Dilarang memplagiat karya!
"Pernikahan kontrak yang akan kita jalani mencakup batasan dan durasi. Nggak ada cinta, nggak ada tuntutan di luar kontrak yang nanti kita sepakati. Lo setuju, Aluna?"
"Ya. Aku setuju, Kak Ryu."
"Bersiaplah menjadi Nyonya Mahesa. Besok pagi, Lo siapin semua dokumen. Satu minggu lagi kita menikah."
Aluna merasa teramat hancur ketika mendapati pria yang dicinta berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Tak hanya meninggalkan luka, pengkhianatan itu juga menjatuhkan harga diri Aluna di mata keluarga besarnya.
Tepat di puncak keterpurukannya, tawaran gila datang dari sosok yang disegani di kampus, Ryuga Mahesa--Sang Presiden Mahasiswa.
Ryuga menawarkan pernikahan mendadak--perjanjian kontrak dengan tujuan yang tidak diketahui pasti oleh Aluna.
Aluna yang terdesak untuk menyelamatkan harga diri serta kehormatan keluarganya, terpaksa menerima tawaran itu dan bersedia memainkan sandiwara cinta bersama Ryuga dengan menyandang gelar Istri Presiden Mahasiswa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13 Tiga Puluh Menit
Happy reading
Langit tak lagi tumpahkan tangis. Kain yang membalut tubuh Ryuga dan Ayu pun sudah sedikit mengering. Sisakan sensasi dingin yang mendekap.
Setelah mengantar Aluna pulang ke rumahnya, Ryuga membawa Ayu ke Kafe Tiga Ceret untuk berbincang sekaligus makan siang. Tentu atas seizin Arjuna--suami Ayu.
Ada penjelasan yang ingin Ryuga dengar dari bibir Ayu sebelum esok pagi statusnya berubah.
Dua cangkir wedang secang dan dua piring selat Solo tersaji di atas meja. Tampilannya menggoda untuk segera dilahap. Namun, baik Ayu maupun Ryuga masih enggan menjamah.
Mereka setia dalam diam untuk waktu yang cukup lama. Tiga puluh menit.
Jika Ayu masih single, mungkin Ryuga akan meminta vokalis Jamrud untuk melantunkan lagu 'Pelangi Di Matamu'. Liriknya pas untuk menggambarkan suasana saat ini.
Dulu, sewaktu masih duduk di bangku SMA, Ryuga pernah melantunkan lagu untuk Ayu. Berharap wanita yang dicinta akan mendengar dan tersentuh.
Sayang, harapannya menguap. Terusir oleh rasa kecewa yang membelit jiwa.
Lambat laun, rasa kecewa itu sirna. Berganti legawa.
"Dimakan selat Solonya, jangan cuma diliatin!" Kalimat itu terlontar dari bibir Ryuga. Memecah hening dan mendorong Ayu untuk menimpali.
"Kamu juga. Buruan dimakan selat Solonya. Nggak usah jaim," ujarnya--menyelipkan canda.
"Ck, kapan gue jaim di depan lo?"
"Sekarang mungkin."
"Gue nggak jaim. Gue cuma lagi nggak mood makan."
"Kalau lagi nggak mood makan, ngapain malah ke kafe? Kita bisa ngobrol di rumahku, ditemani Aruna sama Mas Juna."
"Kali ini, gue cuma pingin ngobrol berdua sama lo. Ada yang pingin gue denger dari lo sebelum besok pagi ... status gue berubah." Ryuga mengunci atensi dan menatap lekat objek yang menjadi lawan bicara.
"Apa yang ingin kamu dengar dariku?"
"Gue pingin denger penjelasan --"
Ayu mengerutkan dahi dan melayangkan tatapan penuh tanya. Menuntut Ryuga untuk melanjutkan ucapan yang sesaat terjeda.
