Restu? lagi-lagi restu yang jadi penghalang, cinta beda agama memang sulit untuk di satukan, cinta beda alam juga sulit untuk di mengerti tetapi cinta terhalang restu berhasil membuat kedua belah pihak dilema antara maju atau mundur.
Apa yang akan dipilih oleh Dirga dan Klarisa, karena cinta terhalang restu bukanlah hubungan yang bisa dikatakan baik-baik saja untuk keduanya.
Ikuti kisah mereka didalam novel yang bertajuk "Melawan Restu".
Salam sehat
Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Goresan_Pena421, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermain peran
Kini bus sudah ada didalam kapal Ferry, Klarisa sudah memesan tempat eksekutif class untuk beristirahat di kapal, tanpa ia sadari Lea datang mendekat kearah Klarisa dan segera menudingnya dengan pisau.
"Putuskan mas Dirga atau ku buat kamu menyesal sekarang juga!" ucap Lea.
Suara Lea terdengar jelas di telinga Dirga walaupun Lea sama sekali tidak menyadari hal itu.
"Lea, yang harusnya takut itu kamu, dan kejutannya aku ke Tangerang tidak sendiri !!! Aku bersama orang-orang ku, jadi yang tertangkap basah bukan aku tapi justru kamu, pengawal tolong bawa perempuan ini jauh-jauh dari ku," ucap Klarisa.
Walaupun Klarisa hanya sedang bermain peran saja, namun sejak tadi ia mulai curiga dengan seseorang yang ada di busnya dan dengan cepat Klarisa meminta bantuan kepada orang-orang yang ada di kapal untuk mau bermain peran dengannya.
Flashback
Saat Klarisa melihat kearah belakang ada yang tengah memperhatikannya, ia segera meminta bantuan kepada penumpang kapal Ferry.
"Pak tolong bantu saya dengan bermain peran, ada mbak-mbak yang memakai baju serba hitam itu, sepertinya ia berniat jahat dengan ku pak, tolong berperan sebagai pengawal ku pak," ucap Klarisa.
"Iya neng jika begitu biar bapak ajak teman-teman bapak yan lain, "
Flashback off.
" Shittt, dasar wanita tidak tahu diri, jahat dan seperti ular! " teriak Lea yang mulai sembarangan.
" Emangnya kamu aja bisa licik, aku juga bisa Lea!" ucap Klarisa.
panggilan audio masih terhubung dan Dirga bersyukur karena kekasihnya cerdik, Klarisa melanjutkan tidurnya di kelas eksekutif yang sudah ia sewa, tempat duduk yang nyaman dan bisa di naik turunkan.
Kapal ferry mulai berguncang perlahan ketika meninggalkan dermaga. Suara mesin beradu dengan riuh ombak, namun suasana di kelas eksekutif cukup tenang. Klarisa yang tadi sempat terpojok kini merasa sedikit lega. Ia menutup matanya, mencoba menarik napas panjang, berusaha melupakan insiden barusan.
Sementara itu, Lea yang sudah diamankan oleh beberapa penumpang yang berpura-pura menjadi pengawal Klarisa masih berteriak-teriak tak karuan.
“Lepaskan aku! Dia yang merebut mas Dirga dariku! Dasar perusak!” teriak Lea dengan suara melengking.
Seorang bapak paruh baya yang ikut membantu hanya menggeleng sambil menepuk bahu rekannya. “Kasihan juga, kayaknya sudah hilang akal,” gumamnya.
Klarisa sempat menoleh sebentar. Ia tahu Lea benar-benar terbakar cemburu, namun kali ini ia tak boleh goyah. Dirga, yang masih terhubung lewat panggilan suara, mendengar semuanya dengan jelas.
“Klarisa, kamu hebat. Kamu bisa hadapi dia sendirian,” suara Dirga terdengar tenang tapi penuh rasa khawatir.
Klarisa membuka matanya sedikit, menatap kursi eksekutif yang kini menjadi pelindungnya. “Aku hanya tidak mau kalah, Mas. Dia pikir aku lemah, padahal aku bisa lebih kuat jika terpaksa.”
Dirga menghela napas di seberang sana. Ia ingin segera menjemput Klarisa, tapi jarak dan keadaan membuatnya harus menahan diri. Yang ia tahu, ia semakin yakin bahwa Klarisa bukan perempuan biasa.
Di luar ruangan eksekutif, keributan masih terjadi. Petugas kapal akhirnya turun tangan. Lea digiring ke ruang keamanan kapal, sementara beberapa penumpang kembali ke tempat duduk masing-masing.
“Tenang saja, Neng. Mbaknya sudah kami serahkan ke pihak kapal. Nanti sampai dermaga, dia akan dibawa ke pos polisi,” ucap seorang penumpang yang tadi membantu.
Klarisa tersenyum tulus. “Terima kasih, Pak. Kalau bukan karena Bapak dan teman-teman, mungkin saya sudah celaka.”
Setelah semuanya reda, Klarisa akhirnya benar-benar merebahkan tubuhnya. Kursi eksekutif yang empuk membuatnya perlahan terlelap. Dirga masih di ujung sambungan, mendengarkan napas Klarisa yang mulai teratur.
“Aku janji, Klarisa… sebentar lagi semua ini selesai. Kita akan hidup tenang tanpa gangguan siapa pun,” bisik Dirga pelan, meski ia tahu Klarisa sudah tertidur.
Kapal Ferry terus melaju menembus malam, membawa Klarisa semakin dekat ke tanah yang ia tuju—dan semakin dekat pula pada takdir yang menunggunya.
Eaakk🤭😂