Di sebuah desa yang masih asri dan sejuk juga tak terlalu banyak masyarakat yang tinggal hidup lah dengan damai jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang sibuk.
Kegiatan yang wajar seperti berkebun, memancing, ke sawah, juga anak-anak yang belajar di sekolah.
Di sekolah tempat menuntut ilmu banyak yang tak sadar jika terdapat sebuah misteri yang berujung teror sedang menanti masyarakat lugu yang tidak mengetahui apa penyebab nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risma Dwika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Suhu tubuh nya pun naik drastis, Zaki dan uwa Daris sampai kepanasan saat bersentuhan kulit dengan neng.
"Sudah cukup saya bilang!!" neng membentak, namun bukan suara nya yang terdengar. Suara perempuan dewasa yang serak.
"Ada keperluan apa kau wahai makhluk Allah SWT? Jangan lah mengganggu sesama makhluk ciptaan Nya". Yai Abdul terus memegang tasbih nya seraya mendekat ke arah neng.
"Jangan mendekat atau anak ini benar-benar ku bawa !!".
"Tidak ada yang bisa membawa anak ini kecuali sang pemilik jiwa dan raga ini yaitu Allah SWT ". Yai Abdullah benar-benar tenang menghadapi makhluk ghaib ini.
"Kata siapa tidak bisa? Aku tentu bisa membawa anak ini ke tempat kami". ujar neng dengan suara lain.
"Tidak akan bisa. Sebenarnya apa mau mu?". Tanya yai Abdullah.
"Saya hanya ingin anak ini".
"Tidak bisa, pergilah kamu ke tempat yang semestinya! Jangan mengganggu manusia. Kita ini sesama makhluk Allah SWT".
"Yaa, tapi kalian makhluk Tuhan yang tidak punya tata Krama ". Setelah mengatakan itu, neng pingsan. Tubuh nya lemas sekali.
"Yaa Allah anak ku kang". Bu Munah mengusap kepala neng.
"Pak, Bu. Makhluk ini sungguh ngeyel sekali. Sebaiknya kalian menginap satu atau dua hari". Ujar yai Abdul.
"Baik yai. Yang penting keponakan saya kembali sehat". Ujar uwa Daris.
Sedangkan Zaki hanya termenung.
Dia mendengar suara neng membuat nya jadi bergetar. Perasaan nya tidak enak sekali.
Ia seperti kenal dengan suara itu.
'Suara itu. Apakah itu dia?'. Batin Zaki.
Neng masih pingsan, Bu Munah dan yai Abdullah berusaha menyadarkan neng.
Uwa Daris juga uwa nyai memperhatikan Zaki yang terdiam. Seperti ketakutan.
"kenapa Zaki?"
"Ah, nggak. Nggak kenapa-kenapa wa".
"Kamu gemetar". Ucap uwa nyai.
"Takut wa". Ujar Zaki.
"Nggak perlu takut. Kamu manusia, derajatnya lebih tinggi dari 'dia'. Jadi nggak perlu takut". Ucap uwa Daris.
"Iyaa wa".
Kemudian....
"Assalamualaikum yai".
"Waalaikumsalam".
"Loh dian. Kenapa ini teh? Yaa Allah Dian".
Dian sendiri tak kalah memprihatinkan nya.
Saat ini Dian sedang asyik memakan bunga melati seperti layaknya cemilan.
Zaki melihat nya tambah takut saja.
Saat Dian dan Zaki beradu tatap, Dian menatap Zaki dengan tajam. Seolah dia marah.
"Zaki, kenapa?". Ujar Dian, namun suara nya berat seperti suara laki-laki.
"Kk.. Ka.. kamu?". Zaki terbata bata suaranya.
"Yaa, ini aku". Dian pun ambruk.
Zaki juga sampai terduduk lemas.
'Rama. Itu tadi Rama'. Batin Zaki.
"Nak, ayo minum dulu". Uwa Daris curiga ada yang di tutupi keponakan nya ini.
"Makasih wa. Kalo nggak ada uwa mungkin aku udah kebingungan wa".
"Sudah seharusnya uwa begini. Tapii apa benar kamu nggak kenal suara tadi?".
"Aku kaget Wak. Aku nggak pernah ingat malah merasakan hal kayak gini".
"Ya sudah, sekarang yang kita bisa lakukan hanya berdoa. Kita berdoa supaya ini semua bisa kita lalui bersama. Kita serahkan sama yang Maha kuasa, pasti ada hikmah di balik ini semua, hanya saja kita tidak bisa menebak apa". Uwa Daris menasihati dan memberikan semangat agar keluarga nya selamat dan juga bisa sabar dalam melalui ujian hidup.
