Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.
Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.
Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.
Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Hampir Tumbang
Jalan menuju lembah menurun tajam, penuh akar dan batu basah. Saat kaki mereka menyentuh perbatasan yang tak terlihat, hawa sekitarnya langsung berubah.
Angin yang awalnya lembut kini terasa dingin dan berat, seperti menyusup ke dalam tulang. Kabut semakin tebal, dan suara alam, burung, serangga, bahkan dedaunan, tiba-tiba lenyap.
Seolah lembah ini menelan suara dunia.
Aura spiritual yang menyelimuti tempat itu bukanlah aura biasa. Bagi mereka yang peka, seperti Yanzhi, rasanya seperti berjalan melewati lapisan dunia lain, berat, menekan, dan samar-samar… familiar.
"Ini… tanah yang pernah dicicipi iblis," komentar roh itu tiba-tiba, nada suaranya berbeda. Lebih serius.
"Iblis?" tanya Yanzhi dalam hati.
"Ada yang dikubur di sini. Atau pernah bertarung di sini. Jejak kekuatannya belum sepenuhnya hilang."
Kelompok mulai menyebar ke berbagai jalur. Beberapa murid memasang formasi kecil untuk saling melindungi.
Mei Jiu dan dua murid lain bergerak ke arah kiri, mencari celah batu tempat Jade Asap Hitam biasanya bersembunyi.
Bai Lin berjalan tenang, sendirian ke arah barat, tak mau diganggu siapa pun.
Yanzhi memilih jalurnya sendiri, menuruni lereng lembah yang remang dan lembap.
"Kau tahu kenapa aku tidak suka tempat seperti ini?" suara sang roh kembali, kini seperti gumaman.
"Karena mereka mengingatkanku pada saat-saat terakhir."
Yanzhi melangkah pelan, napasnya teratur. Ia tak bertanya lebih lanjut. Tapi matanya waspada.
Lembah ini bukan tempat latihan.
Lembah ini… menunggu untuk menguji siapa yang pantas keluar hidup-hidup.
Dan jauh di bawah permukaan tanah yang mereka injak,
sesuatu yang lama terkubur… mulai membuka mata.
Langkah-langkah para murid menyusuri Lembah Angin Gelap terdengar lirih di antara desir angin dan kabut kelabu.
Yanzhi, bersama Mei Jiu dan Bai Lin, mereka akan bergerak ke jantung lembah, tempat konsentrasi Jade Asap Hitam diyakini paling tinggi.
......................
Sementara itu, kelompok penyokong dipimpin oleh salah satu senior lainnya, bertugas menyisir jalur tepi lembah dan melindungi sisi luar dari gangguan binatang buas atau roh terkutuk liar. Di antara kelompok itu ada Han Ye, murid dengan reputasi tajam, lidah pedas, dan keengganan untuk bekerja sama dengan siapa pun terlalu lama.
Tapi tak lama setelah memasuki lembah, Han Ye sudah merasa tidak cocok dengan langkah lambat rekan-rekannya.
"Lamban dan banyak bicara. Kalau ini disebut strategi, aku lebih percaya arah angin," gumamnya sebelum berbalik dan berjalan ke arah yang berbeda, mengikuti instingnya sendiri.
Di sisi lain, Yanzhi merasa ada sesuatu yang ganjil ketika mereka melewati belokan curam yang dipenuhi kabut hitam.
"Tunggu," katanya, menghentikan langkahnya sendiri. "Ada jejak energi... tapi berbeda dari yang lain."
Mei Jiu sempat menarik lengannya.
"Jangan bodoh, itu bukan jalur yang disetujui."
"Aku cuma akan periksa sebentar," jawab Yanzhi singkat. "Kalian teruskan, aku akan menyusul."
Langkah Yanzhi menyusuri jalur bebatuan yang menurun mulai melambat. Di sekelilingnya, kabut menggantung rendah, menutupi pandangan lebih dari tiga tombak ke depan. Tanahnya becek, pohon-pohon tumbuh liar dan rapat, dan hawa spiritual di sekitarnya terasa... mencurigakan.
"Tempat ini... terlalu sepi," gumamnya pelan.
Roh dalam dirinya berdesis.
"Sepi bukan berarti aman. Kadang sepi berarti sesuatu sedang menunggu."
