NovelToon NovelToon
Jodoh Pilihan Ibu.

Jodoh Pilihan Ibu.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Tukar Pasangan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rinnaya

Dijodohkan dengan pria kaya raya? Kedengarannya seperti mimpi semua perempuan. Tapi tidak bagi Cloe.

Pria itu—Elad Gahanim—tampan, sombong, kekanak-kanakan, dan memperlakukannya seperti mainan mahal.

“Terima kasih, Ibu. Pilihanmu sungguh sempurna.”

Cloe tak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi siapa peduli? Dia hanya anak yang disuruh menikah, bukan diminta pendapat. Dan sekarang, hidupnya bukan cuma jadi istri orang asing, tapi tahanan dalam rumah mewah.

Namun yang tak Cloe duga, di balik perjodohan ini ada permainan yang jauh lebih gelap: pengkhianatan, perebutan warisan, bahkan rencana pembunuhan.

Lalu, harus bagaimana?
Membunuh atau dibunuh? Menjadi istri atau ... jadi pion terakhir yang tersisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Lagi?

Pagi datang terlambat bagi Cloe. Ia terbangun dengan rambut kusut dan mata berat karena tidur tanpa mimpi. Sinar matahari menerobos lewat tirai yang setengah terbuka, menusuk langsung ke wajahnya, memaksa matanya menyipit dengan enggan. Ponselnya mati, dan ia tak peduli. Dunia bisa runtuh hari ini, dan ia masih akan memilih turun tanpa sikat gigi, tanpa sempat menyentuh bedak atau lip balm.

Tangga terasa lebih panjang dari biasanya, dan ketika kakinya menyentuh ubin ruang tengah, langkahnya terhenti.

Dhara.

Ibu mertua itu duduk anggun di sofa dengan gelas kristal berisi jus jeruk di tangan. Jemarinya ramping dan terawat, mencengkeram gelas seperti menggenggam kendali seluruh rumah. Matanya menatap tajam ke arah Cloe—datar, dingin, dan sedikit terhibur.

"Kau bangun siang," ucapnya ringan. "Tapi tampaknya bukan karena semalam kau sibuk memenuhi tugasmu sebagai istri."

Cloe tidak langsung menjawab. Ia berjalan menuju meja makan, menuang kopi tanpa suara. Bahkan sebelum menyeruputnya, Dhara sudah bicara lagi.

"Seperti kata Aida," ujarnya pelan sambil meletakkan gelasnya. "Kau tampaknya tidak serius menjadi nyonya di rumah ini."

Cloe meletakkan cangkir dengan sedikit bunyi, lalu duduk perlahan. “Nyonya seperti apa, Bu?”

Dhara tertawa kecil, tawa yang tidak mengandung kehangatan sedikit pun.

“Nyonya yang mengerti posisinya. Yang tahu bahwa pernikahan bukan soal cinta, tapi tentang nama baik dan warisan.”

“Dan pengkhianatan?” Cloe menatap tajam. Sepertinya Dhara tidak di pihaknya hari ini. Bagaimanapun dia salah satu orang yang terlibat menghubungkan Cloe dan Elad.

“Kau dan Elad … sudah tidur bersama?”

Cloe tersedak napasnya sendiri.

“Apa—?!”

“Itu penting. Jangan bersikap kekanak-kanakan. Tugasmu bukan hanya duduk di kolam atau berpakaian cantik. Kamu harus melahirkan ahli waris.”

Cloe merasa tenggorokannya tercekat. Ia berdiri tiba-tiba, cangkirnya bergetar di tangan.

“Aku bukan kandang produksi. Dan Elad bukan … dia juga pasti tidak ingin!”

Dhara mengangkat alis. “Belum. Tapi aku bisa menyuruhnya.”

“Jangan!” Cloe berteriak, lebih keras dari yang ia sadari. Suaranya menggema di seluruh ruang, dan untuk sesaat, Dhara terlihat kaget. Tapi hanya sesaat. Kemudian ia tersenyum kecil, tajam seperti pecahan kaca.

Cloe menggigit bibirnya. Tangannya mengepal di sisi tubuh. Mata mereka saling bertaut, dua generasi wanita yang sama kerasnya—hanya beda cara bertarung.

“Tak akan ada perceraian,” ujar Dhara lagi, tenang. “Kau boleh membenci anakku, tapi jangan pernah mempermalukan nama kami. Dan jika kau berpikir cinta akan menyelamatkanmu … percayalah, Cloe, cinta tak pernah cukup.”

Cloe tak menjawab. Ia memutar tubuh dan melangkah pergi, tapi langkahnya gemetar. Di balik punggungnya, Dhara menyesap lagi jusnya, seolah pertarungan barusan tak lebih dari percakapan ringan sambil sarapan.

Pintu kamar dibanting pelan, lalu terkunci. Cloe berdiri di baliknya beberapa detik, seolah butuh memastikan dirinya benar-benar sendiri. Napasnya berat, dadanya naik turun tak beraturan, bukan karena kelelahan fisik—tapi karena sesuatu yang lebih kotor: amarah yang nyaris menjelma muntah.

Ia berjalan menuju cermin, menatap bayangannya sendiri. Rambutnya kusut, mata sembab, dan gaun tidurnya setengah lusuh karena terburu-buru turun tanpa bersiap. Tapi bukan itu yang mengganggunya.

Yang membuat perutnya melilit adalah kalimat itu.

"Aku akan menyuruh Elad menyentuhmu."

Cloe memejamkan mata. Suara itu, suara ibu mertua yang tenang dan penuh kendali, masih terngiang di telinganya seperti kutukan. Ia bisa membayangkan Elad masuk ke kamar malam ini—mungkin dengan senyum menyebalkan itu, mungkin dengan langkah malas dan tangan yang bau parfum wanita lain.

Aroma itu.

Cloe menggertakkan gigi. Ia ingat, beberapa malam lalu, Elad pulang larut. Kancing bajunya tidak berurutan. Lehernya berbau manis—terlalu manis untuk pria yang katanya baru pulang dari “meeting bisnis”. Ia tak bertanya saat itu, karena ia tahu jawabannya tak akan merubah apa pun.

Dan sekarang? Sekarang dia diminta membuka tubuhnya untuk pria yang bahkan belum selesai dengan wanitanya yang lain?

“Menjijikkan,” desisnya, nyaris seperti ludah yang tak jadi dilontarkan.

Ia berjalan ke kasur dan menjatuhkan diri, wajahnya tenggelam ke bantal. Tapi pikiran terus berputar. Suara Dhara, bayangan Elad, bahkan Aida dan semua drama keluarga yang menjadikannya sekadar pion—semua berputar liar dalam pikirannya seperti badai.

Tubuh ini bukan barang.

Ia memeluk lutut, menggulung tubuhnya sendiri. Mata menatap langit-langit yang seputih rasa asing yang mulai merambat dari hati ke seluruh tulangnya.

“Bagaimana mungkin,” bisiknya lirih, “aku bisa menyerahkan diriku ... pada seseorang yang bahkan tidak layak memegang tanganku?”

Ia menoleh ke arah pintu. Diam. Mencoba mendengar apakah ada langkah Elad di lorong. Tapi hanya keheningan yang menjawab. Dan entah kenapa, itu membuatnya lebih lega.

Belum.

Belum malam.

Belum waktunya bertarung dengan bau parfum yang bukan miliknya.

Cloe berbaring dalam diam, tapi matanya tak pernah benar-benar terpejam.

Pikirannya memutar ulang malam itu—malam di mana seharusnya ia memulai hidup barunya sebagai istri Elad, tapi malah berakhir dengan langkah terburu, air mata dingin, dan taksi yang melaju tanpa tujuan pasti. Ia lari, dan ia ingin melarikan diri lagi.

Karena rasa terpenjara tak pernah benar-benar hilang.

Matanya menatap langit-langit kosong, dan pikirannya bekerja pelan-pelan, menyusun kembali rute. Setelah Dhara pulang, dia akan mencoba menerobos ke luar tanpa menimbulkan kecurigaan. Dia bisa pergi, lagi. Dan kali ini, dia tidak akan kembali hanya karena Elad mengancam atau Aida bersilat lidah.

“Cih, anak justru membuatku semakin menderita nanti. Gila!”

Cloe bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju lemari. Ia tak punya banyak barang pribadi—hanya beberapa baju yang memang ia bawa saat pertama kali dipaksa menikah. Ia memilih satu tas selempang hitam, melempar beberapa potong pakaian ke dalamnya, dompet, ponsel, dan charger. Sederhana. Diam-diam.

“Bodoh jika mereka berpikir aku tidak akan melarikan diri lagi.”

Pukul tiga lewat lima belas, suara mesin mobil terdengar dari halaman depan. Lewat celah tirai, Cloe melihat Dhara melangkah anggun masuk ke dalam sedan hitam, dengan sopir membukakan pintu layaknya ratu yang akan memeriksa kerajaan kecilnya. Pintu tertutup. Mobil perlahan menjauh.

Cloe menarik napas panjang. Tangannya bergetar saat meraih tas yang telah ia siapkan sejak dua jam lalu. Kali ini tidak akan ada catatan yang ia tinggalkan di meja. Tidak ada pesan. Tidak ada penjelasan.

Sama seperti waktu itu.

Ia melangkah pelan, setiap langkah seperti gema dari masa lalu yang memanggilnya. Ketika ia membuka pintu, udara sore menyergap wajahnya. Bebas. Belum tentu aman, tapi setidaknya, bebas.

Saat mencapai garasi, ia melihat motor matic yang tak terkunci. Entah karena keteledoran, atau karena takdir memang memberinya jalan keluar.

Ia duduk di balik kemudi. Tangannya menggenggam setang erat. Lalu, sebelum menghidupkan mesin, ia menatap pantulan wajahnya di kaca spion. Rambut berantakan, mata lelah, tapi ada satu hal yang tak pernah hilang: Keinginan untuk menentukan hidup sendiri.

Mesin menyala, segera memasang helm. Ban bergulir pelan keluar dari rumah mewah itu. Tidak ada satu pun penjaga yang menggubris—semuanya sibuk dengan rutinitas sore, terlalu yakin bahwa nyonya muda tak akan ke mana-mana. Ah, mereka tidak tahu kisah Cloe yang pernah melarikan diri.

Bersambung....

1
Rittu Rollin
yuk up nya dtunggu ya thor
Rittu Rollin
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!