Di usia yang sudah renta, seharusnya uwa Daris beserta istri dan adiknya beristirahat dan beraktivitas dengan nyaman.
Tapi hidup memang seperti misteri, tidak bisa di tebak esok akan bagaimana.
"Sebaiknya kita semua istirahat secara bergantian". Yai memutuskan untuk menggelar kasur lantai di ruang tamu rumah nya. Memang rumah ini juga tak terlalu besar juga tidak ada kamar khusus tamu.
Untuk yang perempuan di persilahkan tidur lebih dulu karena lebih terlihat lelah dan stres.
Para lelaki tetap berjaga takut kejadian tak terduga terulang.
sebenarnya Zaki sudah sangat mengantuk, namun ia harus menjaga ibu dan adiknya.
Zaki terus kepikiran suara Dian tadi.
'Apa itu tadi dia ? Apa dia ingin menuntut ku? Tapi aku nggak salah'.
Pikiran Zaki mengawang jauh. Dia tidak sangka keluarga nya akan mengalami kejadian seperti ini.
Apalagi adik nya yang biasa ceria, rajin, jadi seperti hidup segan mati tak mau.
Zaki juga berpikir bahwa sakitnya neng, berkaitan dengan Dian.
'Ini pasti masih berkaitan'.
Uwa Daris dan ayah nya Dian mengobrol di teras rumah kyai Abdullah.
Untuk yai Abdul sendiri dia izin istirahat di kamar.
Kondisi neng dan Dian juga sudah kondusif, jadi lebih baik yai beristirahat untuk pengobatan lanjutan besok.
"Dian sejak kapan begini pak?" tanya uwa Daris
"Sejak semalam seperti nya. Saya dengar ikhsan dan Syifa juga begini, cuma mereka hanya sebentar dan nggak terlalu parah. Makanya mereka nggak mau ikut saya kemari". Jelas ayah nya Dian.
"Saya merasa, ini saling berkaitan yaa pak. Karena yang kena hanya teman dekat neng. Apa ada yang mereka buat yaa ? Atau mereka ada salah ucap kah?" uwa Daris berusaha menduga alasan di balik ini semua.
Ayah nya Dian di temani adik ipar nya, atau om nya Dian. Karena ibu nya Dian jaga adik yang masih kecil.
"Zaki kalau ngantuk berat, tidur dulu sana. Nanti gantian sama uwa". Uwa Daris memperhatikan Zaki yang mata nya nyaris tertutup karena ngantuk berat.
"Iyaa wa, aku memang kurang tidur. Kalau boleh aku istirahat sebentar ".
uwa Daris mengangguk saja, membiarkan keponakan nya istirahat.
Toh sekarang uwa Daris bertiga yang berjaga, jadi aman.
Saat sedang tidur, Zaki kembali bermimpi.
Mimpi suasana saat dia bersekolah dulu.
Zaki belajar, bermain, tertawa bersama teman teman nya.
Semua terasa nyata...
Bahagia itu terasa di hati meskipun hanya mimpi.
Kebahagiaan yang biasa kita rasakan saat masih jadi pelajar.
Beban yang kita pikul hanya tugas sekolah yang menumpuk yang di berikan guru.
Itu juga jika di kerjakan bersama semua nya terasa ringan.
Zaki bermimpi bermain di halaman sekolah, bermain sepak bola bersama sahabat nya Rama.
Rama yang sudah lebih dulu meninggalkan dia.
Sahabat yang kemana mana selalu bersama.
Baik di sekolah maupun di rumah.
Mereka bersahabat sejak masih balita.
Sekolah pun selalu satu kelas, bahkan satu meja.
Rama juga anak yang baik dan rajin. Dia tidak segan membantu kedua orang tua nya untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Zaki yang melihat itu kagum. Karena dia tak serajin itu. Zaki juga suka membantu ibu dan bapak nya. Namun tidak seperti Rama.
Meskipun Rama laki-laki yang memiliki tubuh tegap, wajah tampan, juga postur tubuh seperti layak nya tentara, tapi tutur kata nya lembut dan menenangkan lawan bicara nya.
Tak pernah ada tutur kata yang kasar atau tidak sopan keluar dari mulutnya.
Zaki menangis dalam mimpi nya ketika sedang bermain bersama sahabat yang sangat dia rindukan.
Rindu yang tidak ada obat nya.
Dapat bertemu dalam mimpi pun Zaki sangat terharu.
Air mata nya banjir saat sedang tidur.
Namun Zaki menangis tanpa suara.