NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14

Pagi itu, Monica menyiram bunga saat mobil hitam berhenti di depan rumahnya. Seorang wanita paruh baya berpenampilan rapi keluar, mengenakan blus krem dan rok panjang. Wajahnya asing, tapi caranya menatap Monica seolah mengenal.

"Monica?" tanya wanita itu, sopan.

Monica meletakkan selang dan mengangguk, "Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?"

Wanita itu tersenyum kecil, "Perkenalkan. Saya Bu Retno. Saya... ibu dari almarhumah Nadira."

Dunia Monica seolah berhenti berputar. Ibu dari istri mendiang Teddy?

"Oh... silakan masuk, Bu," ucap Monica setelah beberapa detik canggung.

Mereka duduk di ruang tamu. Monica menyuguhkan teh hangat. Retno memandangi rumah itu sekilas, lalu menghela napas panjang.

"Saya ke sini bukan untuk mencari masalah," katanya. "Saya hanya ingin mengenal wanita yang, menurut Teddy... sedang mengisi hatinya."

Monica tertegun. Retno tersenyum tipis, "Iya. Dia cerita lewat surat yang dia kirim minggu lalu. Surat itu... berbeda. Lebih tenang. Lebih jujur. Teddy bilang, dia akhirnya bisa bernapas lega sejak bertemu kamu."

Monica menggenggam tangannya sendiri, "Saya... saya gak tahu harus bilang apa, Bu."

Retno meletakkan tas tangannya, "Kamu tahu soal yayasan?"

"Saya dengar sepintas. Teddy bilang dia harus kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan urusan hukum."

Retno menunduk, "Nadira anak saya. Tapi bahkan saya tidak tahu semua yang dia lakukan sebelum meninggal. Saya datang... karena saya ingin kamu tahu satu hal penting: Teddy tidak pernah tahu soal dana itu. Semua keputusan Nadira waktu itu... dia rahasiakan dari suaminya."

Monica menatapnya, bingung, "Kenapa Ibu bilang begitu?"

Retno menatap lurus, "Karena saya yang bantu Nadira kelola uang itu."

Monica menegang, "Apa maksudnya, Bu?"

Retno menghela napas berat, "Yayasan itu nyaris bangkrut karena tekanan donatur dan janji-janji yang Nadira buat sendiri. Dia terlalu takut gagal. Dan akhirnya... dia mulai ambil jalan pintas. Menggunakan dana dari tabungan pribadi Teddy, dan menyamarkannya lewat transfer atas namanya sendiri. Saya diam. Karena saya pikir, semua bisa beres."

"Lalu kenapa Ibu cerita sekarang?"

"Karena kamu punya hak untuk tahu. Dan karena Teddy pantas mendapatkan kebenaran, sebelum semuanya terlambat."

Monica terdiam lama. Lalu berkata lirih, "Apa Teddy tahu Ibu ke sini?"

Retno menggeleng, "Belum. Tapi dia akan tahu. Aku ingin kamu siap... karena begitu semua ini selesai, akan banyak orang yang mencoba menyeretnya kembali. Ke dalam konflik, ke dalam kesedihan... ke dalam masa lalu. Dan aku hanya ingin dia punya satu tempat yang bisa jadi rumah."

Retno bangkit, tersenyum lembut, "Aku harap, kamu bisa jadi rumah itu."

Monica berdiri perlahan, masih dikuasai gelombang emosi. Ia hanya bisa mengangguk.

Ketika mobil hitam itu pergi, Monica berdiri lama di depan pintu. Semuanya terasa lebih berat. Bukan hanya cinta yang diuji—tapi kepercayaan. Dan keberanian untuk tetap tinggal, meski badai masa lalu mulai menghantam.

Malam mulai turun di Jakarta. Lampu kota menyala, bersaing dengan kilat. Teddy berdiri di balkon apartemennya, menatap jalanan. Di tangannya, kopi yang mulai mendingin. Ponselnya bergetar. Notifikasi dari grup yayasan:

“Besok jam 10 pagi, rapat klarifikasi dengan pihak pengacara donatur. Harap hadir tepat waktu.”

Teddy menghela napas berat. Ia belum siap. Rasa bersalah masih ada. Bukan karena dia tahu, tapi karena dia tidak tahu. Seharusnya ia bisa membaca gelagat Nadira. Ia terlalu sibuk berduka, sampai lupa bahwa hidup tidak selalu hitam-putih.

Suara pintu diketuk. Teddy membuka dan mendapati resepsionis dengan amplop besar.

"Paket untuk Pak Teddy. Tidak ada nama pengirim," katanya.

Teddy menerima amplop itu. Di dalamnya, hanya ada foto lama—lusuh dan pudar. Teddy berdiri di acara gala, tersenyum lebar. Di sampingnya, wanita bukan Nadira. Rambut panjang, gaun merah, tangan mereka saling menggenggam. Di belakang foto, tulisan tangan:

“Semua yang kamu kira selesai… belum benar-benar selesai.”

Teddy membeku. Itu foto lama, dari masa sebelum ia menikahi Nadira. Wanita itu adalah seseorang yang ia pikir sudah hilang selamanya. Dan sekarang... seseorang mengingatkannya.

Sementara itu, di desa, Monica masih duduk di tempat yang sama sejak Retno pergi. Wajahnya murung. Lalu, pesan masuk di ponselnya. Dari nomor tak dikenal:

“Kalau kamu pikir kamu mengenal Teddy... kamu salah. Dia bukan pria sederhana seperti yang kamu bayangkan. Bersiaplah, Monica. Masa lalunya sedang dalam perjalanan menemuimu.”

Monica menelan ludah. Tangannya gemetar. Ia menatap layar ponsel, jantungnya berdetak lebih cepat.

“Siapa ini?” balasnya cepat.

Tidak ada jawaban.

Malam itu, Monica tidur gelisah. Untuk pertama kalinya, ia bertanya-tanya…

Siapa sebenarnya pria yang ia cintai?

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!