Sudah di zaman kapan ini masih ada kata "dijodohkan"....
Wah.... ternyata orangtua ku masih sejadul itu, dan juga kenapa coba harus aku???
Abang dan juga kakak ku bahkan adik ku memilih pasangan hidupnya masing-masing...
"Ya Bu nanti aku pulang untuk makan malamnya''..." gitu dong anak ibu" jawab ibu diseberang telpon...
Bagaimana kisah cinta Naira apakah jadi berjodoh dan bahagia????
Yuk baca ceritanya.....
Maaf y masih karya pertama...
Mohon kritik yang membangun dan yang baik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelis Rawati Siregar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Cincin Pernikahan
Naira masih tak percaya dengan isi chatnya Bima. Cincin pernikahan?. Dua kata itu terus berputar dikepalanya menyadarkannya bahwa pernikahan itu akan segera terwujud. Sebenarnya Naira ingin bertanya kepada Bima bagaimana pemikirannya tentang perjodohan ini. Kalau mereka sepemikiran tentu mereka bisa membatalkan perjodohan ini sebelum semuanya terlambat.
Suara bel masuk menyadarkan Naira dari semua kemelut di kepala. Naira pun bergegas untuk turun ke gudang karton untuk mengetahui progres pekerjaan disana.
Sementara itu di perusahaan Syakara Advertising Bima yang akan melanjutkan pekerjaannya harus menunda sejenak untuk menjawab panggilan video dari Ririn.
"Hai", ujar Ririn sambil melambaikan tangannya.
"ya ada apa?", ujar Bima.
"Yang aku minta maaf banget atas kejadian yang kemarin. Udah dong sikap gak peduli kamu yang bikin aku gak fokus ngelakuin apa pun". Ririn berkeluh kesah.
"Rin, kesalahan kamu melibatkan Ayah dan Bunda. Kamu tahu kita sekarang diproses apa kan. Aku sudah turuti kamu lho selama bertahun tahun untuk tidak ngenalin kamu sebelum semuanya jelas dan sebelum cita-cita kamu tercapai. Kamu yang berjanji akan datang. Kamu tahu tidak sekecewa apa Ayah dan Bunda".
Bima menumpahkan semua kekesalan kepada Ririn. Ririn terdiam.
"Ya aku tahu aku salah, aku minta maaf. Harus bagaimana lagi caranya aku minta maaf agar kamu memaafkan aku Bima?",Ririn berucap frustasi.
"Sebaiknya kamu fokus aja dulu ngerjain Tesis kamu bagaimana nantinya bisa kita bicarakan".
Bima memberikan solusi yang terbaik untuk saat ini.
"Baiklah, aku tutup telponnya", Ririn mengakhiri panggilan video nya.
Siang telah digantikan oleh sore yang indah. Naira keluar dari ruangannya setelah berpamitan dengan Bu Maryam kepala bagiannya. Berjalan melewati jalan antara bangunan sisi sebelah kiri dan kanan.
Naira menoleh kearah kanan ketika seseorang menyapanya.
"Hai udah mau pulang Nai?".
"Ya ini mau pulang, kamu gak pulang Ben?", Naira bertanya.
"Ya mau pulang juga". Mereka berjalan beriringan.
"Oh ya Ben makasih atas Lunchbox tadi siang tapi aku harap kamu nggak ngelakuin yang kayak tadi lagi".
Naira mengugkapkan isi hatinya. Iben tersenyum kemudian menatap kearah Naira
"Kenapa ya Nai cobaan untuk merubah diri menuju ke hal baik banyak?". Naira menatap kearah iben dan berkata,
"kita harus survive Ben. Jalani dan berprasangka baik dulu kepada Allah. Semoga ada manfaatnya. Kalau begitu sampai jumpa besok Ben, aku nyebrang dulu".
Kamu tahu Nai kamu adalah alasan aku untuk merubah diri. Aku mencintai kamu Nai, kata yang selalu ada didalam hati Iben.
Malam pun menyambut dipenuhi bintang dilangit.
"Naira ada yang nyariin itu", suara ibu kos membuat Naira menoleh ke arah sumber suara.
"Siapa Bu?", Naira bertanya.
"Daniel", baiklah Bu aku jumpai dulu.
" Duduk Bang", Naira mempersilahkan untuk duduk di teras kosan yang disediakan oleh ibu kos.
"Bentar ya aku pesan minuman dulu ke ibu sebelah Bang mau minum apa?", Naira bertanya.
"Air mineral saja Naira", Daniel menyahut.
"Sebenarnya kedatangan aku kesini mau ngajak kamu nonton Sabtu besok bersama teman-teman aku. Kamu bisa Nai?", Daniel mengutarakan maksud kedatangannya.
"Aku udah janji dengan seseorang untuk pergi, maaf ya bg", Naira meminta maaf menolak permintaan Daniel karena ia memang sudah janji dengan Bima.
