NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Jaringan Bayangan dan Pertemuan Takdir

Mata Alea menyorot dingin, menantang. David dan Devan yang mencoba membantu Tiara, kini berdiri kaku, tertangkap basah oleh aura bahaya yang tiba-tiba menguar dari gadis yang selama ini mereka anggap remeh. Perut David masih terasa nyeri dari tendangan Alea, sementara Devan sulit bernapas, lehernya perih. Mereka tidak puas dengan hukuman yang diberikan Richard kepada Alea di rumah, dan kini mereka semakin membenci gadis itu.

Suasana kantin masih tegang, seakan waktu berhenti. Di tengah ketegangan itu, sebuah suara berat memecah keheningan. "Cukup."

Semua mata menoleh. Di ambang pintu kantin, berdiri Ryan, ketua geng sekolah, diiringi oleh teman-teman gengnya yang seumuran dengannya. Ryan melangkah masuk, tatapannya menyapu Alea, David, Devan, lalu beralih ke Axel dan kawan-kawannya yang kini berjejer membentuk blokade protektif di depan Alea. Senyum sinis tersungging di bibir Ryan.

"Wah... Pahlawan kesiangan muncul.." ucap Dion menatap sinis Ryan yang mendekat.

Ryan memang berniat menjadi pahlawan kesiangan, memanfaatkan keributan ini untuk mendekati Alea, namun melihat Axel yang sudah lebih dulu berdiri di sana, senyumnya berubah menjadi cibiran.

"Jangan ikut campur, Axel," Ryan berujar dingin, matanya menantang.

Axel tidak gentar. "Ini urusanku, Ryan. kamubyang jangan ikut campur!"

Kedua kubu saling berhadapan, atmosfir di kantin menjadi pengap dan panas. Keributan ini sudah terlalu besar untuk tidak menarik perhatian. Tak lama kemudian, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar. Guru piket, Bu Rita, dan Wakil Kepala Sekolah, Pak Hadi, muncul di ambang pintu kantin, wajah mereka menunjukkan kekesalan.

"Ada apa ini?!" seru Pak Hadi, suaranya menggelegar. "Alea! Tiara! David! Devan! Ikut saya ke ruang BP sekarang juga!"

Dengan langkah gontai Tiara yang memasang wajah seolah dia teraniaya dan korban pembullyan, Tiara mengikuti langkah Pak Hadi diiringi oleh David dan Devan yang meringis menahan nyeri dan terpincang-pincang seolah mereka mengalami luka parah. Hanya Alea yang dengan santai dan tenang memasang wajah dingin dan datar, tak dapat ditebak apa yang ada di dalam pikirannya.

"Saya akan memanggil orang tua kalian," ucap Pak Hadi tenang sambil memberikan isyarat pada Bu Rita agar menghubungi Richard.

Setengah jam kemudian....

Tiara segera memasang wajah sedih, memeluk Richard yang baru saja tiba di sekolah bersama kedua orang tuanya dan ibu kandung Tiara, Belinda. "Om Richard... hiks... Alea memukul Tiara di kantin. Tiara hanya tidak sengaja menumpahkan teh ke nasi gorengnya, tapi dia malah memukul Tiara dan melukai David dan Devan!" Tiara memutarbalikkan fakta dengan sempurna, air mata palsu mengalir deras. David dan Devan segera mengangguk, mendukung cerita Tiara, menambahkan bumbu bahwa Alea memang sudah gila.

"Tak sengaja katamu ? Hei manusia munafik binti culas licik, kamu tidak melihat hah banyak saksi hidup di kantin yang menyaksikan perbuatanmu?" ucap Alea menatap tajam ke arah Tiara yang bersembunyi di balik punggung Richard.

Axel dan teman-temannya berusaha masuk ke ruang BP untuk membela Alea, tetapi dihentikan oleh Pak Hadi. "Kalian tidak perlu masuk! Ini urusan yang bersangkutan!" Begitu juga Ryan dan gengnya, hanya bisa menunggu di luar.

Di dalam ruang BP, Richard tak membuang waktu. Di hadapan Wakil Kepala Sekolah dan Bu Rita, tanpa keraguan sedikit pun, ia mengangkat tangannya dan menampar keras pipi Alea. "Dasar anak tidak tahu diri! Kau pikir kau siapa, berani melukai Tiara dan Abang-abangmu?!" Richard mencaci maki Alea dengan perkataan kasar, berulang kali menyebutnya "aib keluarga" dan "parasit." Kakek Herman dan Nenek Sofia juga ikut-ikutan. "Cucu macam apa kau ini?!" teriak Nenek Sofia, wajahnya berkerut penuh amarah. "Tidak punya adab! Malu-maluin keluarga!" Kakek Herman menambahkan, "Seharusnya kau tidak pernah ada! Sampah! Percuma saja anak ku menyekolahkan mu di tempat mahal seperti ini, jika kelakuanmu macam preman pasar, kasar, dasar anak sundall tak tau diri!"

Seorang guru lain, Pak Andi, yang kebetulan sedang sarapan di kantin dan menyaksikan seluruh insiden, memberanikan diri. "Maaf, Pak Richard, Pak Hadi. Saya melihat sendiri kejadiannya. Tiara yang memulai, dia menuangkan teh panas ke nasi goreng Alea. Alea hanya membela diri." Pak Andi kemudian menyodorkan rekaman CCTV dari ponselnya, yang berhasil ia rekam sebagian.

Richard menatap rekaman itu sejenak, lalu menepis ponsel Pak Andi dengan jijik. "Omong kosong! Anak ini sudah meracuni pikiran kalian semua! Dia selalu membuat masalah! Sebagai salah satu donatur tetap sekolah ini, saya tidak terima keponakan saya dihukum! Saya minta Tiara, David, dan Devan dibebaskan dari hukuman. Dan saya minta Alea diskors selama seminggu!"

Bu Rita dan Pak Hadi saling pandang, tampak ragu. Mereka tahu Richard adalah donatur besar. Pak Andi mencoba kembali membela Alea, "Tapi Pak Richard, ini tidak adil—"

"Jangan membantah saya, guru rendahan!" Richard memotongnya dengan nada mengancam. "Saya kenal dekat dengan pemilik yayasan sekolah ini, bahkan kami bersahabat baik. Kalau saya mau, saya bisa meminta dia memecat Anda dan memasukkan nama Anda ke daftar hitam, agar Anda tidak bisa mengajar di mana pun!"

Alea yang mendengar perkataan Richard barusan diam-diam tersenyum geli, "Hahahaha kenal dekat ? Sejak kapan Paman Alexander bergaul dekat dengan manusia satu ini." ucap Alea dalam hatinya.

Ancaman itu membuat Pak Andi terdiam. Ia hanya bisa menatap nanar ke arah Alea, yang tetap membisu. Namun, di balik keheningan itu, mata Alea menyala. Tatapannya dingin dan tajam, penuh kekecewaan pada ketidakadilan yang terang-terangan ini, namun juga kekejaman yang tak tergoyahkan terhadap Richard, Tiara, si kembar, dan kakek neneknya. Tiara, yang berada di pelukan Richard, tersenyum simpul penuh kemenangan pada Alea.

Wakil Kepala Sekolah, yang berada di bawah tekanan Richard, akhirnya menghela napas. "Baiklah, saya akan mengabulkan permintaan Anda, Pak Richard. Tiara, David, dan Devan tidak akan dihukum. Dan Alea akan diskors selama satu minggu."

Alea, dengan tatapan dingin dan tajam yang menunjukkan kekecewaan pada wakil kepala sekolah dan guru-guru yang tak berdaya, berdiri dari kursinya. Tanpa membuang waktu, tanpa berbicara, ia meninggalkan ruangan itu tanpa pamit.

Namun dalam hati Alea, dia mengomel panjang pendek. " Dasar wakil kepala sekolah tak ada akhlak dan engga berpendirian teguh, takut dengan gertakan orang itu, lihat saja nanti, akan ku balas berlipat ganda perlakuan mereka. Dan untuk Anda, Bapak wakil kepala sekolah yang terhormat, tunggu saja Anda dilengserkan dari jabatan Anda."

Di luar ruang BP, ketegangan masih terasa. Axel dan teman-temannya yang menunggu Alea, mendengar semua percakapan dan keputusan yang diambil. Wajah Axel mengeras, mengepalkan tangan melihat ketidakadilan yang menimpa Alea.

