Terjerat Cinta Si Culun

Tatapan matanya begitu sayu memikirkan apa saja yang baru saja, menimpahnya. Berdiri didepan kaca, seraya tanganya menyentuh pipinya, bekas tamparan tadi.

"Ternyata kehidupanku dirumah ini, dan dirumahku sama saja tidak ada yang berbeda, tetap menadapatkan perlakuan kasar." Gumamnya, dengan senyuman yang nyaris tak terlihat.

Terdengar suara seseoarang memanggil didalam kamar, mengusap airmatanya, dan dengan segera dia menghampiri asal suara tersebut.

"Nona..Nona..Nona Ariana." Panggil Paula, dengan mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, mencari keberadaan Ariana.

Berlalu keluar, dan sedikit terkejut saat mendapati keberadaan seorang pelayan, yang membawakan sarapan.

"kau membawakan sarapan pagi, untukku?" Bertanya, saat melihat Paula membawa beberapa potong roti yang sudah diolesi selai, dan susu.

"Iya Nona? Tuanmuda memintaku untuk membawakan sarapan pagi untuk anda."

Mengernyitkan kedua alisnya, seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Semalam dia menyiksaku, bahkan tadipun begitu. Tapi pagi ini dia begitu baik padaku, dan bahkan pagi ini, dia meminta pelayan mengantarkanku sarapan. Dia terlihat seperti orang yang mempunyai dua kepribadian, kadang baik, dan juga tiba-tiba dia bisa berubah menjadi singa yang sangat jahat." Bathinya, dengan asumsinya sendiri.

"Nona? anda baik-baik saja?!" Tanya Paula, saat mendapati Araa tampak melamun.

"A..aku, baik-baik saja." Jawabnya, tersenyum kikuk.

"Baiklah Nona, silahkan dinikmati sarapannya, saya permisi dulu." Pamit Paula, dengan berlalu keluar dari kamar itu.

Ariana duduk dikursi, dan mulai menikmati sarapan paginya. Makan dalam diam, dengan suasana hati yang tengah hampa. Hingga suara telepone masuk diphonsel miliknya, mengejutkan gadis itu dari lamunan.

"Papa..?" Gumamnya, saat menatap layar phonsel dan ternyata ayahnya David, yang menelponenya. Dan memutuskan, untuk menerimanya.

Ariana: Hallo Paa?

David: Hallo anakku, bagaiman kabarmu? apakah kau baik-baik saja?

Ariana: Kabar?" Dengan sedikit terkejut, saat ayah angkatnya menanyakan kabarnya.

David: Iya Nak, bagaimana kabarmu, baik-baik sajakan? karena sekarang kau sudah bersatus istri, dan Papa yakin kau pasti bahagia, dengan rumah tanggamu, sebab Tuan Zain, adalah laki-laki yang baik.

"Papa..?" Gumamnya pelan, karena apa yang dikatakan David sangat jauh dari kenyataan, yang dia dapat dirumah ini.

Ariana: Aku baik-baik saja Paa? Tuan Zain sangat baik, aku sangat bahagia dengan pernkahanku." Jawabnya, yang memilih untuk berbohong.

David: Tuan, kau memanggil suamimu dengan sebutan Tuan?!" Bertanya, dengan suara yang terdengar begitu terkejut.

Ariana: Maaf Paa? Maksudku, suamiku." Jawabnya kikuk, yang baru menyadari ucapannya.

David: Papa akan segera keluar kota untuk mengurus pekerjaan, sebelum Papa pulang, Papa ingin menemuimu, Araa?!.

Araa terlihat begitu kaget, saat mendengar keinginan David yang ingin bertemu dengannya.

"Bagaimana bisa aku bertemu dengan Papa, dengan kondisiku seperti ini." Dengan menyentuh pipinya, yang memerah. Dan aku tidak mau Papa mengetahui, pernikahanku yang sebenarnya. Maafkan aku Paa, yang sudah membohongimu." Bathinya, dengan rasa bersalah yang teramat sangat.

Ariana: Maaf Paa, aku tidak bisa. Aku sangat sibuk." Jawabhya, berbohong.

David: Baiklah, kalau memang kau sedang sibuk. Papa bisa mengerti, karena bagaimanpun kau sudah berumahtangga. Kalau begitu Papa tutup teleponenya, nanti kembali dari luar kota, baru Papa akan menemuimu.

Ariana': Baik Paa, aku tunggu." Dengan memutuskan, sambungan teleponenya.

Menghembuskan napas dalam, dan dia terlihat begitu merasa bersalah, karena sudah berbohong dengan pria yang sudah begitu menyayanginya.

"Maakan aku, Paa? maafkan aku. Aku begitu merindukanmu, tapi aku tidak mau, kau tau bagaimana sebenarnya pernikahan yang kuhadapi." Gumamnya, dengan kembali mengusap airmata, yang sudah kembali membasahi pipi.

Setelah selesai dengan sarapan paginya, Araa memutuskan untuk mencari pekerjaan. kini dia sudah terlihat cantik, dengan rambut yang dikepang dua. Dan mencoba untuk menghibur diri, dengan pose berbagai gaya, guna melupakan kesedihan sesaat. Dia memandang wajahnya, setelah sedikit lama dia tidak memakai kacamata.

"Bahkan aku tidak bisa melihat dengan jelas, jika kacamata ini dilepaskan." Gumamnya, dengan mengenakan kembali kacamata minusnya.

Menuruni setiap barisan anak tangga, dengan menggunakan baju berwarna putih, dan slempang berwarna marun, yang menggantung sempurna dipundaknya. Dan saat tibah dilantai bawah, dia begitu terkejut ketika mendapati keberadaan kakaknya, Clara Mahesa.

"Kakak," Gumamnya, dengan menatap Clara dari kejauhan, yang tengah membelakanginya.

Berbalik keasal suara, dan menyunggingkan senyuman sinis diwajahnya, saat mendapati keberadaan adik angkatnya.

"Kakak?! apa yang kau lakukan disini?!" Dengan menyambangi, gadis berambut hitam itu.

"Baru sehari saja menjadi Nyonya Zain Saja, kau sudah sangat sombong." Dengan menyunggingkan senyuman sinis, diwajahnya.

"Clara..?"Panggil sesorang, yang berjalan menghampiri mereka.

"Iya, Bibi?" Dengan berbalik, keasal suara.

Tatapan mata Ariana, beralih keasal suara. Dan disana, dia menjumpai seorang wanita yang berjalan menghampiri mereka, dengan menenteng sebuah paperbag. Dan dalam dirinya timbul rasa penasaran, siapakah wanita yang seusia ibunya.

"Ini oleh-oleh untukmu?" Ucapnya, dengan menyerahkan paperbag tersebut, ketangan Clara.

"Terima kasih Bibi, untuk oleh-olehnya. Dan terima kasih karena begitu baik, dan tetap menyayangiku, walaupun hubunganku, dan keponakanmu sudah berakhir." Ucapnya, tersenyum.

"Apakah dia Bibi, dari Tuan Zain? yang bernama Celine itu, Kakak biasa menceritakan pada Mama, kalau dia begitu menyayamginya." Bathinya, dengan terus menatap wanita paruhbaya itu.

Tatapan Celine menatap Ariana, yang tengah menatapnya.

"Selamat pagi, Bibi?" Sapa gadis itu, ramah.

Tatapan matanya intens, dengan tatapan yang begitu penasaran. Dan menatap Ariana dari atas hingga bawah, yang membuat gadis itu sedikit tidak nyaman.

"Siapa kau? apakah kau pelayan baru, dirumah ini?" Bertanya, dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran.