Kisah pernikahan paksa yang di alami oleh seorang gadis berusia 22 tahun dengan seorang laki-laki arogan yang di pilih ayahnya sebagai mempelai pria putrinya.
Sabrina, terpaksa menerima pernikahan ini demi menyelamatkan perusahaan milik ayahnya yang hampir bangkrut, dia harus merelakan dirinya sebagai alat balas budi kepada laki-laki yang telah bersedia membantu keluarganya.
Meskipun sang suami adalah laki-laki yang begitu tampan dan mapan, Sabrina kurang menyukainya. Sabrina memiliki karakter yang cenderung mudah mengeluh dan keras kepala, ia wanita yang tidak suka di atur dan bertindak sesukanya.
Di novel ini, kalian akan di buat kesal tujuh turunan sama si pemeran utama. HAHAHA
Selamat membaca, semoga suka ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Segelas susu
Perut kenyang hatipun senang, itulah perasaanku saat ini.
Kepergian tuan Arga malam ini membuat hatiku sedikit lebih tenang, setidaknya aku terhindar dari ketakutan malam pertama yang sudah menghantui hati dan pikiranku sedari tadi.
Semoga tuan Arga kembali kesini besok pagi, aku ingin sekali tidur dengan nyenyak malam ini, suasana kamar ini begitu menenangkan, ini akan membantuku tidur dengan pulas, syukurlah.
...
Waktu sudah menunjukkan tengah malam, tapi mata ini enggan terpejam, meskipun aku mencoba mematikan semua lampu, berharap bisa lekas mengantuk, tapi rasanya percuma, itu hanya membuatku takut sendirian.
Suasana yang begitu sunyi membuatku merinding, samar-samar aku mendengar kran air yang menyala dari dalam kamar mandi.
Aku disini sendirian kan, sepertinya kran air itu menyala dengan sendirinya, aku takut, jangan-jangan kamar ini ada hantunya. mengerikan sekali.
Dengan langkah berjinjit aku menuruni tempat tidur dan membuka pintu kamar mandi secara perlahan. Kosong!
Apa ini hanya perasaanku saja, tadi sepertinya aku mendengar suara kran air menyala, nyatanya lantai ini saja terasa kering. Tuan Arga kembalilah, aku takut sekali sendirian disini. Sungguh, kali ini aku menginginkan kehadiranmu.
Aku kembali ke atas tempat tidur dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal, dengan posisi meringkuk seperti orang kedinginan. Mata ini seakan enggan untuk dipejamkan, hanya suara detak jam dinding yang terdengar nyaring di telingaku.
"Sabrina!" suara seseorang terdengar tidak jauh dari tempat tidur. Aku semakin menggigil ketakutan, aku merapatkan selimut dan membaca doa apapun yang aku hafal.
"Sabrina!" suara itu pelan, semakin terdengar dekat. Sepertinya ada tangan dingin yang memasuki selimut dan meraba ujung kakiku.
"Aaaaaaaa." Aku berteriak sekeras mungkin, sampai pita suaraku terasa ingin putus sambil menghentakkan kaki menendang selimut kesegala arah.
"Apa yang kau lakukan, kau ini kesurupan atau bagaiman. Diam!" tuan Arga memukul kakiku dengan keras. Aku meringis mengelus kaki bekas pukulannya.
"Tuan, tuan sudah kembali, syukurlah." Aku bangun lalu memeluk selimut.
"Kau ini kenapa teriak-teriak seperti melihat hantu saja!"
"Saya takut tuan."
"Hah, apa yang kau takutkan?" tuan Arga tersenyum miring melihatku.
"Takut ada hantu, saya takut sendirian."
"Kau takut hantu? Hahaha, bukannya hantu lebih takut padamu." Dengan tawa lebar mengejek.
"Saya tadi mendengar kran air menyala sendiri, pas saya cek ke kamar mandi, ternyata tidak ada, bahkan lantainya saja kering." Aku menjelaskan kejadian barusan tanpa peduli dia meledekku, aku benar-benar takut.
"Kau hanya berhalusinasi, penakut sekali, sudah tidurlah!"
Akupun menjatuhkan diri diatas kasur, mencoba untuk tidur. Aku tidur disisi kanan, tuan Arga disisi kiri, aku sengaja menaruh dua guling diantara kami, takut terjadi apa-apa. Beberapa kali aku menolehnya yang gelisah tidak bisa tidur, akupun sama.
"Tuan?" aku bertanya sambil menghadap kearah jendela, aku tidak percaya diri melihatnya.
"Hmm"
"Tuan tidak bisa tidur?"
"Ya, ada apa?"
"Kenapa tuan tidak bisa tidur?"
"Aku tidak terbiasa berbagi tempat tidur!"
"Lalu bagaimana?" aku bingung harus menjawab apa.
"Tidurlah di sofa, aku sudah tidak tahan ingin tidur," ucapnya tanpa merasa berdosa.
"Apa?" aku tidak percaya dia mengusirku dari tempat tidur.
"Kau tidak dengar? jangan-jangan kau ini tuli, bawa selimutmu dan tidur disana!" dia serius menunjuk sofa tidak jauh dari tempat tidur ini.
Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah menikah denganmu, tuan Arga. sekarang kau mengusirku dan menyuruhku tidur disofa ini, padahal awalnya aku hanya bertanya untuk basa-basi karena aku sendiri tidak bisa tidur, ini namanya sudah jatuh, tertimpa tangga pula, Menyebalkan!
...
Waktu sudah menunjukkan dini hari, aku sama sekali tidak bisa tidur, ukuran sofa yang tidak begitu besar membuatku kesulitan mencari posisi tidur yang nyaman, aku mencoba miring ke kanan dan ke kiri, tengkurap, bahkan sambil menaikkan kaki diatas sandaran sofa, tapi percuma saja, aku tidak mengantuk.
Aku bangkit dan berjalan mendekati tuan Arga yang sudah tertidur dengan pulas, mendekap guling sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Aku memperhatikan dengan seksama manusia tidak tahu terimakasih dan tidak memiliki rasa bersalah itu.
Enak sekali dia, tidur dengan nyenyak tanpa merasa berdosa mengusirku tidur disofa sempit, kalau memang kau tidak bisa berbagi tempat tidur, harusnya berikan aku kamar yang terpisah, kalau seperti ini kau jadi menganiayaku. Aku kehilangan momen istirahatku yang berharga, dasar!
Aku berjalan menyusuri kamar ini dengan kaki yang ku angkat pelan-pelan, agar tidak membangunkan macan gila yang sedang tidur, ternyata kamar ini memiliki dapur berukuran mini, lengkap dengan lemari pendingin serta meja makan berukuran kecil dengan dua kursi.
Aku membuka lemari pendingin dan menemukan sekotak susu bubuk, menyalakan kompor lalu merebus air untuk menyeduh susu ini, semoga dengan meminum segelas susu bisa membantuku tertidur dengan nyenyak.
"Kau sedang apa?" suara tuan Arga mengagetkanku.
"Eh tuan, saya sedang membuat susu hangat." Aku bingung, bisa-bisanya dia mengikutiku sampai ke dapur, padahal jelas-jelas tadi aku melihatnya tidur dengan pulas.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?"
"Tidak tuan, saya hanya terkejut, karena tadi tuan tidur nyenyak dan sekarang sudah berdiri disini."
"Kau berisik sekali di dapur, membuatku terbangun, sekarang aku sudah tidak bisa tidur dan aku ingin susumu."
Eh, dia mau susuku, susu apa maksudnya, bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan, Tuhan tolong aku!
"Kenapa diam saja, berikan susumu!"
"Susu? susu apa tuan?" aku kebingungan.
"Kau bilang tadi membuat susu hangat?"
"Iya, tuan mau susu hangat ini?" aku menyodorkan segelas susu padanya.
"Lalu menurutmu susu apa lagi? dasar otak mesum!" dia melirik sambil berlalu pergi meninggalkanku yang berdiri menahan malu yang sudah memuncak di ubun-ubun.
Memalukan sekali, ku pikir dia tadi meminta susu yang berbeda, eh ternyata, ingin sekali menutup wajahku dengan teflon untuk menghilangkan maluku ini, ya Tuhan, kenapa pikiranku jadi mesum begini.
Aku kembali menyeduh segelas susu untukku sendiri dan keluar dari dapur, membuka pintu dapur sedikit demi sekidit, berharap tuan Arga sudah kembali tidur. Sungguh, aku benar-benar malu karena kejadian barusan. Aku mengintipnya yang sedang duduk disofa menikmati susu hangat buatanku sambil memainkan ponsel pintarnya.
"Tidurlah di kasur, aku sudah tidak mengantuk." Dia berkata tanpa menoleh padaku, meneguk susu digelas kaca itu sampai habis tak tersisa.
"Baiklah." Aku mengangguk lalu menaiki kasur besar ini, setelah segelas susu menghangatkan kerongkongan, rasa kantuk langsung menyerang.
...
Sinar matahari pagi membangunkanku, tepat didepanku, karena jendela ini langsung menghadap kearah timur dengan pemandangan kota yang sudah sesak penuh kendaraan dan polusi, gedung-gedung tinggi menjulang terlihat di berbagai sisi.
Aku menyibak selimut yang menutupi tubuhku. Syukurlah, aku masih mengenakan pakaian lengkap, aku benar-benar takut tuan Arga melakukan sesuatu padaku, meskipun aku menyadari bahwa kita sudah menjadi pasangan suami istri yang sah.
Aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi dengan rambut berantakan seperti singa yang baru terbangun dari tidurnya.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka tepat saat aku berada di depannya, tuan Arga keluar dengan rambut yang masih basah, melilitkan handuk dipinggangnya membuat dada bidangnya terlihat begitu sempurna.
Dia menatapku lekat, mendekatkan wajahnya padaku, jarak wajah kami hanya berkisar antara dua jari, keringat dingin membanjiri tubuhku, dia menelan salivanya dan terus mencoba mendekat, aku berangsur mundur dengan teratur.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih banyak sudah membaca, jangan lupa tinggalkan Like dan beri komentar yaa ❤️❤️
semoga suka, sama kayak novel othor yg lainnya,,,,
🥰🥰🥰🥰
.justru klo hamil nanti Arga JD makin sayang
.walopun mulutnya Kdng sesuka
hati nya ..kamu hidup dalam kemewahan kok