"Ya sudah nggak apa-apa mungkin lain kali kamu bisa", Daniel berucap walau dalam hatinya seperti ada rasa sakit yang mendera.
Sudah lama ia memperhatikan Naira namun tak pernah sekalipun melihat Naira pergi dengan seseorang. Apa Naira pergi dengan seseorang yang spesial?, ingin bertanya tapi belum siap mendengar jawaban yang akan membuat luka.
"Kalau begitu Bang pulang dulu ya Nai, maaf sudah ganggu waktu istirahat kamu".
Daniel pun bangkit.
"Ya Bang, hati-hati dijalan bang", Naira menjawab. Daniel tersenyum sambil berjalan menuju motornya.
Naira pun masuk ke kamar untuk beristirahat.
Saat ini Naira sedang mematut penampilannya di cermin. Hari ini Naira memakai blouse lengan panjang warna Navy senada dengan warna rok panjang. Untuk pashmina dia pilih warna mocca senada dengan warna sepatu sneaker dan tas selempangnya.
Baru saja Bima mengirim pesan kalau ia sampai ditempat sekitar pukul lima. Dari kosan ke Mall tempat mereka bertemu sekitar 15 menit kalau jalanan macet. Naira tetap berangkat sambil menunggu nanti dia akan berkeliling mencari baju untuk anak Nazlan. Dari lahir dia belum memberi apapun kepada keponakannya itu.
Bima mempercepat pekerjaannya padahal ini weekend namun pekerjaannya sangat banyak akhir-akhir ini. Tak lupa Bima mengabari kondisinya kepada Naira agar perempuan itu tidak terlalu lama menunggu.
Bima meregangkan otot-ototnya untuk mengurangi rasa lelah seraya menyandarkan punggungnya ke kursinya. Berusaha memejamkan mata untuk mengurangi rasa penat namun tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Nampak Doni disana. "Belum siap Bim?", Doni bertanya. "Sudah hanya butuh istirahat sejenak", jawab Bima sekenanya. "Katanya kamu ada janji kok belum pergi gak telat kamu?".
Bima melirik jam tangannya.
"Masih lama aku janji sama Naira jam 5 an, sahut Bima.
"Naira perempuan yang akan dijodohkan sama kamu?".
"Hmm, kami mau cari cincin pernikahan, Bunda yang nyuruh". "Jadi kamu sudah nerima perjodohan ini?". Doni penasaran. "Dibilang Nerima nggak juga, aku hanya mengalihkan perhatian Bunda agar jangan terlalu benci kepada Ririn karena bagaimanapun aku ingin Ririn jadi istri ku Don". "Wah...wah... udah sakit kamu Bim", coba kamu pikir dari sudut pandang Naira. Kalian disini sama-sama jadi korban Bim. Kamu udah pernah tanya gak ke dia kalau dia mau dijodohkan?", Doni berseru.
Bima menjawab, "justru itu Doni, aku gak tahu dia. Oleh karena itu biarkan saja perjodohan ini sampai ke jenjang pernikahan. Setelah menikah nanti aku akan bicara kepada Naira. Kalau dia memang terpaksa menerima pernikahan ini aku akan buat kesepakatan dengan Naira untuk mengakhiri pernikahan kami setelah beberapa waktu berlalu".
Bima menjelaskan langkah kedepannya seperti apa yang akan dijalani.
"Terserah kamu aja, tapi Bim kamu gak takut mempermainkan pernikahan?", Doni bertanya. Bima hanya diam tak memberikan jawaban. Setelah hening beberapa saat Doni bertanya lagi.
"Ehh Bima, Naira cantik gak?". Dengan sewot Bima menjawab, "Apaan sih kamu, udah ah aku mau jalan dulu kamu berisik banget, jangan lupa kunci ruangan ku nanti. Aku pergi".
Bima melangkah menuju parkiran mobilnya berada. Jarak dari kantor ke Mall tempat mereka bertemu hanya sekitar delapan menit.
Setelah sampai disana Bima memberitahu kepada Naira posisinya ada di sudut food court melalui pesan chat. Naira yang sedang melakukan pembayaran di kasir membaca pesan chat itu hanya membalas dengan tanda emoji saja.
Bima tersenyum membaca tanda emoji itu dan berucap, si cuek juga sepertinya. Bima duduk perlahan sambil sandaran seraya melonggarkan dasinya menggulung lengan bajunya sampai siku. Ada panggilan masuk dari Naira, Bima melihat ke sekelilingnya, Bima mengangkat tangan agar Naira melihatnya.Naira melihat tangan Bima melambai ia pun menghampirinya sambil menenteng tas belanjaannya.
"Makan aja dulu ya sebelum kita mencari cincinnya", Bima berucap sambil menyodorkan buku menu kehadapan Naira. Naira menerima dan melihat apa yang akan dia pesan.