Tiba-tiba, di antara celah akar besar dan reruntuhan batu, Yanzhi melihat kilau samar, benda berwarna biru gelap tertancap di tanah.
Ia mendekat perlahan, dan mendapati sebuah lencana kecil dari batu giok, dengan simbol aneh di tengahnya. Simbol itu tidak menyerupai lambang sekte manapun yang dikenalnya. Tapi ada aura dingin samar yang merembes darinya.
"Ini bukan milik murid dari sekte manapun," ujar roh itu tajam.
"Lencana roh... peninggalan zaman sebelum sekte kalian berdiri. Dan biasanya, itu digunakan untuk menyegel sesuatu."
Yanzhi belum sempat merespons saat hawa sekelilingnya berubah drastis.
WHOOSH!
Dari balik kabut, bayangan hitam melompat cepat, terlalu cepat untuk ukuran manusia biasa. Sebuah cakaran menyapu ke arah Yanzhi dari samping. Refleksnya mendorong tubuh ke belakang, tapi ujung bajunya robek.
"Serangan?!"
Makhluk itu kini terlihat lebih jelas, seperti manusia, tapi matanya merah menyala, kulitnya keabu-abuan, dan tubuhnya memancarkan aura buas. Itu bukan murid. Bukan juga binatang. Sesuatu di antaranya, seolah manusia yang telah dimakan oleh roh jahat.
"Roh terkutuk… sisa kutukan dari perang lama," kata roh dalam tubuh Yanzhi dengan nada dingin.
"Kalau yang satu ini bisa muncul, berarti segel di lembah ini mulai melemah."
Yanzhi mundur cepat, tangannya bersiap memanggil nyala api spiritualnya. Tapi makhluk itu tidak datang sendiri.
Dari balik kabut, dua lagi muncul, mendekat dengan gerakan menyentak dan suara napas berat.
Yanzhi menggertakkan gigi.
"Tiga lawan satu? Bukankah ini sedikit keterlaluan untuk uji nyali?"
Api menyala di sekeliling telapak tangannya. Tapi dia tahu, dengan tubuhnya yang belum pulih sepenuhnya, serangan frontal akan terlalu berisiko.
Makhluk pertama menerjang, cepat dan liar. Yanzhi melompat ke samping, mengarahkan semburan api ke tanah, membuat kabut tersibak sekejap.
Tapi di sela-sela itu… ia melihat bayangan besar di kejauhan, berdiri diam.
Seseorang... atau sesuatu... sedang mengawasi dari balik kabut.
"Yanzhi," kata roh itu pelan, "kali ini… kau tidak hanya sedang diuji. Kau baru saja membuka pintu lama yang seharusnya tetap tertutup."
Kabut di lembah makin tebal. Suara-suara aneh menggema, seperti bisikan dan geraman samar yang bergema dari balik batu dan celah-celah tanah. Yanzhi berdiri dengan posisi bertahan, napasnya sudah berat, keringat menetes dari pelipisnya.
Di sekelilingnya, tiga makhluk itu mengendap-endap, mengitari seperti pemburu yang bersabar.
Api di telapak tangan Yanzhi menyala redup. Terlalu banyak tenaga yang sudah terkuras sejak masuk ke lembah ini. Medan spiritual di tempat ini terasa aneh, seperti menyerap kekuatan dalam tubuhnya perlahan-lahan.
"Aku mungkin bisa menang…" gumamnya. Tapi itu hanya keyakinan setengah hati.
Roh terkutuk pertama menerjang.
Yanzhi melompat ke samping, melepaskan semburan api tipis, tapi makhluk itu langsung menyerang balik, mencakar bahunya hingga tubuhnya terpental menabrak batu karang.
"Yanzhi!! Fokus!" teriak roh dalam dirinya.
Yanzhi berdiri goyah, darah menetes dari ujung bibirnya. Dua roh terkutuk lain tak menunggu. Mereka langsung menerjang bersamaan.
Dia mengangkat kedua tangan tapi apinya nyaris tak menyala. Terlalu lambat.
WUSSH!
Sebuah bayangan melesat dari sisi lembah. Angin tajam seperti pedang memotong udara. Salah satu roh terkutuk langsung terpental, tubuhnya membentur dinding batu.
Roh terkutuk kedua hendak menyerang, tapi serangan angin lain menghantamnya dari atas.
Yanzhi terbatuk, lalu mendongak.
