Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Sadaqallahul 'adzim." Ucap Hayi dengan menyudahi hafalannya.
"Emm boleh ustadzah bertanya?" Tanya ustadzah Ayu dengan sedikit tidak enaknya.
"Kenapa ustadzah? Apakah hafalan saya masih ada yang salah?" Tanya Hayi.
"Oh, bukan bukan. Apa sebelumnya kamu pernah belajar di pesantren lain?" Tanya ustadzah Ayu dengan serius.
"Kenapa tiba-tiba ustadzah bertanya hal itu?"
"Tidak, tapi ketika ustadzah melihat kamu sekarang dan kemarin, itu jelas seperti dua orang yang berbeda." Kata ustadzah Ayu.
"Sepertinya begitu ustadzah." Kata Hayi dengan tersenyum simpul.
"Dimana?" Tanya ustadzah Ayu tapi hanya di jawab gelengan kepala oleh Hayi sambil tersenyum kecil.
"Saya hanya mengatakan ini pada ustadzah saja, jadi jangan beri tahu orang lain. Biar saja mereka melihat saya seperti ini. Karena sudah selesai, saya mau ke kantin dulu ustadzah, lapar hahaha, assalamualaikum." Kata Hayi dengan berlalu keluar.
"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Di sisi lain, tepatnya di ruangannya, nampak Gus Altair yang tengah mengotak atik laptopnya sedemikian rupa, hanya saja ia sering kali terlihat tidak fokus pada apa yang sedang dia kerjakan. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh pria itu.
"Astaghfirullah hal'adzim, kenapa saya jadi seperti ini. Saya tidak bisa fokus sama sekali." Ucapnya dengan mengusap wajahnya kasar.
Pria itu nampak menyenderkan kepalanya di kursi dengan mata terpejam. Saat membuka mata, tatapannya pun tak sengaja melihat ke arah luar, dimana sosok seorang gadis tengah berjalan menatap lurus ke depan. Seolah sadar ia sedang di tatap, tiba-tiba saja gadis itu pun menoleh yang membuat Gus Altair langsung memalingkan wajahnya.
"Nahh itu dia...Gus Altair, gue udah setor hafalan sama ustadzah Ayu." Kata Hayi dengan berdiri di ambang pintu.
"Oh baguslah, tapi kamu bisa kan bicara yang sopan sama saya." Jawab Gus Altair seadanya tanpa menoleh ke arah Hayi.
"Oke, oke, lupa. Jadi tugas yang di kasih Gus Altair, sudah selesai. " Kata Hayi .
"Belum. Kamu masih dalam masa hukuman. Masih ada 5 hari lagi hukuman yang tersisa buat kamu."
"Perbaiki cara bicara kamu selayaknya santriwati. Biasakan untuk jadi santri yang taat, tepat, dan disiplin. Kamu masih dalam pantauan saya. Sekarang bersihkan toilet putri semuanya." Kata Gus Altair membuat Hayi terkejut
"Saya kan nggak buat salah apa-apa? Kenapa masih di hukum buat bersihin toilet?" Protes Hayi.
"Ya, terserah saya. Selagi masa hukuman kamu belum selesai, saya masih bisa leluasa kasih kamu hukuman apa saja. Jadi mulai pikirkan untuk 5 hari kedepan apa yang harusnya kamu lakukan agar saya tidak memberikan hukuman pada kamu lagi. " Kata Gus Altair..
"Iya, iya. Assalamualaikum Gus." Kata Hayi dengan menghela nafasnya saja.
Maksud hati ingin ke kantin untuk mengisi perutnya, tapi malah mendapatkan tugas lagi dari Gus Altair. Sungguh menyesal dia menemui Gus Altair. Jika tau ia akan di hukum lagi, tidak akan dia berbicara dengan Gus Altair.
kini Hayi berada di depan toilet Putri dengan menenteng ember yang berisi semua peralatan pembersih toilet. Ia pun mulai membersihkan satu persatu bilik toilet. Hingga setelah hampir setengah jam berlalu, kini ia pun sudah selesai. Hanya saja, saat ia akan membuka pintu, knop pintu itu terkunci dari luar. Berulang kali ia menggedor-gedor pintu namun tidak juga bisa di buka.
