NovelToon NovelToon
Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ganendra pernah hampir menikah. Hubungannya dengan Rania kandas bukan karena cinta yang pudar, tapi karena ia dihina dan ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya yang menganggapnya tak pantas karena hanya pegawai toko dengan gaji pas-pasan. Harga dirinya diinjak, cintanya ditertawakan, dan ia ditinggalkan tanpa penjelasan. Luka itu masih membekas sampai takdir mempertemukannya kembali dengan Rania masa lalunya tetapi dia yang sudah menjalin hubungan dengan Livia dibuat dilema.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 14

Langkah kaki terdengar dari arah koridor lantai bawah. Seorang pria berpostur tinggi dengan jas yang tampak terlalu mewah untuk statusnya di perusahaan RD Grup berjalan cepat, lalu berhenti tak jauh dari tempat Ganendra dan Lintang duduk.

Sorot matanya tajam, tapi bukan karena wibawa. Lebih karena dendam yang belum selesai.

“Lama nggak lihat kamu, Gan. Ternyata masih di sini, ya... jadi supir juga belum naik kelas,” ucap pria itu dengan suara sinis.

Ganendra menoleh perlahan. Ia mengenali suara itu bahkan sebelum melihat wajahnya.

“Nico…” ucapnya pelan, tanpa kaget, tanpa marah.

Pria itu mendekat beberapa langkah, lalu berdiri di depan mereka. Tatapannya pindah ke Lintang, lalu kembali ke Ganendra.

“Hebat juga kamu. Supir tapi bisa duduk bareng nona muda cucunya bos besar. Bisa-bisa besok kamu jadi direktur.”

Lintang yang sedari tadi diam, memandang pria itu dengan heran. Ia memang tak mengenalnya. Wajah asing, bukan dari kalangan manajemen atas, bukan pula dari lingkungan dekat kakeknya. Mungkin staf biasa. Tapi nada bicaranya mengganggu.

“Sampean siapa, ya?” tanya Lintang datar.

Nico tertawa kecil, lalu menjawab tanpa ditanya dengan sopan.

“Saya Nico. Adik sepupunya Rania. Rania, mantan pacar cowok ini. Tapi ya sudahlah, dia udah nikah sebulan lalu. Meninggalkan cerita konyol di belakang. Mungkin karena sadar, pacaran sama supir nggak akan ke mana-mana.”

Lintang terdiam. Tangannya mengepal di pangkuan. Tapi ia tetap tenang, memilih menyimak daripada terpancing.

Ganendra berdiri pelan, membenahi letak duduknya, lalu menatap Nico.

“Kalau sampean dateng cuma buat ngerendahin saya, silakan. Saya udah kenyang sama omongan kayak begitu,” katanya pelan tapi tegas.

Nico mengangkat alis, sok tertawa.

“Bukan ngerendahin, Gan. Saya cuma mengingatkan tempat kamu di mana. Supaya kamu nggak lupa diri. Dunia ini udah terlalu penuh orang sok pantas.”

Ganendra menatap langit sebentar, lalu menatap mata Nico.

“Justru karena saya tahu tempat saya di mana, saya nggak pernah duduk di kursi yang bukan buat saya. Tapi kalau saya disuruh duduk sama orang yang niatnya tulus, saya nggak berhak nolak.”

Lintang menunduk sebentar. Hatinya bergetar mendengar kalimat itu.

Nico masih belum puas. Ia menunjuk Ganendra.

“Jangan sok bijak, Gan. Kamu cuma masa lalu yang nggak penting buat Rania. Cuma cowok miskin yang akhirnya ditinggal buat laki-laki mapan. Dan kamu harusnya malu duduk di sebelah perempuan sekelas ini.”

Ganendra mengangguk pelan. Bibirnya tersenyum kecil.

“Kalau masa lalu saya bikin sampean kepanasan, mungkin karena hidup saya yang dulu masih lebih hangat dari hati sampean sekarang.”

Nico menegang. Matanya membelalak. Tapi sebelum kata kasar meluncur lagi, seorang satpam kantor muncul dari ujung tangga darurat.

“Maaf, Pak. Area ini bukan tempat untuk nongkrong. Dimohon kembali ke ruangan masing-masing.”

Nico mengepalkan tangan, mendengus, lalu berbalik tanpa sepatah kata.

Setelah bayangan pria itu menghilang, Lintang baru bicara. Suaranya pelan tapi jelas.

“Mas… itu yang dulu nyakitin kamu, ya?”

Ganendra tak langsung menjawab. Ia menarik napas, lalu duduk lagi di bangku.

“Bukan dia yang nyakitin. Cuma orang yang senang buka luka lama buat merasa lebih tinggi.”

Lintang menatap Ganendra dalam-dalam. Kini ia tak hanya melihat supir pribadi kakeknya. Tapi pria yang mampu berdiri meski sering dijatuhkan.

Nico berdiri dengan dada membusung, puas sudah melontarkan kalimat yang menusuk.

“Jadi supir tetaplah supir. Meski bajumu bersih, asalmu tetap dari jalanan. Rania udah bener milih ninggalin kamu. Nggak pantes orang kayak kamu dekat sama perempuan sekelas dia… atau dia ini,” ucapnya sambil melirik Lintang sekilas.

Lintang diam. Ia ingin bicara, tapi belum cukup kenal siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Yang ia tahu, ucapannya menusuk dan baunya penuh kesombongan.

Ganendra mengangkat wajah. Tatapannya tajam, tapi nadanya tetap tenang.

“Sampean datang ke saya bukan karena saya penting, tapi karena sampean belum selesai dengan hidup sendiri.”

Nico mengernyit.

Ganendra berdiri, suaranya pelan tapi mantap.

“Dulu saya dicintai Rania bukan karena saya punya apa-apa, tapi karena saya ada saat dia merasa sendiri. Tapi dia pergi bukan karena saya kurang, dia pergi karena dia milih kenyamanan yang bisa dibeli. Itu haknya.”

Ganendra menatap mata Nico lurus-lurus.

“Tapi kalau sampean masih aja bawa nama dia buat jatuhin saya, berarti sampean bukan pembela, cuma bayangan dari masa lalu yang nggak ikhlas ditinggal.”

Nico menahan napas.

“Dan satu lagi,” imbuh Ganendra, kali ini lebih tajam, “jadi supir memang nggak tinggi. Tapi saya nggak pernah parkir harga diri di depan orang yang sombong.”

Sejenak hening.

Lintang menatap Ganendra seperti melihat sisi lain yang belum pernah ia kira. Ada wibawa, tapi tidak dibuat-buat. Ada luka, tapi tidak dipamerkan. Hanya keteguhan yang berbicara.

Nico tak sanggup berkata apa-apa. Kakinya mundur perlahan, lalu berbalik pergi sambil mengepalkan tangan, menelan harga dirinya sendiri.

Setelah keheningan itu, Lintang bicara pelan.

“Mas Gan… kalimat terakhir itu nyentuh banget.”

Ganendra tersenyum tipis.

“Orang yang ngeremehin kita itu nggak butuh dibenci. Cukup dikasih kaca biar lihat siapa yang sebenarnya kosong.”

Setelah Nico pergi tanpa sepatah kata, suasana terasa lebih ringan, tapi tetap menyisakan getir di udara. Lintang masih duduk diam, memandang Ganendra dengan campuran rasa penasaran dan kagum. Ia ingin tahu lebih banyak, tapi juga takut melukai luka yang belum sepenuhnya kering.

Ganendra duduk kembali di bangku besi, menatap kotak bekalnya yang kini sudah dingin.

Lintang akhirnya memberanikan diri bicara, suaranya pelan.

“Mas Gan… maaf aku nanya. Masih sayang sama Rania?”

Ganendra menghela napas. Tidak tergesa menjawab, tidak juga menghindar. Ia menatap langit sebentar, lalu menunduk dengan pandangan teduh.

“Aku udah nggak cinta lagi sama Rania,” katanya pelan tapi tegas.

Lintang menoleh, menatapnya lebih dalam.

“Dulu mungkin iya. Aku jagain dia, percaya sama semua janji yang kita pernah tulis bareng-bareng. Tapi waktu jalan terus. Dan aku belajar kalau rasa itu bisa sembuh kalau kita mau ikhlas.”

Lintang mengangguk kecil. Tapi hatinya masih menunggu kelanjutannya.

“Bukan karena dia nikah sama orang lain terus aku dendam,” lanjut Ganendra. “Tapi karena aku sadar, cinta yang dipaksa bertahan cuma akan nyakitin dua orang sekaligus.”

Lintang terdiam.

Ganendra tersenyum tipis, pahit tapi lapang.

“Aku belajar, kalau rasa sayang itu bukan buat dipertahankan mati-matian tapi buat dikenang dengan doa yang baik. Dan sekarang, aku cuma pengin hidup tenang, jaga diri, jaga hati. Kalau nanti ada yang datang ya aku terima, asal datangnya pakai hati, bukan sekadar kasihan.”

Lintang meremas jari-jarinya sendiri di pangkuan. Kalimat itu, entah kenapa, terasa seperti sindiran lembut yang justru menyentuh sisi terdalam dalam dirinya.

Ganendra tak menatapnya. Ia justru tersenyum ke arah kosong, seperti melepaskan beban lama yang akhirnya bisa diluruhkan.

Lintang menarik napas pelan, lalu berkata nyaris berbisik.

“Berarti Mas Gan sekarang lagi kosong, ya?”

Ganendra menoleh pelan, menatap Lintang sebentar, lalu tersenyum samar.

“Bukan kosong cuma lagi isi ulang. Biar nanti kalau ada yang datang, nggak ketemu hati yang kering.”

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
sunshine wings
dan kamu emang udah layak dari pertemuan pertama insiden itu Livia .♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Wah aku yg salting.. asekkk.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
hahaha.. energi ya mas.. powerbank.. 💪💪💪💪💪😍😍😍😍😍
sunshine wings
Kan.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Good Ganendra.. 👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yaa begitulah..Mantapkan hati.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Memang ada pilihan lain tapi hati hanya punya satu ya mau gimana lagi ya kan..
sunshine wings
Sudahlaa Lintang nanti makan diri sendiri.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
sunshine wings
kerana Livia yg pertama ada selepas hati Ganendra hancur berkeping².. ♥️♥️♥️♥️♥️
Naila
lanjut
Purnama Pasedu
lintang jadi badai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: duri dalam daging 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😘😘😘😘😘
sunshine wings
Yesss!!! 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
daaan calon suami juga.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Purnama Pasedu
Livia,,,sekali kali ajak ibunya ganen sama ganen ke restoran
Purnama Pasedu: begitu ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum waktunya kak mereka belum resmi pacaran
total 2 replies
sunshine wings
Laa.. rupanya adek sepupu kirain adek sekandung.. buat malu aja.. sadar dri laa ɓiar sedikit.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Al Ghifari
lanjut seru banget
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak insyaallah besok 😘🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!