simple kayak gini aja bisa bikin gue senyum lebar selama seminggu. Kayaknya gue harus jadiin dia absurd booster gue. Biar gue siap menghadapi kenyataan.’

Aku memegang telinga sambil batuk kecil.

“Gue… juga gak punya temen yang gak absurd. Jadi ini juga… eksperimen sosial buat gue.”

Kami diam sebentar. Tapi diemnya gak canggung. Malah…nyaman.

Felix lalu melirik sticky note bentuk ayam goreng yang tadi dia maksud.

“Gue beliin satu buat lo. Ini… kayak symbol pertemanan kita.”

‘APA?! Bahkan dia sangat imut saat bilang symbol pertemanan. Maksud gue pria dewasa mana yang pakai barang buat jadi symbol pertemanan. Terkadang dia punya sisi lucu juga.’

Aku menahan tawa. Melihat kearah sticky note yang dia sodorin. Bentuknya benar-benar kayak drumstick ayam McD.

Lucu. Gak berguna. Tapi…penuh cinta. Kayak aku.

Setelah hampir dua jam ngobrol, ketawa dan ngatain sticky note bentuk absurd di toko buku, kami pamitan.

Tapi sebelum pisah, Felix bilang dengan nada penuh keyakinan dan juga ada keraguan.

“Gue gak tau ini bakal jadi apa. Tapi…kalau lo butuh partner buat ngeluh soal hidup dan ngopi pake sedotan kertas yang bikin bibir kering…gue ada. Mungkin lo gak bakal butuh karena sudah ada Rahma yang sangat lo percaya. But…mungkin gue punya pandangan yang berbeda.”

Tentu saja kata-kata itu jauh dari script kencan yang sudah aku susun. Bahkan itu lebih seperti side quest daripada scenario utama.

Terlebih lagi cara dia menyampaikan, yang mampu membuat jantungku seperti tengah berada di dekat speaker dengan suara music RDM volume full.

“Lo serius? Gue gak yakin lo akan tahan. Jangan tawarkan diri lo ke orang yang terlihat pemalu tapi sebenarnya gak tau malu.”

Dia tertawa. Dua detik. Matanya sejernih air pegunungan yang ada manis-manisnya.

“Gue lebih suka lo gak tau malu ke gue dari pada pura-pura polos.”

‘YA TUHAN, ini pasti hanya ujian mental kan? Apa maksudnya suka coba? Lo pengen gue guling-guling di sini?’

Tapi aku mengangguk kalem, walau sebenarnya aku sudah bersiap-siap melempakan diriku ke dinding. Takut kalau ini semua sebenarnya cuma ngehalu yang biasa aku lakukan bareng Rahma.

Kami akhirnya pulang. Dengan rasa yang…tenang.

Bukan berbunga-bunga juga. Bukan yang bikin nempel dilangit ketujuh. Tapi… netral yang menyejukkan kayak habis nanjak gunung yang tinggi tiba-tiba di jalan ketemu mata air yang airnya sangat segar lalu memutuskan untuk berhenti sejenak menikmati air itu sejenak.

Memang benar aku cukup terkesan dengan Felix dan Mas Johan tapi terkadang ada satu cerita yang tidak tersampaikan walaupun hati sudah berteriak.

Aku sampai di rumah. Langsung menghempaskan badan ke atas kasur.

“Entah mengapa hari ini terasa cepat berlalu” gumamku.

Langit-langit kamarku terasa lebih terang dari biasanya. Memang benar di luar aku terlihat absurd dan peuh tawa tapi terkadang aku selalu memikirkan kalau mungkin saja itu bentuk perlindungan diriku dari beban orang dewasa yang ekspetasinya lebih tinggi dari gunung Everest.

“Haa…besok udah hari senin, kenapa senin cepat banget datang?” teriakku sambil membenamkan wajah ke bantal.

Dunia dewasa memang aneh. Saat remaja itu adalah saat yang paling diinginkan, tapi satelah dewasa ternyata tidak ada yang lebih indah dari dunia remaja yang jauh dari setiap ekspetasi. Tapi harus tetap dijalani walaupun sebenarnya mental belum memiliki persiapan.

**

1
nide baobei
berondong gak tuh🤣
kania zaqila
semangat thor💪😊
nide baobei
ya ampun meisya🤣🤣🤣
nide baobei
ngakak🤣🤣, semangat thor💪
nide baobei
🤣🤣🤭
nide baobei
udah pede duluan🤣🤣
nide baobei
🤣🤣🤣 si meisya lucu banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!