"Kenapa lo ngebet banget jodohin gue sama Aluna, sampai-sampai lo minta mama turun langsung buat ikut campur? Lo maksain kehendak dan nggak mikir gimana perasaan gue --"
"Gue nggak yakin kalau alasan lo cuma Political Marriage --"
"Lo sadar nggak, apa yang lo lakuin ini sempet bikin gue ngerasa hancur sehancur hancurnya?"
Sepasang mata Ayu merambang ketika mendengar rangkaian kata yang terlontar dari bibir Ryuga. Terdengar datar. Namun tepat mengenai ulu hati dan mencipta sensasi ngilu.
Rasa bersalah mencekik. Membungkam mulut yang ingin tuturkan kata 'maaf' dan penjelasan.
"Gue tau, lo cuma pingin gue move on kan? Tapi jangan gini caranya. Kalau udah waktunya move on, pasti gue move on. Toh, selama ini gue nggak berniat buat ngerusak hubungan lo sama Bang Juna. Gue tau diri. Gue nggak pernah berarti buat lo dan nggak ada tempat di hati lo --"
"Cukup ngeliat lo tersenyum dan hidup bahagia, udah bikin gue seneng. Karena gue sadar, cinta nggak harus memiliki."
Hening kembali menyelimuti.
Namun segera terpecahkan oleh suara Ayu yang terdengar sedikit berat dan tertahan.
"Kamu salah, Ryu. Kamu ... berarti banget buat aku. Bahkan teramat berarti --"
"Aku tau sedihmu. Aku tau sepi-mu. Aku tau resah mu. Aku tau, kamu berusaha terlihat tegar meski sebenarnya terluka. Kamu butuh teman hidup, pelukan, dan cinta. Tapi, aku nggak bisa ngasih semua itu."
"Aku menyayangi kamu sebagai sahabat sekaligus saudara. Aku ingin ngeliat kamu bahagia. Aku ingin, ada seseorang yang bisa menemani sepi-mu, memelukmu, dan mencurahi-mu cinta. Itu alasanku yang sebenarnya."
"Aluna ... dia gadis baik, lembut, dan tulus. Aku yakin, dia pasti bisa menjadi kekasih sekaligus pasangan hidup terbaik buat kamu."
"Buka pintu hatimu, izinkan Aluna masuk ke dalamnya dan bertahta di singgasana yang nggak bisa aku tempati --" Ayu menjeda ucapannya dan menghela napas. Tahan air mata yang mendorong untuk tertumpah.
Sesak rasanya ketika melihat lelaki sebaik Ryuga harus terluka dan hancur hanya karena cinta yang tidak bisa digapai.
"Ryu, aku nggak maksa kamu buat move on. Aku cuma mau, kamu terlepas dari rasa yang membuat-mu tersiksa --"
"I care about you deeply and I hate to see you in so much pain."
(Aku sangat peduli padamu dan aku benci melihatmu dalam kesakitan sebesar ini)
"Kamu pantas bahagia. Kamu pantas dapetin cinta yang bisa kamu miliki seutuhnya. Bukan cinta yang sekedar angan dan semu."
Ryuga bergeming.
Bibirnya bungkam. Otaknya berusaha mencerna dan menelaah setiap kalimat yang dituturkan oleh Ayu.
Senyap.
Tidak ada lagi yang menuturkan kata.
Keduanya tenggelam ke dalam perasaan dan pikiran masing-masing.
"Ehem, aku boleh gabung?" Pertanyaan itu tercetus dari bibir Arjuna. Memecah suasana dan mengalihkan atensi.
"Bang ... lo --"
Arjuna tersenyum, lantas duduk di kursi--bersebelahan dengan sang belahan jiwa.
"Kamu pasti ingin bertanya ... sejak kapan aku di sini? Ya kan?"
"Kaya' cenayang aja lo, Bang. Tapi emang bener. Gue mau nanya itu."
"Tadi, begitu kamu meminta izin, aku langsung meluncur ke sini."