"Woyy!! Buka pintunya nggak? Nggak usah main-main ya sama gue!!" Teriak Hayi dari dalam.
Tentu ia mendengar suara langkah kaki dari beberapa orang, tapi dia tidak tahu siapa itu. Hingga tiba-tiba saja tatapannya pun tertuju ke atas pintu, dimana ada sebuah tangan yang sedang mengangkut ember berisi air.
"Woy!!! Siapa lo hah!!!" Teriak Hayi dengan paniknya.
Byurrrr....
Suara langkah kaki itu pun langsung menjauh seperti keluar dari toilet, sementara Hayi saat ini sudah basah kuyup. Karena geram, dengan sekuat tenaga ia menendang pintu toilet itu hingga benar-benar terbuka, tapi juga rusak. Ia berlari keluar dan mencari siapa pelaku utamanya. Sampai di luar ia celingukan dengan wajah merah padam dan juga penampilan yang basah kuyup. Tentu hal itu menjadi perhatian beberapa siswa yang melihatnya.
Entah suatu keberuntungan yang tengah berpihak pada Hayi atau karena memang kecerdasannya, tatapan matanya pun melihat ke arah lantai, dimana banyak jejak kaki yang mengarah ke kanan. Ke kanan yang artinya itu adalah kelas para siswa khusus laki-laki.
Ia menaikkan kedua lengan bajunya dan langsung berjalan ke sana, tidak peduli apa yang akan terjadi, persetan dengan hukuman.
"Ay!!" Panggil Lila yang melihat Hayi tengah berjalan menuju kelas khusus putra.
Jadi, di MA yang ada di pesantren Al Hidayah, kelas antara putra dan putri terpisah seperti asrama yang ada di pesantren. Di MA itu sendiri terdapat 4 bangunan. Bangunan sebelah kanan adalah kelas khusus siswa putra dan kantin, sedangkan di sebelah kiri adalah kelas para siswa putri dan ruang guru, Toilet dan mushola berada di tengah kedua bangunan tersebut, sementara bangunan yang berada sejajar dengan toilet dan mushola adalah perpustakaan dan ruang rapat yang sekaligus bisa di gunakan sebagai tempat olahraga, dan di tengah-tengah bangunan itu ada halaman luas dengan dua pohon besar.
"Kamu kok basah seperti ini, kenapa?" Tanya Lila tapi tidak mendapatkan jawaban apapun dari Hayi.
Kini jejak kaki itupun masuk ke dalam ruang kelas 12. Hayi memperhatikan dengan seksama jejak kaki yang lumayan kotor itu berhenti di salah satu bangku dengan beberapa orang yang tengah tertawa tanpa dosa, sementara tatapan Hayi pun tertuju pada sepatu basah yang sedang di tenteng salah satu dari mereka.
"Kamu tidak takut jika ketahuan?" Tanya Regar
"Kenapa? Sebentar lagi juga saya lulus. Gara-gara dia, saya di permalukan di depan kyai Ilham. Jadi saya rasa, itu setimpal." Kata orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah Gema.
"Tapi, saya tidak ikut-ikutan dalam hal ini. Kamu saja dan mereka" Kata Regar yang memang tidak ikut dalam aksi tersebut, tapi dia hanya menunggu di luar saja.
"Ck penakut banget sih hahaha." Kata Gema yang tidak sadar jika dirinya saat ini sedang terancam babak belur.
Brakkkk
Hayi menendang meja salah satu siswa hingga terpental. Hal itu membuat seisi kelas terkejut tak terkecuali Lila yang masih berusaha menenangkan Hayi. Gadis itu pun paham kenapa Hayi bisa basah kuyup seperti itu.
Melihat siapa yang menendang meja membuat Gema terkejut begitupun teman-temannya yang membantu aksi Gema menyiram Hayi dengan seember air.