NovelToon NovelToon
Istri Kontrak Sang Duda Kaya

Istri Kontrak Sang Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Demi melunasi utang ayahnya yang menumpuk, Rumi rela menikah kontrak dengan Radit, duda kaya raya yang kehilangan istrinya tiga tahun silam karena perceraian.

Bagi mereka, pernikahan ini tak lebih dari sekadar kesepatakan. Rumi demi menyelamatkan keluarganya, Radit demi menenangkan ibunya yang terus mendesak soal pernikahan ulang. Tak ada cinta, hanya kewajiban.

Namun seiring waktu, Rumi mulai bisa melihat sisi lain dari Radit. Pria yang terluka, masih dibayang-bayangi masa lalu, tapi perlahan mulai membuka hati.

Saat benih cinta tumbuh di antara keterpaksaan, keduanya dihadapkan pada kenyataan pahit, semua ini hanyalah kontrak. Dan saat hati mulai memiliki rumah, mereka harus memilih. Tetap pada janji atau pergi sebelum rasa itu tumbuh semakin dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Tanpa Jarak

Pagi itu, Rumi datang lebih awal dari biasanya. Ia baru saja menempel gambar hasil karya murid-murid di papan pajangan saat suara langkah kaki mendekat dari arah ruang kepala sekolah.

"Bu Rumi," sapa Bu Lilis, kepala sekolah. "Ada yang ingin saya kenalkan."

Rumi membalikkan badan.

Deg.

Dimas berdiri di sana, mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Senyumnya masih seperti dulu—hangat, tapi sekarang terasa lebih asing.

"Ini Dimas. Kebetulan yayasan tempat dia dan ayahnya bergerak ingin menjalin kerja sama dengan sekolah ini," jelas Bu Lilis.

"Kita lagi bangun program pembinaan karakter dan beasiswa untuk anak-anak," tambah Dimas. "Dan ternyata, kamu di sini, Rum."

Rumi mengangguk kecil. "Iya, udah hampir tiga tahun."

"Aku nggak akan ganggu, tenang aja," ucap Dimas, seolah membaca kecanggungan Rumi. "Aku tahu kamu udah bahagia sekarang."

Rumi mengangguk lagi. Tapi tetap, hatinya terasa sedikit bergetar.

Radit baru pulang kerja. Jasnya disampirkan ke sandaran sofa. Ia menghampiri Rumi yang sedang duduk di ruang tamu sambil mengerjakan sesuatu di laptopnya.

"Ada yang menarik hari ini di TK?" tanya Radit sambil duduk di sebelahnya, mencium ubun-ubun sang istri.

"Anak-anak mulai latihan buat acara perpisahan. Seru banget," jawab Rumi sambil tersenyum kecil.

Radit mengangguk, lalu bangkit ke dapur. Di meja makan, ia melihat sebuah brosur. Tertera logo yayasan milik ayah Dimas, lengkap dengan nama dan tanda tangan Dimas sebagai koordinator program.

Radit mengambilnya. Tatapannya berubah.

"Kamu kerja sama sama yayasan ini?" tanyanya dari arah dapur.

Rumi menoleh. "Iya, sekolah kerja sama untuk program beasiswa."

"Kenapa kamu nggak bilang?"

Rumi terdiam sejenak. "Aku nggak ngerasa itu penting, Mas. Lagian Dimas cuma datang sekali, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."

Radit meletakkan brosur itu ke meja, lalu berjalan mendekat. Wajahnya tenang, tapi jelas ada ketegangan.

"Rum, aku bukan cemburu buta. Tapi aku suami kamu. Setidaknya, aku pengen tahu siapa aja yang masuk ke dunia kamu, apalagi orang dari masa lalu."

Rumi menunduk. "Maaf. Aku cuma nggak mau kamu salah paham."

Radit mendekap Rumi. "Aku ngerti, tapi jangan lindungin aku dari rasa cemburu. Aku lebih suka diberitahu dan kita ngobrol baik-baik daripada disimpan diam-diam. Mengerti?"

...****************...

Hari perpisahan pun tiba.

Suasana aula TK penuh dengan hiasan warna-warni. Anak-anak tampil dengan kostum lucu, para orangtua duduk di kursi undangan. Rumi sibuk mengatur barisan anak-anak, sementara dari kejauhan, Dimas datang membawa buket bunga kecil.

"Selamat ya, Rumi. Acaranya meriah banget," sapa Dimas sambil menyerahkan bunga.

Rumi tersenyum canggung. "Makasih. Ini semua kerja keras anak-anak juga."

Belum sempat Rumi menanggapi lebih jauh, suara langkah sepatu pria terdengar dari arah pintu. Radit masuk dengan jas kasual, membawa sebuah kamera di tangan.

"Sayang, lupa aku kasih kameranya tadi pagi. Kamu pasti butuh buat dokumentasi," katanya, matanya menatap Dimas dengan penuh makna.

Rumi tertegun. "Kok Mas Radit bisa datang? Bukannya lagi di kantor?"

"Aku penasaran sama acara perpisahan anak-anak. Kayaknya seru," jawab Radit sambil tersenyum, lalu merangkul pinggang Rumi dengan lembut tapi tegas.

Dimas mengangguk pelan, menyadari kehadiran Radit bukan sekadar iseng. Sorot matanya sedikit berubah—ada pengakuan di sana, bahwa Rumi bukan lagi miliknya.

Radit menatap Rumi, "Aku bantu fotoin kamu sama murid-murid, ya. Momen kayak gini harus diabadikan."

Rumi hanya bisa tersenyum. Hangat. Dan kali ini, ia yakin sepenuhnya bahwa Radit adalah rumahnya.

Aula mulai sepi. Orangtua dan anak-anak sudah pulang. Rumi dan Radit duduk di bangku taman kecil, melepas lelah. Dimas datang menghampiri, membawa jaketnya yang sempat ditaruh di ruang guru.

"Rumi …" panggilnya pelan.

Rumi berdiri, Radit ikut berdiri di sampingnya.

"Terima kasih buat momen hari ini. Aku senang bisa lihat kamu sekarang. Bahagia," kata Dimas, mencoba tersenyum.

Rumi menatapnya, lembut. "Makasih juga udah datang. Semoga kamu juga bahagia."

Dimas melirik Radit sekilas. "Anda orang yang beruntung, Pak Radit."

Radit menjawab dengan tenang, "Saya tahu."

Dimas mengangguk, lalu pergi tanpa menoleh lagi. Rumi menatap punggungnya sampai menghilang di balik gerbang sekolah.

Radit menggenggam tangan Rumi. "Masa lalu itu bukan buat dilupakan, tapi cukup dikenang. Tapi sekarang kamu punya aku, Rum. Dan aku nggak akan ke mana-mana."

Langit mulai gelap ketika anak-anak sudah benar-benar pulang. Dimas pamit lebih dulu, menyisakan Radit dan Rumi yang berdiri bersebelahan di halaman sekolah yang mulai lengang. Suasana hening, hanya diisi suara daun yang bergoyang pelan diterpa angin sore.

Radit menatap Rumi yang tampak masih terbawa haru.

"Ayo pulang," ucap Radit lembut sambil menyentuh tangan Rumi. "Tapi kita gak langsung ke rumah."

Rumi menoleh dengan kening mengernyit. "Mau ke mana?"

Radit hanya tersenyum misterius. "Ikut aja, ya. Aku pengin kita punya malam yang cuma buat kita berdua."

Sebelum Rumi sempat banyak bertanya, Radit mengajaknya masuk ke mobil. Di dalam, suasananya sunyi, tapi tak canggung. Sesekali Rumi melirik Radit, mencoba menebak isi kepalanya.

Mobil berhenti di sebuah butik elegan yang tampak sudah ditutup untuk umum.