"Udon sama Ocha Mbak", Naira menyebutkan pesanan untuknya. "Samain aja Mbak", Bima berucap. Tak menunggu lama pesanan mereka pun datang. Naira melahap makanannya tanpa suara. Bima dari tadi yang memperhatikan hanya senyum dan berucap dalam hati.
"Fix memang cuek ni anak, gak tergugah pemandangannya melihat cowok seperti aku", mendadak narsis Bima. Suara Naira membuyarkan lamunannya.
"Kita cari dimana cincinnya Mas?", Naira bertanya.
"Sekitar sini ada teman Mas buka toko perhiasan".
"Ohh", sahut Naira.
"Baiklah kita jalan aja ya biar gak kemalaman pulangnya dekat sini kok".
" Ya Mas", Naira bangkit sambil menenteng tas belanjaannya.
"Kamu habis belanja tadi?", Bima mencoba membangun komunikasi. "Ya Mas".
Bima melihat kearah Naira sambil menunggu kelanjutan ucapannya ternyata nihil. Emang cuek ni orang.
Setelah naik eskalator pertama akhirnya mereka sampai di toko perhiasan. Bima langsung mengutarakan keinginannya.. Mereka pun disuguhi beberapa contoh cincin pernikahan. Setelah melihat Bima bertanya,
"kamu suka yang mana Nai?".
Naira berkata," bingung Mas cantik-cantik semuanya.
"Bisa juga kamu bicara sepanjang itu", batin Bima.
"Bagaimana kalau yang ini Nai, dikelilingi blue safir dan ditengah ada berliannya juga plus nama kita diukir di masing-masing cincin", Bima menjelaskan spesifikasi cincinnya.
"Naira terserah Mas aja, yang penting gak memberatkan sama Mas", Naira memberikan usulan. Bima bermonolog, "Dia meragukan kemampuan finansial ku, unik juga ni cewek". Tanpa sadar Bima telah memuji Naira.
"Kami ambil yang ini", Bima menunjukkan cincin yang dikelilingi blue safir itu.
"Silahkan bubuhkan nama Mas dan Mbaknya supaya diukir disetiap cincin", pegawai toko menunjukkan kertas letak nama.
Tiba-tiba ponsel Naira berdering tanpa sengaja Bima melihat kearah ponsel Naira ternyata Ibunya yang nelpon. Dengan isyarat Naira berjalan keluar untuk menjawabnya telponnya.
"Ya waalaikumsalam Bu, ada apa Bu?".
"Kamu jadikan pergi sama Bima cari cincin pernikahan kalian", ibu bertanya diseberang sana.
"Ya Bu ini masih di toko perhiasan".
"Baiklah kalau begitu jangan pulang kemalaman Nai", ibu mengingatkan. "Ya Bu, Assalamualaikum", Naira mengakhiri panggilan. Namun ketika Naira berbalik hendak membuka pintu kembali masuk Naira terkejut karena ada yang memanggil. "Ternyata memang benar kamu Nai". "Ehh Bang Daniel sama siapa Bang?", Naira bertanya.
"Sama temen-temen bang yang waktu itu bang ngajak kamu, tuh mereka lagi pada sibuk.Kami mau naik keatas mau nonton". Daniel menunjuk kearah teman-temannya. "Kamu lagi ngapain disini Nai?".
"Ya sama kayak bang, yang aku bilang aku ada janji sama seseorang".
"Di toko perhiasan ini Nai?". Naira terkesiap, spontan mengangkat kedua lengannya sebagai isyarat bukan. Naira terlalu terkejut mendengar pertanyaan Daniel. Beruntung teman-temannya Daniel datang dan mengajak Daniel untuk segera bergabung.
"Baiklah kalau begitu Bang pergi dulu Nai".
"Ya bang, selamat menonton bang", Naira melambaikan tangannya. Dan berbalik namun Naira terkejut hingga mundur dua langkah kala mendapati Bima sudah berdiri dibelakangnya.
Bima menghampiri Naira.
"Sudah selesai, ini tas belanjaan kamu, nanti biar Mas aja yang ngambil cincinnya kalau sudah selesai", Bima menjelaskan. Naira menerima tas belanjaannya.
"Baik Mas, terimakasih".
"Ya sudah, pulang yuk biar Mas antarin kamu dulu Mas udah capek pengen istirahat", karena sejujurnya Bima memang sudah lelah.
Bisa dibilang seminggu ini pekerjaannya sangat banyak. "Nggak apa-apa Mas, Naira naik angkutan online aja", Naira mencoba memberikan solusi. Bima menghentikan langkahnya dan menatap Naira dan Naira pun menatap Bima bingung kenapa tiba-tiba berhenti.
"Kamu jangan menempatkan kita dalam masalah baru Nai, jika kamu pulang sendiri bisa-bisa saya digorok sama Bunda dan Ibu kamu".
"Baiklah".