Seorang murid laki-laki, dengan rambut hitam sedikit berantakan dan mata tajam seperti bilah pedang, melangkah mendekat.
Tanpa berkata sepatah kata pun, ia mengayunkan tangannya. Sebuah pusaran angin tipis melingkar di sekelilingnya, lalu wuush! menghantam dua roh terkutuk yang masih tersisa dengan sekali dorongan. Tubuh-tubuh makhluk itu terlempar ke batuan dan hancur tanpa ampun.
Yanzhi terhuyung, menatap pemuda itu dengan napas berat. "Kau…"
"Masih bisa berdiri?" tanya si pemuda, suaranya datar.
"Aku tidak butuh pertolongan," sahut Yanzhi, setengah cemberut.
"Jelas," jawab pemuda itu dingin. "Karena kelihatan sekali kau hampir menang."
Nada sarkastisnya menusuk, tapi tak terdengar menghina, lebih seperti… penilaian.
Pemuda itu berjalan melewatinya begitu saja, lalu menoleh sedikit tanpa benar-benar memandang Yanzhi.
"Namaku Han Ye. Jangan salah paham. Aku hanya tak suka melihat orang kalah di tempat yang seharusnya jadi uji kekuatan."
Kemudian ia pergi, meninggalkan Yanzhi berdiri di tengah lembah yang masih sunyi, napasnya memburu, tapi kini… dengan rasa penasaran baru.
Roh dalam dirinya bersuara, nadanya datar tapi dengan kesan meremehkan,
"Tsk. Gaya besar, efek berlebihan. Sepertinya dia suka pamer."
Yanzhi menyahut dalam hati, masih terengah,
"Tapi kau lihat sendiri, dia mengalahkan dua roh terkutuk itu sekaligus dengan satu gerakan."
"Dan? Aku bisa membakar separuh lembah dalam tidurku. Itu hanya trik anak-anak."
Yanzhi menghela napas pendek.
"Kau memang selalu tahu cara merendahkan semua orang."
Roh:
"Karena sebagian besar memang layak direndahkan. Termasuk bocah itu, siapa namanya tadi?"
"Han Ye."
"Nama yang cocok untuk gaya berisiknya. Kuharap dia tidak berani menantangmu, karena aku akan tersinggung kalau kita disamakan."
......................
Langkah Yanzhi berat saat ia mulai bergerak lagi. Kabut di Lembah Angin Gelap tak berkurang sedikit pun, bahkan terasa makin padat. Tanah lembab menahan kaki, dan hawa spiritual di udara terus menggerus kekuatan dalam tubuhnya perlahan-lahan.
Tapi ia tidak kembali. Belokan tadi terlalu jauh, dan ego-nya terlalu keras untuk kembali dengan tangan kosong.
Di balik tebing rendah yang ditutupi akar-akar tua, Yanzhi akhirnya melihatnya, sebaris retakan tanah berkilau samar. Cahaya biru kehitaman menyala pelan di bawah lapisan tipis lumut dan debu.
"Jade Asap Hitam," gumamnya, sedikit lega.
Ia mendekat. Baru saja menyentuh permukaan batu jade itu dengan telapak tangannya—
ZRAKKK!
Sebuah suara retak menggema pelan… lalu tanah di sekelilingnya mengeluarkan kabut hitam yang sangat pekat. Bukan kabut biasa, ini beracun. Yanzhi tersedak, tubuhnya goyah. Hawa spiritualnya mulai goyah seiring uap aneh menyelimuti paru-parunya.
"Bodoh," desis roh dalam dirinya. "Kau memicu segel pelindungnya."
Yanzhi mencoba mundur, tapi kakinya terasa berat. Kabut itu menahan energi spiritual di dalam tubuhnya.
"Sial… aku bahkan tidak bisa menyalakan api."
Bayangan gelap mulai muncul di ujung pandangan, makhluk-makhluk kabut, bentuk samar roh yang membusuk di dalam lembah ini selama ratusan tahun.
Yanzhi terhuyung. Napasnya pendek. Dalam satu langkah lagi, mungkin ia akan tumbang—
WUUUUSHH!
Angin tajam memotong kabut dari arah atas.
Seketika, kabut terbelah seperti tirai.
"Serius, kenapa setiap kali aku lewat sini, kau hampir mati?"
...****************...