Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
"Assalamu'alaikum tante",
" Waalaikumsalam...Hati-hati nak!", ucap bu Inah Seraya melambaikan tangannya padaku yang segera melaju pergi dengan motorku untuk pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan, aku merasakan para komplotan ibu-ibu yang sedang membicarakanku. Seperti itulah jika dikampung, pemandangan ibu-ibu yang sedang bergosip tentu akan mudah dijumpai.
'Malu banget!', batinku,
"Huft!, akhirnya keluar juga dari kampungnya Iyan. ", ucapku lega setelah melewati pembatas yang bertuliskan "Cappa Ujung Wanua", yang artinya " Ujung Kampung".
Memang benar-benar ujung kampung. Di sisi kanan kirinya saja sudah nampak lautan yang luas. Rasanya berada di pelabuhan.
Aku mengutuk diriku sendiri, akhirnya menyesal sendiri karena mau saja membantu Iyan pulang. Itu karena tadi aku cukup kasian melihatnya.
'Ih!, apa-apaan aku kasihan padanya. Lain kali nggk usah deh bantu si VOC itu. Aku juga yang kena. Kan dah jatuh tadi', omelku terus dalam hati sepanjang perjalanan.
Begitulah, setidaknya jika diperjalanan. Berbicara sendiri sembari menikmati perjalanan.
___
Sedangkan, dua orang yang tengah senyam senyum di parkiran merasa canggung. Dila yang jantungnya sudah tak terkontrol lagi karena berada di dekat Roni memilih segera melangkah pergi.
"Eh, Dil! Tunggu!", ucapan Roni membuat langkah Dila terhenti.
" Ada apa?" Tanya Dila yang sedikit gugup.
"Mau pulang?",
" Iya",
"Naik motor nggk?", pertanyaan Roni membuat Dila merasakan dag dig dug bertambah-tambah. Rasanya itu kode dari Roni. Tapi, sayangnya Dila lagi naik motor hari ini.
" Iya, aku naik motor kok",
"Owh, aku kira nggk",
" Ya udah, aku duluan yah!", ucap Dila sembari menggigit bibir bawahnya dan berlalu pergi mengambil motor.
"Khem, iya. Hati-hati!", ucap Roni kemudian melangkah pergi menghampiri teman-teman nya yang sedang asyik mengobrol.
'Aaaaa!!!, Roni bicara ke aku. Mmm....", teriak girang Dila dalam hati. Rasanya bicara berdua saja bersama Roni membuat jantungnya serasa ingin melompat keluar.
___
Beberapa jam, akhirnya aku sampai juga di rumahku dan lingkungan sekitarku yang terbilang sudah sedikit lebih modern dibanding kampungnya Iyan.
Di sini, sudah jarang ditemukan rumah panggung tradisional Bugis. Semuanya tergantikan oleh rumah dan bangunan-bangunan modern. Mungkin, karena orang-orangnya juga jauh lebih modern. Termasuk aku, hahahah....becanda.
"Tok, tok!...Mamski!, mamski!", aku mengetuk pintu berkali-kali didepan rumahku sendiri. Entah mengapa, masih siang bolong begini rumah sudah ditutup rapat. Biasanya masih terbuka lebar, bahkan ayam pun bisa masuk dengan mudah ke dalam rumah.
" Hahaha...haha khok, ohok!.", ucap orang yang tiba-tiba singgah didepan rumahku. Entahlah, dia lagi tertawa atau batuk,
Aku hanya menatapnya tajam setelah apa yang dia lakuin padaku tadi, tidak mengerti dan juga tidak membantu ku. Siapa lagi kalau bukan Roni.
Entah kemana mamski juga di siang bolong begini, biasanya kalau pergi menggosip pun tak akan mengunci pintu dari luar seperti ini.
"Ngapain tertawa!", kesalku pada Roni yang menertawakanku.
" Dikunci pintunya?, kasian!", ejeknya padaku.
"Hahah...", lanjutnya menertawakanku.
Tapi, detik berikutnya dia malah teriak kesakitan,
" Aduh!, aduh! Ma", itu karena telinganya ditarik oleh ibunya.
"Jangan menertawakan orang begitu, nggk boleh. Kamu udah dewasa, Laki-laki pula, mengertilah sama perempuan.", ucap ibunya Roni sambil melepaskan tangannya ditelinga Roni.
Kuping Roni sudah terlihat memerah.
" Hempht", aku sedikit menahan tawaku melihatnya seperti masih anak kecil. Masih dimarahi oleh ibunya itu.