“Masih sempat-sempatnya mampir ke butik?” tanya Rumi heran.

Radit turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Rumi. “Ini memang buat kamu,” katanya sambil tersenyum lembut. “Masuklah. Pilih gaun yang kamu suka. Tapi, ada satu yang sudah aku siapkan khusus.”

Rumi menatap Radit tak percaya. “Kenapa kamu segitunya?”

“Karena kamu istriku, Rumi. Dan malam ini, aku pengen kamu jadi perempuan paling cantik yang ada di ruangan itu.”

Rumi menggigit bibir bawahnya, matanya mulai berkaca. “Gombal banget.”

Radit tertawa kecil. “Tapi dari hati.”

Setelah berganti dengan gaun berwarna wine-red yang elegan dan menawan, Rumi keluar dari ruang ganti. Radit yang sudah menunggu dengan setelan jas hitam rapi, langsung terpaku saat melihatnya.

“Ya Allah …” gumamnya. “Beneran, Rumi. Kamu cantik banget.”

Rumi merona, menunduk malu. “Jangan lihat terus, Mas.”

“Tapi aku nggak bisa berhenti,” jawab Radit, lalu menyodorkan tangannya. “Siap untuk malam kita?”

Rumi mengangguk pelan, menerima tangan Radit dengan senyum malu-malu.

Malam mulai turun sempurna ketika mobil mereka berhenti di salah satu hotel bintang lima milik Radit. Dari luar tampak biasa, tapi di lantai paling atas, sebuah ruang makan pribadi telah dihias elegan. Lilin-lilin kecil menyala lembut di tiap sudut ruangan. Meja untuk dua orang telah tertata rapi dengan bunga mawar putih dan anggrek ungu sebagai centerpiece.

Radit menggandeng tangan Rumi saat memasuki ruangan itu.

"Masya Allah ..." bisik Rumi. "Ini … buat kita berdua?"

Radit tersenyum, kemudian menatapnya dalam. "Kamu nggak tahu betapa aku pengen lihat kamu duduk di ruangan ini. Sebagai istriku, sebagai seseorang yang benar-benar aku sayangi."

Rumi terdiam. Hatinya berdegup pelan tapi dalam.

Radit menarik kursi untuknya. "Silakan duduk, Nyonya Radit Wijaya."

Rumi duduk dengan senyum tipis yang tak bisa disembunyikan. Ia memandangi Radit yang kemudian ikut duduk di depannya. Diiringi musik lembut dari biola yang dimainkan live oleh satu orang musisi, suasana terasa seperti dunia hanya milik mereka berdua.

Beberapa menu mulai disajikan. Tak terlalu mewah, tapi semua tampak personal—dari makanan favorit Rumi hingga dessert yang mereka cicip bersama-sama.

Di sela-sela makan, Radit menggenggam tangan Rumi di atas meja.

"Rumi ..." ucapnya pelan, serius. "Aku tahu perjalanan kita enggak biasa. Tapi aku nggak pengen lagi ada batas, rahasia, atau apapun di antara kita. Dan kalau kamu izinkan, aku mau cintai kamu, sepenuh hati."

Rumi menggigit bibirnya, matanya berkaca.

"Kenapa kamu selalu tahu cara bikin aku nangis, Mas?" bisiknya, lirih.

Radit mengusap punggung tangannya. "Karena aku tahu kamu layak untuk dicintai dengan cara paling tulus."

Setelah menyelesaikan makan malam, Radit mengajak Rumi berjalan ke balkon privat yang menyatu dengan ruang makan. Angin malam menyapu lembut rambut Rumi, sementara cahaya lampu kota berkilau di bawah sana.

"Aku masih belum percaya kamu benar-benar di sini," ucap Radit pelan, membelai pipi Rumi dengan punggung jarinya.

Rumi hanya tersenyum, gugup namun bahagia.

