NovelToon NovelToon
Saat Mereka Memilihnya Aku Hampir Mati

Saat Mereka Memilihnya Aku Hampir Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Bad Boy / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Enemy to Lovers / Cinta Murni
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: his wife jay

Dilarang keras menyalin, menjiplak, atau mempublikasikan ulang karya ini dalam bentuk apa pun tanpa izin penulis. Cerita ini merupakan karya orisinal dan dilindungi oleh hak cipta. Elara Nayendra Aksani tumbuh bersama lima sahabat laki-laki yang berjanji akan selalu menjaganya. Mereka adalah dunianya, rumahnya, dan alasan ia bertahan. Namun semuanya berubah ketika seorang gadis rapuh datang membawa luka dan kepalsuan. Perhatian yang dulu milik Elara perlahan berpindah. Kepercayaan berubah menjadi tuduhan. Kasih sayang menjadi pengabaian. Di saat Elara paling membutuhkan mereka, justru ia ditinggalkan. Sendiri. Kosong. Hampir kehilangan segalanya—termasuk hidupnya. Ketika penyesalan akhirnya datang, semuanya sudah terlambat. Karena ada luka yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan kata maaf. Ini bukan kisah tentang cinta yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon his wife jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

prank

Kairo membuka pintu rumah dengan langkah yang terasa berat.

Rumah besar itu menyambutnya dengan sunyi. Lampu-lampu belum menyala, hanya cahaya temaram dari luar yang masuk lewat jendela. Ia sudah hafal pemandangan ini—orang tuanya pasti belum pulang dari pekerjaan, dan para pembantu memang dijadwalkan pulang sore hari.

“Huufftt…”

Napasnya terembus panjang.

Ia melepas sepatu asal-asalan, lalu berjalan menuju sofa ruang tengah. Tubuhnya langsung ia jatuhkan di sana, menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

Capek.

Bukan badan—hatinya.

“Ngantuk banget,” gumam Kairo sambil menutup mulutnya, menguap lebar.

Matanya terasa berat, pikirannya kacau, dan sebelum ia sempat memikirkan apa pun lagi, kesadarannya perlahan menghilang. Kairo tertidur di sofa, masih dengan seragam sekolahnya.

★★★

Entah sudah berapa lama berlalu.

Tiba-tiba, Kairo terbangun.

Ada sensasi aneh—seperti ada yang mengguncang bahunya pelan. Kelopak matanya terbuka, tapi yang ia lihat hanya gelap. Ruangan itu gelap gulita. Lampu mati. Sunyi terlalu sunyi.

Jantungnya berdegup lebih cepat.

“Si… siapa kalian?” ucap Kairo waspada, suaranya sedikit bergetar.

Tangannya meraba ke samping, nalurinya langsung bekerja. Ia meraih sesuatu yang keras—vas bunga di atas meja kecil. Jarinya menggenggam benda itu erat, siap dilempar kapan saja.

“Kalo Lo macem-macem—”

Klik.

Lampu ruang tengah menyala tiba-tiba.

Kairo memicingkan mata, silau sesaat. Dan ketika penglihatannya kembali jelas, tubuhnya langsung membeku.

Delapan orang berdiri di depannya.

Arsen, Kaizen, Leo, Ezra, Elara, Nayomi, Keira—dan satu di antara mereka memegang kue ulang tahun besar dengan lilin menyala.

“Prettttt!”

Terompet ditiup keras oleh Ezra dan Leo.

“HAPPY BIRTHDAY, KAIRO!”

Suara mereka menggema serempak di ruang tamu.

Vas bunga di tangan Kairo jatuh ke sofa.

Matanya membesar, napasnya tercekat… lalu tiba-tiba, air mata jatuh begitu saja.

“Huaaaaa!”

Tangisnya pecah tanpa bisa ditahan. “Kalian jahat!”

Leo refleks menutup telinga. “diem, mulut lo Berisik banget kayak anak kucing kejepit”

Namun Kairo tidak peduli. Ia berdiri, menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahunya bergetar hebat.

“Kok… kok pada tau sih hari ini ulang tahun gue?” ucapnya terisak. “Gue aja sampe gak inget… gue masih mikirin gimana caranya minta maaf ke Lo semua…”

Kaizen melangkah maju, menepuk pundak Kairo pelan. “Kita kan sahabat. Masa lupa sama ulang tahun Lo?”

Kairo mengangkat wajahnya, matanya merah, hidungnya memerah.

“Tiup lilinnya,” ucap Elara lembut sambil mendekat, senyumnya hangat.

“Ell…” rengek Kairo pelan, senyum kecil muncul di sela tangisnya.

“Selamat ulang tahun, Kai,” ucap Elara tulus.

Kairo mengangguk, lalu menutup mata. Ia mengatupkan tangan, berdoa dalam hati—doa yang sederhana, tapi penuh harap. Setelah itu, ia meniup lilin di atas kue hingga padam.

“Tepuk tangan dong!” seru Ezra.

