Erina harus menerima ketidak adilan saat dirinya menjadi tertuduh telah menghabisi nyawa Ameera, sahabat karibnya sendiri.
Sebab saat ditemukan Erina lah satu-satunya orang yang ada di tempat kejadian perkara. Kebodohan besar yang Erina lakukan adalah, dia berusaha melepaskan pisau yang menancap di perut Ameera.
Dugaan diperkuat sebab Erina menyukai Devan, kekasih Ameera.
Di tengah usahanya untuk membela diri, Erina menemukan fakta jika saat Ameera meregang nyawa, ternyata sahabatnya itu sedang berbadan dua. Kecurigaan Erina seketika tertuju pada Devan. Namun Devan menyangkal telah menghamili Ameera.
Lantas, mampukah Erina membuktikan jika dirinya tidak bersalah dan menemukan siapa orang yang sebenarnya telah membunuh Ameera?
Albi, pengagum setia Erina berdiri di barisan paling depan saat perempuan itu dikucilkan.
Di tengah pencarian itu, benih cinta mulai tumbuh di hati Devan untuk Erina. Sedangkan hati Erina semakin terpikat lebih jauh oleh sosok Albi, laki-laki menyebalkan yan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratih mirna sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baim?
"GUE TAU, PASTI LOE YANG UDAH NARUH BANGKAI TIKUS ITU DI KOLONG MEJA GUE KAN?" Ucap Erina dengan lantang. Kemarahannya tak dapat di kendalikan. Albi sudah sangat keterlaluan. Maksudnya apa coba? Apa dia ingin balas dendam karena selama ini Erina selalu menolak cintanya?
Albi tertegun saat mendapat bentakan dari Erina. Kenapa jadi dirinya yang disalahkan?
"Bukan gue Er. Percaya sama gue ya!" Ucap Albi membela diri.
"Sudah sudah. Erina, kamu tenang dulu ya. Kita cari solusi terbaik untuk masalah ini." Pak Zian melerai.
Dada Erina sudah kembang kempis menahan marah. Via dan Ameera menghampirinya dan memberi Erina dukungan.
"Sabar dulu beb, loe nggak bisa nuduh Albi sembarangan." Ucap Via.
"Iya, Via bener Er. Loe tenangin diri loe dulu!" Ameera mengusap pundak Erina agar sahabatnya itu bisa sedikit tenang.
"Gimana gue nggak nuduh dia beb, loe tau sendiri kan selama ini siapa yang suka naruh-naruh benda aneh di kolong meja gue. Sekarang dia udah keterlaluan." Ucap Erina menggebu.
"Albi, apa benar yang dikatakan Erina barusan?" Tanya pak Zian pada Albi.
"Perkataan Erina itu ada benar dan nggak nya pak. Saya memang suka naruh coklat ataupun cendramata di kolong meja Erina. Buat menghibur dia yang suka sedih. Tapi sumpah demi apapun pak, bukan saya yang naruh bangkai tikus itu disana. Potong telinga saya kalau saya sampai berbohong." Jawab Albi tegas.
"...Er, tolong percaya sama gue." Ucap Albi bersungguh-sungguh. Entahlah Erina percaya atau tidak. Kenapa disaat Erina mulai mau membuka sedikit hatinya untuk Albi justru ada kejadian ini yang membuat Erina harus berpikir ulang untuk menerima Albi.
Erina menjambak rambutnya sendiri frustasi. Merasa jijik juga karena bangkai tikus itu sudah menyentuh roknya.
Beberapa murid ada yang keluar dari kelas karena tak tahan dengan bau bagkai itu. Ada juga yang tetap tinggal untuk ikut menyelesaikan masalah ini.
"Mungkin aja tikus itu nggak sengaja mati disana Erina." Ucap salah satu murid. Erina tak menjawab, masih tak habis pikir.
"Nggak mungkin, loe liat! Bangkai tikus itu gepeng kayak habis ke geleng. Mana mungkin tikus mati bisa merangkak masuk ke kolong meja?" Balas Via sambil menunjuk ke arah bangkai itu.
"Via benar. Sepertinya untuk hari ini kelas kita akan di beri disinsfektan, jadi semua saya harapkan belajar dirumah masing-masing." Ucap pak Zian.
"Horeeee." Murid-murid bersuka cita menyambut perkataan pak Zian. Sebuah rezeki nomplok dibalik petaka Erina.
***
Dan hari itu, semua murid kelas XII IPA2 benar-benar di pulangkan. Semua murid di anjurkan belajar dari rumah sementara ruangan kelas sedang di sterilkan.
Erina memilih pulang sendiri karena tak ingin sahabat-sahabatnya terkena virus yang di tularkan dari bangkai tikus itu. Sesampainya dirumah, Erina langsung mandi, seragam yang tadi digunakannya, dia buang ke tempat pembuangan. Perempuan itu takan sudi jika harus memakainya lagi.
Setelah satu jam lamanya Erina berada di kamar mandi, bahkan dia hampir menghabiskan setengah botol shampo dan satu kantong sabun cair untuk acara mandinya. Diapun keluar dengan sebuah handuk yang melilit di kepalanya. Sudah segar.
Menjatuhkan bokongnya di atas kursi yang berhadapan dengan meja rias, memperhatikan bayangan dirinya di pantulan cermin.
"Hari yang sial!" Gumamnya. Karena insiden ini, semua murid jadi di pulangkan. Tapi bagi murid pemalas, mungkin ini adalah hari keberuntungan.
Kemudian menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja itu. Up date status dulu di WhatsApp kalau dirinya baru saja mendapat musibah.
Namun belum sempat dia membuka aplikasi WhatsApp, dia mendapat notifikasi sebuah SMS. Tumben ada nomor asing yang mengiriminya SMS, biasanya hanya operator sim card yang sering menawarkan kuota murah.
Cepat-cepat Erina membukanya karena merasa penasarang.
Setelah papa dan mamamu, sekarang giliran adikmu. Dan setelahnya adalah giliranmu. Nasibmu akan sama dengan tikus itu. Hahaha.
Deg!
Lutut Erina melemas setelah membaca pesan itu. Jantungnya berdebar lebih cepat sekarang. Apa maksud dari pesan ini? Siapa pengirimnya? Apa jangan-jangan orang ini yang telah merencanakan kecelakaan yang di alami orang tuanya? Dan yang menaruh bangkai tikus itu juga?
Erina mencoba untuk melakukan panggilan pada nomor itu, namun hasinya nihil, nomornya sudah tidak aktif. Dia menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Ada seseoeang yang sedang mengincar keluarganya. Tapi siapa?
Lalu teringat kembali akan pesan itu. Sekarang giliran adikmu.
Astaga!
Baim. Dimana dia sekarang? Sibuk Erina mencari pakaiannya didalam lemari, setelah mendapatkan, diapun bergegas memakainya.
Pukul 10 lewat. Berarti kelas Baim sudah bubar sekarang. Biasanya Baim pergi ke sekolah di antar papa sembari lewat ke kantor. Sedangkan kalau pulang mama yang jemput. Tapi sekarang mama Sofi sedang sakit. Kaki dan tangannya terluka lumayan parah. Lantas, bagaimana Baim bisa pulang sendiri?
Selama berdandan Erina terus saja memikirkan keadaan Baim. Orang yang mengiriminya SMS terror mengancan akan menjadikan Baim sasaran berikutnya. Erina takut jika sampai terjadi sesuatu yang buruk kepada adik menggemaskannya itu.
Tak kurang dari 10 menit Erina sudah siap untuk pergi. Dengan setengah berlari ia menuruni anak tangga, menemui mamanya dulu di kamar.
"Ma!" Ucap Erina sambil mendorong pintu kamar mamanya.
"Ehh, Er. Kamu sudah pulang jam segini?" Tanya mama Sofi.
"iya ma. Sekolah di bubarin. Baim pulang jam 10 kan ma?" Erina balik bertanya. Dia tak ingin mamanya merasakan kecemasan yang sama dengan dirinya, sehingga memilih tak menceritakan tentang terror yang dia dapatkan.
"Iya, sekarang udah bubar kayaknya." Jawab mama Sofi sambil melirik jam dinding.
"...kebetulan kalau kamu udah pulang. Tolong jemput adik kamu di sekolahnya ya! Kaki mama masih sakit. Takutnya nggak kuat kalau di pake jalan jauh." Sambungnya kemudian.
"Ya udah kalau gitu, Erina pergi sekarang ya!" Setelah mencium tangan mama Sofi, Erina pun bergegas untuk pergi.
***
Tak butuh waktu lama karena jarak rumah dan sekolah Baim hanya berkisar 3 kilo meter saja. Dengan mengendarai motor akan lebih mempercepat Erina sampai disana. Dia menghentikan motor yang ia kendarai tepat di depan gerbang sekolah TK itu. Keadaan taman kanak-kanak sudah sepi dari anak-anak. Terang saja, ini sudah setengah jam dari jadwal mereka pulang.
Lantas, dimana Baim? Erina tak menemukan keberadaan adiknya itu disana.
Seorang perempuan muda nampak keluar dari gedung TK, Erina turun dari motornya dan bergegas menghampiri guru Baim itu.
"Maaf, numpang tanya kak. Apa masih ada murid di dalam kelas?" Tanya Erina sopan.
"Tidak ada. Semua murid sudah pulang dari setengah jam yang lalu." Jawab guru muda itu.
Erina memijat pelipisnya pelan. Perasaan cemas kembali menjalar di hatinya. Dimana Baim sekarang? Apa yang harus Erina katakan kepada mamanya nanti?
"Ya udah kalau begitu. Terimakasih, saya duluan!" Setelah pamitan, Erina kembali mengendarai motornya. Berpikir untuk mencari Baim di sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Siapa tau nanti bertemu di jalan. Semoga saja ada ibunya teman Baim yang berbaik hati mau mengantar adik Erina itu sampai rumah. Begitu Erina berharap di dalam hatinya.
Dia menambah laju motornya, ingin cepat-cepat sampai rumah untuk memastikan Baim ada di sana. Dia belum bisa bernafas lega sebelum dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Baim dalam keadaan baik-baik saja.
______________
Hayoo, Baim kemana? Tetap tinggalkan jejak setelah membaca, like, corat-coter di kolom komentar... Vote dan beri hadiah agar popularitas karya ini meningkat 🙏
q mampir kak mau baca kisah bang Albi 😁
semangat terus berkarya 👍👍
dan jempolnya lekas sehat🤲🤲🤲