"Masa?"
"Beneran."
"Tadi lo duduk di mana, Bang?"
"Aku duduk di meja sebelah. Pake topi, pake kaca mata, terus nutupin muka pake koran. Gaya-gayaan baca berita."
"Pantesan, tadi gue nggak ngeliat lo, Bang. Berarti, lo denger obrolan gue sama Bu Ayu --"
"Ya iyalah."
"Sorry, Bang. Gue nggak ada maksud apa-apa. Gue cuma mau minta penjelasan dari Bu Ayu."
"Santai saja. Aku ngerti. Lagian, kamu memang berhak meminta penjelasan dari istriku. Clear kan semua dan mantapkan hati sebelum melangkah."
Ryuga mengangguk samar dan mengulas senyum tipis.
"Besok pagi ... lo datang ya, Bang. Temenin gue, biar nggak keder waktu baca kalimat Qabul," ucapnya pelan dan tersirat keseriusan.
"Jadi, cuma suamiku aja yang disuruh datang?" Ayu menginterupsi seraya melayangkan protes.
"Ya enggak. Lo sama Aruna juga ikut. Tapi, Lo mesti siap-siap bawa tisu segepok."
"Buat apa?"
"Buat ngilangin ingus Aruna--calon istriku di masa depan."
Satu jitakan pelan mendarat cantik di kepala Ryuga, sebagai hadiah atas celotehan yang mengalir tanpa beban.
"Calon istrimu Aluna, bukan Aruna. Beda satu huruf. Beda usia, beda juga orangnya," sembur Ayu--tidak terima.
"Ryu boleh saja menasbihkan Aruna sebagai calon istri masa depan, Ay. Tapi sayang, mungkin lidah Ryu cadel waktu berdoa. Aruna jadi Aluna. Makanya, kamu nggak usah terbawa emosi. Doa Ryu sudah diijabah. Besok pagi, dia akan menikah dengan gadis yang selalu disebut dalam doanya. Aluna bukan Aruna."
"Pfftttt, bener juga. Maaf, aku jadi pingin ketawa gara-gara kecadelan hakiki seorang Ryuga Mahesa."
Suasana yang semula mellow, seketika berganti penuh tawa gara-gara celotehan Arjuna.
Objek yang dijadikan bahan candaan pun tertawa kecil sambil menggeleng kepala.
Dasar! Ada-ada gajah !!!
Senja menyapa.
Meredupkan tawa.
Memandu insan untuk bersiap pulang.
Bersujud, melepas beban jiwa di atas sajadah.
Lega.
Satu kata yang dirasa setelah mendengar alasan dari wanita yang dicinta.
Dia ... Bukan ingin menghancurkan.
Bukan juga bermaksud menyiram garam di atas luka.
Dia ... Hanya ingin tawarkan sentosa melalui tangan bidadari bermata indah dan miliki kecantikan batin.
Aluna Kirana ....
🍁🍁🍁
Bersambung
kreatif. Tapi nilai kreatifnya akan bermakna jika digunakan ke arah hal yg lbh positif. ngritik boleh. Tapi lbh baik jika energinya dibuat utk ikut membangun aja kan... membangun bukan yg berarti harus ini dan itu, terjun di politik atau apalah..berpikiran kayak anak muda di kisah ini, itu udah bagian dari membangun. membangun mental bangsa yang udah terlalu banyak dicekoki parodi---yang sementara dianggap lucu, tapi justru tanpa sadar menanamkan nilai tidak mrncintai negeri ini....
ah..kok ngomongnya jadi kemana2 ya..
aku nyimak ya..sambil goleran
kalau di lingkup personal gak. Tapi itu emang udah sesuai porsi. kan judulnya sandiwara cinta Presma...😍😍
nyonya kaya raya ketipu arisan bodong bisa darting juga ya😄😄
ada sesuatu nih dgn nama ini