Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.
Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?
Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Volume 2 Chapter 14: D.A.E.
Lantai, tembok, atap, semua itu terbuat dari baja. Ruangan pertama dapur. Depan mereka berdua atau kanan adalah ruangan yang bernama Investigasi dan kiri adalah ruangan yang bernama interogasi.
Pintu coklat. Kaca menunjukkan tanah di sepanjang tembok bangunan bagian tengah. Meja dan kursi makan dengan desain kayu jati terlihat menakjubkan. Lapisan sofa merah membuatnya menjadi lebih keren lagi. Lima kursi. Satu di bagian kanan dan kiri atau bagian kayak untuk kepala keluarga dan wakil kepala keluarga. Satu depan kaca dan dua depan mereka berdua.
Kanan meja dan kursi makan adalah rak piring, tengah adalah mesin cuci, wastafel, kulkas, tempat talenan, kompor, dan diakhiri dengan tong sampah, terakhir adalah kiri yang memperlihatkan Televisi tabung model Toshiba 32A43 warna hitam beserta rak coklat yang isinya figur ultraman.
“Ini dapur. Sekarang aku harus ke mana, Liliana?” tanyanya kepadanya.
Ia kebingungan, karena Liliana yang harusnya ada di samping kanannya, malah menghilang. “Eehh,” kagetnya. “Liliana! Kau di mana?”
Membalikkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tapi ... tak ada seorangpun yang bisa ia lihat. Terdapat dua ruangan aneh dan ia memilih ruangan yang menurutnya paling keren, yaitu ruang interogasi.
“Bagus juga nama ruangan ini!” pukau nya saat berdiri di depannya. “Oke, waktunya masuk ke dalam.” Ia membuka pintu dan ... seisi ruangan gelap sekali.
Tak ada siapapun, entah berapa jumlahnya, hanya ada satu kursi saja yang bisa dilihat oleh matanya. “Kursi ... gelap ... interogasi ... lalu, satu lampu di atas kursi, mungkinkah ... ini benar-benar ruangan interogasi!”
Hanya melihat saja tanpa melakukan apapun di situ. Sekitar 3 menit kemudian, saat ia membalikkan badan, suara langkah kaki yang lebih dari satu orang terdengar dengan jelas seperti membuka satu persatu pintu yang ada di dalam ruangan Investigasi.
“Sepertinya, ada beberapa orang yang mau kemari. Oke, tutup dulu pintu.” Ia menutup pintu dan langsung berjalan menuju kursi. “Kursi yang cukup bagus. Haruskah aku duduk di sini!”
“Oke, duduk saja deh.” Tanpa memedulikan hal yang lain, ia duduk di kursi tersebut.
Dikiranya waktu duduk akan ada sesuatu yang hebat seperti lampu yang tiba-tiba menyala, tangannya diikat, ternyata ... tak terjadi apa-apa. “Hahh,” embus nya penuh kecewa. “Biasa saja dan ... Liliana pergi ke mana ya!”
Sekitar 30 menit yang lalu
Sebuah ruangan penuh komputer terlihat dengan jelas. Yang aneh ... tak ada siapapun di situ. Hanya komputer menyala yang memperlihatkan banyak sekali ruangan aneh di dalam sini. Sekitar 10 ruangan banyaknya yang terlihat di sepuluh komputer.
Kedua hal itu berjumlah sama. Apa saja yang ada di masing-masing ruangan? Taman bermain, kebun binatang, akuarium, restoran, hotel, penjara, stasiun kereta, pantai, ladang bunga, dan labirin.
Kenapa bisa ada ruangan-ruangan seperti itu di dalam tanah? Anehnya ... ada kehidupan yang berhenti di dalam situ. Lorenzo yang melihatnya langsung kebingungan. “Apa maksudnya gambar komputer ini? Mana mungkin di dalam sini ada bangunan-bangunan ini bukan? Sepertinya ... aku harus menenangkan otakku du__lu.”
Entah apa yang terjadi, sebuah asap muncul di dalam ruangannya dan dalam sekejap ... dirinya terbaring ke arah kanan dengan cepat. Tiba-tiba ada empat bayangan manusia yang menutupi tubuh Lorenzo.
Tanpa adanya gerakan suara sedikitpun, salah satu dari mereka mengangkatnya seperti seorang putri kerajaan. Bayangan-bayangan itu masuk ke dalam ruang interogasi. Salah satu bayangan yang mengangkatnya, langsung membuatnya terduduk manis di tengah-tengah ruangan yang merupakan kursi dengan lampu di atasnya.
Keempat bayangan langsung berada di posisi masing-masing atau ... satu-satu di setiap penjuru ruangan kubus kecil ini. “Kenapa kalian malah menyemprotkan gas tidur padanya?” tanyanya dengan nada dingin. Suara yang tidak asing terdengar. Suara ini... ya, suara Liliana.
Ketiga bayangan atau ketiga pria langsung menundukkan kepalanya ketakutan. Satu yang ada di depan kanan langsung mengacungkan tangan kanannya dan sedikit menaikkan kepalanya. “Bukankah anda sendiri yang bilang seperti itu, Komandan!”
Liliana menatapnya tajam. Pria itu langsung menundukkan kepalanya lagi. “Maaf saya hanya bercanda,” ucapnya dengan cepat.
“Haahh,” embusan napas memaafkan. “Yahh... terserahlah. Sekarang, mungkin menunggunya bangun sepertinya... tidak buruk.”