Begitu Alea keluar, Axel segera menghampirinya. "Alea, kamu—"

Alea hanya menatap datar, wajahnya dingin. Ia tidak memberi Axel kesempatan bicara. Ia berjalan cepat keluar dari gedung sekolah, menuju gerbang. Ia tak peduli pada tatapan siswa lain, tak peduli pada Ryan yang mengawasinya dari kejauhan dengan tatapan penuh minat. Pikirannya hanya tertuju pada satu tempat: klinik Dokter Surya, tempat Alexander dirawat.

Alea berjalan kaki, melewati hiruk pikuk jalanan. Ia tidak sadar, di belakangnya, Axel tetap mendampinginya, menjaga jarak, tak ingin kehilangan jejak gadis itu. Axel khawatir dan ingin memastikan Alea baik-baik saja.

Sesampainya di klinik, Alea langsung menuju paviliun terpisah tempat Alexander dirawat. Ia masuk, dan di sana, pemandangan yang mengharukan menyambutnya. Alexander, meskipun masih sedikit lemah, sudah bisa duduk di kursi, bukan lagi di ranjang. Wajahnya yang pucat kini dihiasi rona sehat. Tulang rusuknya yang retak telah dinyatakan sembuh, meskipun ia belum boleh melakukan aktivitas berat. Kaki dan tangannya yang patah pun telah pulih dengan cepat. Namun, belum boleh digunakan untuk melakukan hal-hal yang berat.

Melihat Alexander, semua topeng yang Alea kenakan runtuh. Kelegaan dan kepedihan membanjiri dirinya. Ia berlari menghampiri Alexander, memeluk pamannya erat-erat, dan menangis tersedu-sedu. Semua rasa sakit, semua kemarahan, semua kekecewaan yang ia tahan seharian, kini tumpah ruah dalam pelukan hangat Alexander. Alexander membalas pelukan itu, mengelus rambut Alea, membiarkan gadis itu melepaskan bebannya.

"Kenapa Sayang nya paman ? Kenapa menangis hmmm ?" tanya Alexander pada Alea yang tersedu-sedu di dekapannya.

Saat Alea terisak di pelukan Alexander, pintu paviliun yang sedikit terbuka menampakkan sesosok tubuh yang terpaku di sana. Axel. Ia terpaku, wajahnya tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Alea yang dingin, yang tak tersentuh, kini menangis dalam pelukan seorang pria yang Axel kenal betul. Alexander.

Nama itu bergetar di benak Axel. Ia melihat Alexander, pria yang menghilang bertahun-tahun lalu, pria yang sangat ia kagumi dan yang keluarganya cari mati-matian setelah kecelakaan yang meninggalkan bangkai mobil tanpa jejak.

Axel melangkah masuk, menghampiri Alexander dengan langkah gemetar. "Om Alexander...?" suaranya terbata-bata, penuh haru.

Alexander melepaskan pelukannya dari Alea, menatap Axel dengan mata yang memancarkan kejutan dan kehangatan. "Siapa kamu ? Mengapa kamu masuk ke ruangan ini tanpa permisi? .. Tapi wajah ini... Kamu.. Axel...?"

Tanpa berpikir panjang, Axel memeluk Alexander erat-erat, air mata mengalir di pipinya. "Om ke mana saja selama ini?! Kami semua mencari Om! Ayah dan Ibu... mereka sangat terpukul..."

"Benarkah kamu Axel putra dari sahabat baikku Harun? Ya Tuhan.. Kamu telah besar.." ucap Alexander menatap Axel yang telah melepaskan pelukannya. Axel hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alexander.

Alea yang masih berada di pelukan pamannya, berusaha melepaskan diri dan menghentikan tangisnya.

Alexander menghela napas panjang, menepuk punggung Axel. "Nanti akan Om ceritakan. Tapi sekarang, tolong Om, Nak. Pergi temui orang tuamu. Beritahu mereka untuk datang ke klinik ini. Tapi, tolong, lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Jangan sampai ada yang tahu. Musuh-musuh Om ada di mana-mana. Mereka menyebarkan mata-mata, mengawasi semua orang yang berhubungan dengan Om."

Axel mengangguk, tatapannya beralih antara Alexander dan Alea, yang kini menatapnya dengan mata terkejut. Banyak pertanyaan di benaknya, tetapi ia tahu ini bukan waktu yang tepat. Ia harus segera menghubungi orang tuanya.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!