Radit mendekat, jemarinya menelusuri lekuk leher Rumi yang terbuka karena gaun tanpa lengan yang dikenakannya. Tatapan mereka bertemu—hangat, dalam, dan saling memahami.

"Kamu cantik banget malam ini," bisiknya di telinga Rumi. "Aku rasa ... aku akan kehilangan kendali kalau terus menatap kamu kayak gini."

Rumi memejamkan mata saat Radit mencium keningnya. Lalu turun ke pipi. Hidung mereka bersentuhan sebelum bibir mereka akhirnya saling bertemu. Lembut. Hangat. Tapi penuh rindu yang menumpuk.

Radit menggenggam pinggang Rumi dan membawanya perlahan ke dalam ruangan lagi. Tapi bukan ke meja makan—melainkan ke sebuah kamar yang didekor dengan bunga mawar merah.

Malam itu, tak ada lagi jarak di antara mereka. Yang ada hanya dua hati yang akhirnya saling membuka tanpa syarat. Tanpa kontrak.

1
NurAzizah504
MALES. MINTA SAMA RUMI AJA
Tanz>⁠.⁠<
kangen di tanyain kau kan 🤣
NurAzizah504: iya lagii /Sob/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
kurang malu aja 🤭
NurAzizah504: duh, jleb banget /Joyful/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
dit? gak merinding kah
NurAzizah504: merinding sebadan badan /Sob/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
gak usah di pikirin dit, langsung coba aja biar tau 🤣
NurAzizah504: waduh, bisa kah? /Facepalm/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
jadi pengen nyanyi lagu stecu nih jadi nya gara gara keingat, pandang pertama lihat nona langsung suka~ 😭🙏🏻
NurAzizah504: langsung velocity ya, Kak /Facepalm/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
seminggu Banget nih umur nya, muda banget ya Bun 😭
NurAzizah504: iya, muda belia /Facepalm/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
heh! mulutnya Jangan tanya jatah dong /Chuckle/
NurAzizah504: wkwk, soalnya dia tau kalo itu cuma nikah kontrak
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
sakit banget kayaknya /Grimace/
NurAzizah504: sakit tak berdarah
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
ehem ehem 🤭
NurAzizah504: udh mulai perhatian juga, wkwk
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
KERJA PAK KERJA /Grin/
Tanz>⁠.⁠<
hadeh die lagi die lagi /Facepalm/
NurAzizah504: duh, gimana ya ngomongnya /Sob/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
kalo di liat liat Radit kayak nya orang baik deh, jangan di kuras dulu harga nya plz 😅
NurAzizah504: tau tuh. si novi langsung digas maunya /Facepalm/
Tanz>⁠.⁠<: eh harta maksudnya
total 2 replies
Tanz>⁠.⁠<
keliatan banget aura gak mau kalah 😭
NurAzizah504: dah gitu gamau kalah lagi
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
baik menurut mu aja kali, menurut Radit beda lagi 🤣
NurAzizah504: iya, tau tuh si widya /Facepalm/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
hey hey hey, gak boleh gitu ya nanti congor mu kena azab loh /Chuckle/
NurAzizah504: kita nantikan aja, azab spt apa yang bakalan dia terima /Proud/
total 1 replies
Tanz>⁠.⁠<
bener rum cerita aja, itulah fungsi sahabat untuk tempat tukar cerita suka dan duka
NurAzizah504: sahabat spek Novi emg gada duanya
total 1 replies
Author Sylvia
moga aja Dimas bukan jadi orang ketiga buat hubungan Rumi dan Radit.
NurAzizah504: semoga saja, Kak /Sob/
total 1 replies
Author Sylvia
so sweet banget sih /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
NurAzizah504: baru sah soalnyaaa
total 1 replies
Author Sylvia
jadi pengen punya cowok seperti Radit, perhatian banget ke ceweknya.
NurAzizah504: suami aja, Kak. biar sah sekalian /Joyful/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!