Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Anak Maling
"Apa-apaan ini? Kenapa kalian masuk rumah kami tanpa izin dari kami?"
Wijaya marah saat tahu beberapa orang berada di dalam kamar cucunya, di situ ia melihat kedua cucunya menangis. Entah apa yang terjadi ia tak tahu, tapi ia yakin itu bukan pertanda yang baik.
"Mommy! Opa! Tolong kami!"
Edgar membalikkan badan dan mendapati Wijaya beserta Asila di belakangnya. Dia cukup terkejut saat dua bocah kembar itu memanggilnya dengan sebutan mommy. Benarkah Asila sudah memiliki anak? Apa dia sudah menikah? Tapi siapa suaminya? Selama ini keluarga Wijaya selalu tertutup mengenai identitas keluarganya. Terakhir ia mendengar kabar dari orang tuanya mengenai perjodohan yang sudah diatur untuknya. Apakah selain Asila Wijaya masih memiliki anak perempuan lain? Atau Asila yang hendak dijodohkan dengannya?
Dylan dan Sheila langsung berlari meminta bantuan pada ibunya. Mereka menangis dan berebut ingin dipeluk.
Asila berjongkok mensejajarinya. Dia sendiri tak tahu apa yang sudah diperbuat oleh anak-anaknya hingga membuat Edgar dan anak buahnya turun tangan.
"Sayang, coba kalian cerita sama mommy. Apa yang membuat kalian menangis? Memangnya apa yang sudah kalian lakukan?"
Asila berusaha sesabar mungkin bertanya pada kedua anaknya mengenai kejadian yang melibatkan Pratama Grup. Ia sama sekali tidak tahu menahu mengenai Pratama grup yang tiba-tiba memiliki masalah dengan keluarganya.
"Iya sayang, ayo cerita sama opa, apa yang membuat om om ini marah sama kalian?"
Kedua bocah itu masih diam disertai dengan isakan tangis. Edgar yang sudah terlanjur geram langsung memberitahu pada Wijaya mengenai kecerobohan cucunya.
"Mereka itu hacker yang meretas sistem operasi Pratama Grup hingga kami kehilangan data-data penting perusahaan. Bukan hanya itu saja, kami juga mengalami kerugian yang tak tanggung-tanggung! Jika mereka tidak bertanggung jawab untuk mengembalikannya maka dengan sangat terpaksa saya akan melaporkannya. Gara-gara ulah mereka perusahaan saya jatuh koleb, apa kalian pikir saya akan memberinya maaf?"
Wijaya bingung dengan tuduhan Edgar. Bagaimana bisa Edgar menuduh bocah yang masih berusia lima tahun sebagai hacker? Ini adalah fitnah yang keji, seseorang yang bisa meretas sistem hanyalah orang-orang tertentu yang memiliki kepintaran yang luar biasa, sedangkan cucunya masih bau kencur, mana mungkin mereka pelakunya?
"Kamu tidak salah sudah menuduh mereka, Edgar? Mereka ini hanya anak kecil yang masih berumur 5 tahun, bahkan mereka masih duduk di bangku sekolah TK nol kecil, bagaimana bisa kamu menuduhnya sebagai hacker. Apa kau memiliki bukti? Kau jangan asal fitnah! Cucu kami yang belum cukup umur sudah kau anggap sebagai pencuri! Di mana hati nuranimu sebagai pemimpin? Sampai-sampai kau menuduh bocah kecil sebagai peretas sistem di perusahaanmu! Jika tuduhanmu itu tidak benar aku yang bakal melaporkanmu atas nama pencemaran nama baik dan juga fitnah yang keji!"
Edgar menarik nafas panjang dan mengambil laptop milik si kembar. Dia menunjukkan bukti-bukti yang akurat mengarah pada mereka.
"Saya tidak takut dilaporkan om Wijaya, silahkan saja anda membela cucu anda. Di sini saya hanya menginginkan keadilan. Siapapun yang bersalah maka akan dihukum."
Wijaya melotot ketika melihat langsung bagaimana kedua cucunya bermain di dalam laptopnya. Benar-benar sulit dipahami, bocah berusia lima tahun itu sudah memiliki kecerdasan yang luar biasa. Entah darimana bocah itu belajar mengendalikan sistem, sedangkan Asila dirinya dan juga Teddy tak bisa melakukannya.
"Ini tidak mungkin? Aku tidak yakin mereka bisa melakukannya? Mereka ini kan masih balita? Lantas siapa yang sudah mengajarinya?"
Asila juga penasaran dan langsung melihatnya. Seketika jantungnya hendak loncat keluar mendapati kenyataan bahwa anak-anaknya telah melakukan kesalahan besar. Awalnya ia tak percaya mereka bisa melakukannya, namun kenyataannya memang mereka lah pelakunya.
"Mommy, maafin kami. Kami hanya tidak senang melihat mommy sedih. Kami harus membalasnya!"
Dylan maupun Sheila mengaku semua yang dilakukannya itu karena ingin membalas dendam. Mereka tahu yang membuat ibunya sedih pemilik Pratama Grup, dan sebagai gantinya Pratama Grup harus membayar kesalahannya.
"Sayang, ini nggak benar, mommy nggak apa-apa. Ini nggak ada hubungannya dengan mereka. Kalau sudah begini apa yang bisa kita lakukan? Om sudah kehilangan semua asetnya. Kalian mau dihukum atas kecerobohan kalian?"
Edgar mendekat dan ikut berjongkok di samping Asila. "Jadi mereka ini anak-anakmu?"
Asila mengangguk tanpa bersuara. Sebenarnya ia bersyukur saat tahu si kembar memberikan pelajaran padanya, namun tetap saja caranya tidaklah benar. Saat ini Edgar diambang kehancuran. Aset yang dimilikinya habis karena sistemnya tidak bisa beroperasi kembali. Kalaupun pria itu meminta pertanggungjawaban, apakah ia mampu untuk menyetujuinya?
"Anakmu selicik ini pasti ayahnya tak kalah licik. Siapa sebenarnya suamimu, atau jangan-jangan dia buronan atau seorang hacker. Hanya mafia yang mampu melakukan hal sekonyol itu. Kalau masih kecil sudah seperti ini bagaimana jika sudah beranjak dewasa? Kamu nggak malu punya anak maling?"
"Sudah cukup! Hentikan ocehanmu! Sekali lagi kau katai anakku maling maka akan ku pastikan kau tak akan pernah bernafas lagi! Mereka memang melakukan kesalahan tapi mereka tidak mencuri sepeserpun harta milikmu! Selama ini aku sudah hidup menderita bersama mereka! Tidak satupun ada yang mengetahui bagaimana kehidupan pahitku dan juga mereka! Aku tak terima jika ada orang berani menyakiti anak-anakku! Aku juga tidak akan memaafkan orang yang berpura-pura baik tapi pada kenyataannya sangatlah munafik! Orang sombong sepertimu memang tak pantas untuk dihormati!"
Wijaya bingung harus berpihak pada siapa. Ingin memihak cucunya tapi mereka terbukti bersalah, ingin berpihak pada Edgar justru akan melukai perasaan anaknya. Ia hanya khawatir jika pria itu nekat melaporkan cucunya atas tindakan kriminal yang sudah merugikannya.
"Kau marah padaku? Di sini aku hanya ingin mencari keadilan, kenapa kau jadi emosi seperti ini? Jelas-jelas mereka bersalah, dan kamu malah membelanya. Kalau ingin mendapatkan keturunan yang baik sebaiknya cari pasangan yang baik, bukan asal-asalan. Mereka masih kecil, tapi sudah mengerti cara merusak sistem. Dia membobol sistem operasi di perusahaanku, dan aku mengalami banyak kerugian. Apa kau pikir aku bakalan diam saja? Tidak nona! Aku tidak akan tinggal diam. Aku minta pertanggungjawaban! Kalau kalian tidak bisa menggantikan kerugian yang kualami, maka dengan terpaksa aku akan membawa kasus ini ke ranah hukum!"
"Kalau begitu bawa saja aku! Jangan minta pertanggungjawaban pada orang tuaku ataupun anak-anakku! Mereka tidak tahu apa-apa! Mereka hanya ingin melakukan apa yang semestinya dilakukan! Biar aku sendiri yang tanggung! Sebagai orang tua aku punya kewajiban untuk melindungi anak-anakku dari orang-orang jahat yang ingin menyerangnya!"
Tak peduli kalaupun harus menjalani hukuman atas perbuatan anak-anaknya. Mereka masih terlalu kecil, bahkan pihak berwajib pun akan kesulitan untuk memenjarakannya. Ia tak mau dianggap manusia tak tahu diri, kalaupun tak sanggup membayar dengan uang, maka hukuman penjara pun akan dijalaninya.