Elara cepat-cepat meletakkan kue itu di atas meja. Namun belum sempat ia mundur, Kairo tiba-tiba melangkah maju dan memeluknya erat.

“El makasih…” ucapnya lirih, suaranya masih serak.

Namun detik berikutnya—

“WOI!”

Ezra dan Arsen langsung menarik Kairo menjauh dari Elara hampir bersamaan.

“Jangan meluk El!” protes Ezra. “Nanti ingus Lo kena baju El!”

“Mana ada!” bantah Kairo kesal.

Arsen melirik tajam. “Ada atau enggak, tetep gak boleh.”

Kairo mendecak, tapi akhirnya menyerah. Ia mengusap hidungnya sendiri, lalu menoleh ke arah Nayomi dan Keira.

“Lo berdua kok bisa ikut-ikutan sih?” tanyanya heran.

Nayomi terkekeh. “Awalnya gue juga bingung. Terus dikasih tau El… yaudah diajak sekalian ngeprank Lo.”

“Jadi…” Kairo menelan ludah, “kalian cuma ngeprank gue?”

“Iyalah,” jawab Kaizen santai. “Masa marah cuma gara-gara mangga doang.”

“Potong dong kuenya,” sela Keira. “Gue mau minta.”

“Iya nih,” sambung Ezra. “Kita bela-belain tengah malem ke rumah Lo tau.”

Kairo tersenyum lebar, kali ini tanpa air mata. “Yaudah, duduk semua. Gue bagiin satu-satu.”

Mereka pun duduk melingkar di ruang tamu. Kairo memotong kue dengan hati-hati, membagikannya ke masing-masing dari mereka.

“Sekali lagi… makasih,” ucap Kairo tulus.

“Sama-sama,” jawab mereka serempak.

Kaizen mengangkat potongan kuenya sedikit. “Gue harap pertemanan kita terus terjalin… sampe maut ngambil kita.”

“Amin,” jawab semuanya hampir bersamaan.

Di ruang tamu yang sebelumnya sunyi dan gelap, kini penuh tawa, cahaya, dan kehangatan—

dan Kairo sadar satu hal malam itu:

Ia tidak sendirian.

Dan ia tidak akan pernah benar-benar ditinggalkan.

★★★

Setelah kue hampir habis dan ruang tamu dipenuhi remah serta tawa, Kairo berdiri sambil membawa piring kosong ke dapur. Ia kembali dengan wajah yang jauh lebih cerah dibanding beberapa jam lalu.

“Eh,” ucapnya sambil menatap mereka satu per satu, “kalian mau pulang apa nginep?”

Leo langsung menggeleng. “Pulang aja, besok sekolah. Gue gak mau bangun kesiangan terus dimarahin nyokap.”

“Iya,” sambung Ezra sambil berdiri dan meregangkan badan. “Udah malem juga. Surprise-nya kelar, targetnya udah nangis, tugas selesai.”

“Gue gak nangis karena Lo,” protes Kairo.

“Alasan,” jawab Ezra santai.

Kaizen menoleh ke arah Nayomi yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. “Nay, rumah Lo kan agak jauh dari komplek ini. Gue anterin aja.”

Nayomi mendongak, sedikit terkejut. “Hah? Gak ngerepotin?”

“Enggak,” jawab Kaizen singkat. “dari pada Lo kenapa kenapa dijalan.”

“Oh yaudah,” Nayomi mengangguk kecil. “Makasih, Zen, terus si Keira gimana?"

Keira yang berdiri di dekat pintu langsung menyela, “iya terus gue gimana?”

Semua mata refleks mengarah ke Kairo.

Kairo yang sedang minum air langsung tersedak kecil. “Heh, kenapa pada liatin gue?”

Nayomi menyengir. “lo anterin kei. Masa gue sama Kaizen, kan beda jalur?”

Keira mengangguk setuju. “Iya. Lagi pula gue udah capek-capek ikut ngesurprise-in Lo. Masa pulangnya naik ojek, mana tengah malam gini gak mungkin ada ojek"

Kairo menggaruk belakang kepalanya, agak kikuk. “Ya… yaudah. Gue anterin.”

“Tumben baik,” celetuk Leo.

“Gue dari tadi juga baik,” balas Kairo cepat.

Satu per satu mereka pun bersiap pulang. Ezra dan Leo lebih dulu keluar sambil ribut soal siapa yang lupa bawa jaket. Arsen berdiri sebentar di dekat Kairo.

“Hari ini jangan mikir aneh-aneh lagi,” ucap Arsen pelan. “Tidur.”

Kairo tersenyum. “Siap, boss.”

Elara mendekat terakhir. “Sekali lagi selamat ulang tahun,kai.”

“Makasih, El,” jawab Kairo tulus.

Tak lama, Kaizen dan Nayomi pamit lebih dulu, disusul arsen dan elara yang berjalan ke arah mobil. Rumah kembali sedikit lebih sepi, tapi hati Kairo terasa penuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!