"Mama kau lagi pergi ke Kota Nin. Katanya ada urusan, kalau kau mau makan, makanlah dulu ke rumah tante!, pasti kau lapar ya kan?", ajak ibunya Roni yang perhatian.
" Tidak, tan. Aku tadi udah makan kok. Cuman, aku mau masuk rumah, tapi dikunci.",
"Ke rumah tantelah dulu, sambil tungguin mama kau!",
" Mmm...baik tan!", terpaksalah aku ikut, daripada di luar tungguin nya kayak anak terlantar, lebih baik ikut ibunya Roni dulu.
Beruntung aku punya tetangga-tetangga yang baik hati.
Bukan kayak anaknya ini yang selalu tidak suka saat melihatku.
"Ngapain liat-liat!", ucapku sembari menatap Roni tajam.
" Ih!, siapa juga yang ngeliat kamu. Orang mau masuk kok.", ucapnya seraya langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan kemudian masuk ke kamarnya.
Sedangkan aku, ke depan televisi menonton bersama ibunya Roni yang biasa disapa tante Muni.
"Makan nak!", ucapnya menyodorkan cemilan ke depan.
" Iye, makasih tante",
Roni kemudian keluar lagi dengan sudah berganti baju dari kamarnya. Terlihat memakai kaus oblong dengan boxer. Ia berjalan menuju meja makan.
Pandangan ku tak hentinya mengikuti Roni berjalan. 'Ada apa denganku?', batinku. 'Sadar, sadar Nina!', ucapku berusaha mengalihkan padanganku ke televisi.
"Tan, suka nonton drakor juga?", tanyaku heran pada wanita paruh baya didekat ku yang tengah fokus menatap layar televisi.
Biasanya, kalau emak-emak kan tontonannya kalau bukan film indosiar yang bikin emosi, pasti film India yang lebay. Ini kok beda,
" Iya dong, tante suka ceritanya "
"Pasti juga suka nonton karena pemerannya, kan?, karena tokoh-tokohnya cogan semua",
" Apa itu cogan?", tante Muni ternyata tidak tahu kepanjangan dari cogan.
"Cogan itu cowok ganteng, tante",
" Owh...",
"Gantengan juga aku...", Tiba-tiba nih orang nimbrung ajah. Setelah makan, Roni menghampiri kami yang sedang asyik menonton sambil ngobrol.
" PD banget!", ucapku bersamaan dengan tante Muni dengan alis yang sengaja ditekan turun.
"Kompak banget!", Roni mengambil cemilan dan melahapnya.
Beberapa menit, hanya suara televisi yang terdengar. Mereka bertiga hanya asyik menonton.
"Owh iya!", tiba-tiba Roni mengagetkan kami yang dari tadi fokus menonton.
Aku dan tante Muni hanya saling menatap heran, dan sekaligus bingung melihat Roni yang tiba-tiba pergi ke kamarnya. Dan beberapa menit kemudian, dia datang kembali dengan setumpuk buku ditangannya.
" Mumpung Nina ada di sini, bantu aku kerja tugasku!", ucapnya dengan santai dan tanpa rasa malu.
'Nih anak manfaatin aku', batinku menatap tajam Roni dengan senyumannya.
Aku menatap tante Muni, rasanya juga tidak enak kalau menolak.
"Sini!", ucapku terpaksa. Lagi-lagi aku kena masalah dan penyesalan beberapa kali di hari ini. Mana mamski belum pulang lagi.
'Mamski!, cepat pulang, aku merasa tersiksa di sini!', batinku rasanya ingin berteriak.
"Astaghfirullah!, tugas mu mulai dari bab 1 sampai 10 tapi belum ada yang selesai?", kagetku melihat bukunya hanya di penuhi dengan soal-soal tapi belum ada jawabannya.
" Hehehe....", nyengir Roni.
Salah apa aku hari ini, hingga pada akhirnya harus kena musibah bertubi-tubi. Tante Muni malah hanya asyik fokus menonton tanpa membantu ku memarahi anaknya yang pemalas itu.
Dan juga, aku tambah heran, kenapa diriku ini bisa suka sama dia yang ngeselin.
"Heh!", aku hanya bisa membuang nafas panjang. Dan mulai mengerjakannya.
Beberapa jam, akhirnya selesai juga. Roni malah kelihatan asyik bermain di ponselnya tanpa membantu. Aku juga, bisa-bisanya menjadi orang dungu saat bertemu dengannya.
" Eh!",
___next!