Keputusan bulat berupa menunggu Lorenzo bangun dari tidurnya adalah keputusan yang tepat. Setelah bangun, kalian sudah tahu apa yang terjadi selanjutnya bukan?
Saat ini...
Tepuk tangan yang cukup meriah masih terus berlanjut. Kondisi ruangan terang yang tak menunjukkan apapun selain kursi coklat dan lampu di atas, memperlihatkan dengan jelas mereka bertiga.
Yang berdiri di depan kanan langsung memperkenalkan dirinya. “Xerphone Greatly, umur 24 tahun, rambut pirang long hair, kulit putih, mata merah, tinggi badan 170 cm, seperti itulah aku.”
Perkenalan yang aneh membuat Lorenzo menatapnya dengan masih menutup matanya sebentar, membukanya, dan langsung membalas perkenalannya dengan tersenyum kecil. “Senang bertemu denganmu, Xerphone. Namaku adalah Lorenzo Irsyadul atau lebih tepatnya Widlie Martin atau mungkin ... bisa disebut apa kira-kira?”
Pertanyaan yang diberikan Lorenzo kepada dua orang sisanya membuat keduanya langsung berpikir keras dan salah satunya yang sudah selesai berpikir langsung menjawab pertanyaannya. “Barto Cumbart, umur 23 tahun, rambut hitam spiky, kulit coklat manis, mata biru laut, tinggi badan 171 cm, dan ... reinkarnasi.”
Lorenzo menundukkan kepalanya kecil berulang kali sampai langsung berhenti ketika suara terakhir terdengar. “Jason Stephanie, umur 26 tahun, rambut merah cepak, kulit hitam manis, mata kuning, tinggi badan 169 cm, lalu Lorenzo Irsyadul apakah namamu atau Widlie Martin adalah namamu?”
Jason, Barto, dan Xerphone bahkan Liliana terlihat semuanya memakai pakaian jas putih, kemeja hitam lengan panjang, sepatu hitam pentopel, kaus kaki hitam, dan celana kemeja hitam panjang. Dasi merah di tengah atas kemeja, topi pedora hitam dengan pita merah, terlihat seperti ... detektif.
Ia yang melihat-lihat untuk beberapa saat langsung memutuskan untuk menjawab dan menatap Jason yang berdiri di kiri belakang. “Pertanyaan itu, adalah jawaban yang mudah. Lorenzo Irsyadul dan Widlie Martin. Keluarga Irsyadul dan tanpa marga. Jepang dan Amerika. Maka, siapa aku menurutmu?”
Jason yang dikasih teka-teki kecil langsung menjawabnya. “Fufufu, hebat sekali jawaban anda. Berarti ... Lorenzo adalah nama dari jiwamu dan Widlie adalah nama dari tubuhmu.”
“Tepat sekali,” balasnya singkat dengan cukup gembira. “Lalu, kalian berempat ini ... mungkin pertama, Liliana, kau darimana saja?” tanyanya kepadanya dengan terlihat wajahnya sedikit ngambek.
Liliana yang berdiri di belakang kanan menatapnya tajam dan langsung menjawab pertanyaannya. “Tentu saja aku ganti baju. Lalu, karena kami kaget dan mengira dirimu penjahat, maaf ya!” mohonnya sambil menundukkan kepalanya kecil.
“Ko-komandan!?” seru mereka bingung melihat komandan mereka menundukkan kepala kepada Lorenzo.
Mereka bertiga memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Lorenzo malu-malu dan tidak enak melihatnya. Posisi raja dan rakyat, tak ia sukai. “Aaa ... angkat kepala kalian semua. Tadi biasa saja kok. Lalu, Liliana, apa yang harus ku lakukan sekarang? Tepuk tangan tadi, artinya aku diterima di sini bukan?”
Ia langsung menjawab pertanyaannya satu persatu. “Yang harus kau lakukan tidaklah banyak. Ada 10 tempat yang harus kau datangi dan dua tugas yang harus kau kerjakan. Untuk sekarang, mau keliling semua tempat yang ada di sini!” tawarnya kepadanya.
Lorenzo tersenyum kecil dan langsung menerima tawarannya. “Sepertinya cukup menarik. Karena sepertinya belum saatnya aku untuk melaksanakan dua hal itu, baiklah, aku mau keliling tempat ini.”
“Pilihan yang tepat. Jason, Barto, Xerphone, bawa Lorenzo keliling tempat ini!” perintahnya kepada mereka bertiga dengan menatap satu persatu wajah mereka.
Mereka bertiga tersenyum kecil, menundukkan kepala secara bersamaan, dan menjawab perintah secara bersamaan dan sama apa yang masing-masing jawab. “Baik, saya mengerti, Komandan.”
Liliana tanpa ekspresi langsung menatap tajam bagian depannya. Mereka bertiga yang merasa ketakutan karena tak mau hal buruk terjadi. Lorenzo yang penasaran langsung bertanya kepadanya. “Liliana, apakah ada sesuatu di belakangku?” tanyanya yang posisinya berada di depan kursi yang menghadap ke arahnya di bagian tengah.
“Wakil komandan, apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya kepadanya dengan tampang wajah sama seperti sebelumnya.
“Wakil komandan!.” Karena penasaran, ia memutuskan untuk membalikkan badannya dan ia langsung terkejut saat melihatnya. “AA__”
Bersambung...
Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani