NovelToon NovelToon
Sabda Buana

Sabda Buana

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ilham Persyada

Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pusaka Tingkat Dua

Begitu tiba di perguruan, Ratnasari segera dibawa ke ruang pengobatan untuk mendapat pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Untungnya, berkat kesigapan Wira, Mahendra, dan Sularsa, serta pertolongan Harya Tama yang tepat waktu, putri semata wayang dari wakil ketua perguruan itu tak sampai mengalami luka yang serius.

Ki Damar sangat lega mendengar hal itu. Beliau mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berusaha mencari dan menyelamatkan putrinya. Selain itu, Ki Damar tentu tak menutup mata terhadap orang-orang yang berperan besar dalam penyelamatan tersebut. Beliau menemui mereka dan menyampaikan rasa terima kasihnya secara khusus.

Mahendra dan Sularsa sampai tak bisa berkata-kata saat Ki Damar mendatangi keduanya untuk berterima kasih. Keduanya menduga Ki Damar masih memandang mereka dengan buruk terkait dengan insiden pengeroyokan yang telah berlalu, tetapi wakil ketua perguruan ternyata adalah sosok pria yang bijak dan menghargai orang lain.

“Setiap orang pasti pernah berbuat salah, tetapi kejadian ini telah menunjukkan padaku kalau kalian memang sungguh ingin berubah dan memperbaiki kesalahan yang pernah kalian lakukan.” kata Ki Damar sambil memegang bahu Mahendra dan Sularsa dalam satu kesempatan.

Selain Mahendra dan Sularsa, Ki Damar juga mengucapkan terima kasih kepada Nala dan Wira. Tentunya, mengetahui kedekatan mereka berdua dengan Ratnasari.

Sebelum-sebelumnya, Ki Damar memang tak pernah mempersoalkan keakraban mereka karena menurutnya dua orang murid pria itu memiliki karakter yang baik dan potensi yang besar. Kini, pandangan Ki Damar terhadap kedua pemuda itu pun sedikit banyak berubah. Ia merasa sangat lega karena Ratnasari memiliki teman yang sungguh peduli, bahkan bersedia melakukan sesuatu berisiko tinggi untuk putrinya itu.

Ki Damar pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Harya Tama dengan cara yang pastinya berbeda dibandingkan saat beliau menghadapi para murid. Hal ini adalah sesuatu yang wajar mengingat Harya Tama bukan lagi seorang murid, melainkan guru sekaligus salah satu pendekar tingkat tinggi yang menduduki posisi penting. Maka, Ki Damar lebih memandang Harya Tama sebagai rekan sejawat walaupun kenyataannya Harya Tama masih tergolong ke dalam juniornya.

Kasus penculikan Ratnasari adalah kasus pertama dalam sejarah Perguruan Rantai Emas, tetapi seluruh penghuni perguruan itu pun berharap ini akan menjadi kasus yang terakhir dan satu-satunya. Dampak dari kejadian ini pun sangat terasa meski tak kasat mata. Setiap murid mulai memiliki pandangan yang lebih dewasa tentang etika dan hubungan setiap orang, khususnya mereka yang sejak dini memang telah bersiap untuk memasuki dunia persilatan.

Bagi penghuni perguruan yang telah berstatus pendekar, peristiwa itu lebih membuka mata mereka akan besarnya potensi para murid atau juniornya. Salah satu hal yang menjadi pemicu hal ini adalah kabar tentang Wira yang dapat mengalahkan seekor siluman ular.

Pastinya, kabar tersebut dengan cepat tersebar. Kesaksian setiap orang, mulai dari murid, pendekar, hingga Prajurit Suranaga tentang hal itu adalah faktor utama di balik beredarnya kabar tersebut. Mengingat Harya Tama pun menjadi salah satu saksi yang membenarkan peristiwa itu, tak ada alasan bagi siapa pun yang telah mendengarnya untuk meragukannya.

“Waaaah … ternyata Wira memang sehebat itu.”

“Sudah kuduga, sosok yang dapat bertahan saat dikeroyok belasan orang pastinya memiliki kemampuan yang tidak biasa.”

“Wira? Bukankah ini adalah murid yang juga membantu tugas para pekerja?”

“Hmm … ternyata perkembangannya cukup mengerikan ….”

“Ah, belakangan ini si Wira memang sering jadi perhatian ya.”

“Eh Eh, kalau dipikir-pikir, ternyata Wira tampan juga ya.”

“Ah menurutku Nala masih jauh lebih tampan.”

“Tapi bukankah selama ini Ratnasari selalu perhatian kepada Wira ya?”

“Itu kan biasaaa, kerena mereka bertiga adalah teman dekat ….”

“Menurutku, Nala masih lebih tampan sih,”

“Tapi Wira memang lumayan charming juga ya …”

Selain di antara para murid dan para pendekar, baik laki-laki maupun perempuan, jajaran petinggi di perguruan pun turut menjadikan Wira sebagai pembicaraan.

“Apa kubilang! Bakat anak ini sebenarnya memang luar biasa. Hahaha!” kata Alang Ganendra.

“Hm … sejak dulu, anak ini memang rajin kan dalam latihannya.” Gayatri Puspa, salah satu pendekar wanita terkuat di Perguruan Rantai Emas berkomentar.

“Aku juga terkejut awalnya,” Harya Tama berpendapat sambil mengelus dagunya, “tetapi beberapa pendekar yang kuminta memeriksa tidak mungkin berbohong.”

“Belakangan ini, aku mendapati perkembangan pesat dalam ilmu bela dirinya,” Alang menghela napas, “sepertinya setiap selesai latihan harian, selain melakukan tugasnya, Wira juga berlatih keras.”

“Luar biasa …, saat ini sepertinya semakin jarang kita menemukan murid yang memiliki ketekunan sepertinya.” tambah seorang pendekar wanita lainya, Sasi Puspita.

...***...

Terlepas dari semua pembicaraan itu, Wira sendiri sungguh merasa tak hanya dirinya yang layak mendapat apresiasi dalam penyelamatan Ratnasari. Memang, sebagai salah satu teman dekatnya, Wira memiliki motivasi lebih untuk hal itu, tetapi ia tak pernah mengesampingkan peran orang-orang yang membantunya dalam menyelamatkan teman dekatnya.

Oleh karena itu, Wira cukup terkejut saat Ki Damar mendatanginya secara pribadi dan memintanya untuk ikut ke ruang senjata yang ada di perguruan. Wira masih tak percaya ketika Ki Damar bahkan memintanya untuk memilih salah satu senjata yang ada di ruangan tersebut.

Ruang senjata di Perguruan Rantai Emas terdiri dari tiga bagian. Bagian terdepan adalah ruang senjata umum, tempat senjata-senjata berkualitas standar dalam dunia persilatan. Pedang Wira yang sebelumnya termasuk dalam senjata seperti ini, tetapi kualitasnya termasuk yang paling rendah.

Bagian kedua adalah satu ruangan yang bernama ruang pusaka tingkat 3. Senjata yang terdapat dalam ruangan ini lebih sedikit, tetapi kualitasnya jauh di atas ruang senjata umum. Sesuai namanya, ruang pusaka tingkat 3 ini pun berisi senjata pusaka tingkat 3, yaitu tingkat terendah dalam klasifikasi senjata pusaka.

Senjata pusaka biasanya memiliki bahan khusus yang lebih kuat dari senjata biasa. Apabila senjata umum dibuat oleh pandai besi biasa dan diproduksi secara masal, senjata pusaka biasanya dibuat oleh seorang empu. Selain menggunakan logam pilihan, tak jarang terdapat bahan lain yang berupa batu permata alam, inti monster atau inti siluman, dan sebagainya.

Oleh karena itu, Wira semakin terkejut sebab Ki Damar membawanya melalui bagian tempat senjata umum, bahkan melewati bagian tempat pusaka tingkat 3. Beliau baru berhenti pada bagian tempat pusaka tingkat 2.

“Aku dengar kau kehilangan pedangmu saat menghadapi siluman ular itu, jadi kau boleh memilih salah satu pedang atau senjata lain yang ada di sini dan memilikinya.”

“Wakil Ketua, bukankah ini agak … berlebihan?”

“Wira, kau telah menyelamatkan putriku. Sudah sepantasnya aku sedikit membalas budimu. Lagi pula, aku sudah mendapat persetujuan Ketua Raksala untuk hal ini. Beliau terlihat sangat bangga padamu.”

Wira masih merasa segan sebab biasanya hanya sedikit dari mereka yang telah mencapai ranah pendekar purwa yang dapat memilih salah satu pusaka tingkat 2 ini.

“Nak, pastinya aku membawamu ke sini bukan sekadar karena apa yang kau lakukan. Saat berbicara dengan Ketua Raksala, aku juga ditemani oleh Alang dan Harya. Menurut Alang,i kapasitas tenaga dalam dan kemampuan bertarungmu seharusnya dapat mengimbangi mereka yang berada di ranah puncak pendekar purwa.”

“Bahkan,” Ki Damar melanjutkan, Harya mengatakan orang yang dapat menghabisi siluman setingkat yang kau hadapi itu seharusnya paling tidak telah berada di ranah pendekar madya. Artinya, kami semua meyakini bahwa kau telah layak menggunakan senjata pusaka dengan tingkat ini. Jadi, tak seharusnya kau meragukan kemampuanmu sendiri.”

Ki Damar meninggalkan Wira sendiri di tempat itu agar dirinya lebih leluasa. Beliau mengatakan agar menemuinya lagi di bagian administrasi ruang senjata yang ada di depan setelah memilih salah satu di antara pusaka tingkat 2 ini.

“Hmm … pusaka tingkat dua ya …,” Wira bergumam sambil mulai menelusuri rak dan mengamati satu persatu senjata pusaka yang ada di situ, “tak kusangka aku dapat memiliki salah satu di antara pusaka setingkat ini.”

Dengan kepekaan indranya saat ini, Wira bahkan dapat merasakan aura yang cukup kuat dari senjata-senjata yang ada di tempat itu, mulai dari keris, tombak, pisau, pedang, trisula, pedang pendek, tongkat, dan sebagainya.

Setelah beberapa waktu, tatapan Wira jatuh pada sebilah pedang yang tergantung di dinding. Seluruh bagian pedang itu berwarna perak. Wira mengambil dan menariknya. Panjang bilahnya kurang lebih 90 cm tanpa ukiran apa pun.

Wira tersenyum, ia menggerakkan pedang itu dan mendapati pegangannya pada gagang pedang begitu nyaman. Wira tak bisa memastikan, tetapi menurut perkiraannya, berat pedang itu sekitar satu kilogram. Meski demikian, bentuk dan setiap dimensinya menunjukkan kekokohan yang jauh melebihi senjata biasa.

Di samping itu, ada perasaan yang membuat Wira semakin menyukai pedang perak tersebut. Seolah, ketika memegangnya, ada resonansi antara pedang itu dengan tenaga dalamnya yang membuat dirinya merasa begitu mengenal senjata pusaka tersebut.

Wira teringat perkataan Ki Damar bahwa tak seharusnya ia meragukan kemampuannya sendiri. Namun, Wira pun sadar bahwa ia pun harus tetap membuang jauh-jauh pemikiran yang membuatnya menjadi tamak.

“Mulai sekarang, kau akan menemani perjalananku.” katanya dalam hati.

Seakan menyambut pemilik barunya, bilah pedang itu mengeluarkan semacam aura keperakan yang berpendar dan membuat Wira terkesiap. Setelah pendaran itu menghilang, Wira menyarungkan pedang tersebut dan meninggalkan tempat itu.

1
anggita
like, iklan utk novel fantasi timur lokal, moga lancar👌
anggita
Wira...,,, Ratnasari😘
Mythril Solace
Seru banget ceritanya, thor! Alurnya ngalir dan gaya penulisannya hidup banget—bikin aku kebawa suasana waktu baca. Aku juga lagi belajar nulis, dan karya-karya kayak gini tuh bikin makin semangat. Ditunggu update selanjutnya ya! 👍🔥
Ilham Persyada: siyap kak ..🫡
total 1 replies
Hillary Silva
Gak kebayang ada cerita sebagus ini!
Kaede Fuyou
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
Ilham Persyada: terima kasih Kak ... mohon dukungannya 🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!