Tujuh belas tahun lalu, satu perjanjian berdarah mengikat dua keluarga dalam kutukan. Nadira dan Fellisya menandatangani kontrak dengan darahnya sendiri, dan sejak itu, kebahagiaan jadi hal yang mustahil diwariskan.
Kini, Keandra dan Kallista tumbuh dengan luka yang mereka tak pahami. Namun saat rahasia lama terkuak, mereka sadar… bukan cinta yang mengikat keluarga mereka, melainkan dosa yang belum ditebus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Ungu_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Dance Bareng
Sore menjelang malam. Alka tengah sibuk bulak balik ngantar makanan ke customer. Sementara Lista dan Cakra sibuk menyiapkan pesanan di dapur, sebelum tampil di panggung kecil cafe.
"Ini kak, selamat menikmati." kata Alka, saat menyimpan pesanan terakhir di meja customer.
"Makasih."
"Sama-sama." jawab Alka, mengangguk pergi.
Alka menghela napas panjang, lalu duduk di depan meja kasir. Tapi tak lama, suara motor di parkiran menarik perhatiannya.
"Liona," gumamnya pelan.
Athar berdehem kecil. "Samperin sana." kata Athar.
Liona berjalan ke arahnya, memakai sweater oversize. "Hallo, Alka." tangannya melambai, senyum di wajahnya lebar.
"Hai, Na." Alka membalas lambaian tangan itu. "Duduk dulu, mau minum apa? Biar gue yang bikinin langsung buat, lo." tanya Alka sambil berdiri.
"Apa aja, asal lo yang bikin." jawab Liona, ia duduk di samping Alka.
Dengan senyum lebar di wajahnya, Alka melangkah masuk ke dalam dapur. Menyiapkan minuman untuk seseorang yang akhir-akhir ini selalu nyelinap masuk ke dalam pikirannya.
Tak butuh waktu lama, hanya sekitar tujuh menit. Alka kembali membawa nampan.
Alka menyimpan minuman itu di meja kasir, karena Liona duduk dekat meja kasir. "Tadi kenapa nggak masuk sekolah?" tanyanya.
Liona menghela napas panjang. "Ada acara keluarga. Tenang, besok juga masuk lagi kok."
Alka hanya mengangguk, sambil duduk di sampingnya.
Liona nyender ke kursi, curi-curi menatap wajah Alka. "Lo kangen, ya." telunjuknya mencolek lengan Alka.
Alka sontak tertawa. "Bisa diem nggak?" di balik tawa kecil itu, Alka menyembunyikan getar aneh yang muncul di hatinya.
Tak lama, Lista dan Cakra keluar dari balik tirai dapur. Wajahnya berkeringat. Sorakan dari para customer menyambutnya, meminta mereka untuk segera naik ke atas panggung, nyanyi santai nemenin waktu santai mereka.
"Kakk, ayo buruan nyanyi, udah nggak sabar pengen ikut karaouke."
"Udah jadi langganan nih, masa nggak di temenin santai."
"Kak, aku request lagu ya, lagi patah hati."
Cakra membuka celemeknya, meraih gitar di kolong meja kasir. "Ayo, Ta."
"Gass," Lista berjalan di belakang.
Sorakan dari pengunjung langsung pecah, begitu keduanya naik panggung. Perlahan, Cakra mulai memetik senar gitar, Lista tersenyum lebar sambil memegang mic di tangannya.
Cafe kecil, yang terus berjalan di atas anak-anak sekolah yang mengelolanya. Tapi semuanya berjalan mulus, udah hampir satu tahun. Pelanggan makin ramai, bahkan selalu balik lagi.
Di atas panggung kecil sana, Cakra dan Lista sesekali saling menatap, dengan senyum yang sama-sama lebar. Begitu juga dengan Alka dan Liona.
Athar menghela napas panjang, lap di tangannya di lempar asal. "Muak gue lama-lama." katanya sambil tertawa.
Liona tertawa. "Sabar, Thar. Lagian kita juga belum ada yang pacaran."
"Iya, tapi muak gue." jawab Athar, wajahnya di buat pura-pura ngambek. Tapi senyum samar muncul di bibirnya.
"Alka, lo punya janji sama, gue." kata Liona tiba-tiba. Membuat kening Alka mengerut.
"Janji?" gumam Alka, mencoba berpikir keras.
Liona mengangguk cepat. "Mau tampil dance di panggung cafe."
"Oh iya, nanti ya, setelah Lista dan Cakra, gue langsung tampil." jawab Alka dengan yakin.
Suara Lista perlahan berhenti, senar gitar Cakra juga menghilang dari pendengaran. Sorak pengunjung langsung riuh. Bercampur dengan makanan dan minuman yang tersaji di meja masing-masing.
"Itu udah selesai, cepetan naik." kata Liona, seolah tak sabar melihat Alka menari di atas panggung sana.
Alka mengangguk, bangun dari duduknya. Melangkah santai menuju panggung kecil itu.
"Mau ngapain, lo? Tampil?" tanya Cakra, dengan tatapan heran.
"Iya, buruan sama turun." Alka mendorong tubuh Cakra pelan.
Cakra noleh ke Lista yang ada di belakangnya. "Tumben, Ta?"
"Udah biarin." jawabnya singkat, langkahnya lebih cepat dari Cakra.
"Lo hebat, Na. Bisa bikin Alka mau tampil di panggung cafenya. Biasanya dia ogah banget." kata Athar, matanya menatap Alka, ada senyum tipis di wajahnya.
Di atas panggung, Alka memilih musik yang pas. Setelah musik di putar, tubuhnya mulai bergerak, hentakan kaki, gerakan tangan. Dan tarian dance nya membuat para pengunjung cafe merasa kagum.
"Woahh!! Gila keren banget."
"Sering-sering tampil, Ka. Walaupun gue nggak nyawer."
"Ini keren banget! Baru kali ini dia dance di sini."
Begitulah teriakan para pengunjung yang samar-samar Alka dengar.
Liona menatapnya dengan mata berbinar, mulutnya ternganga. Tanpa pikir panjang, ia berlari naik ke atas panggung, langsung mengikuti gerakan Alka.
Hal itu membuat Alka kaget, tapi juga senang. Semangatnya semakin menyala. Liona dengan pas menyeimbangkan tarian dance dari Alka.
"Gila, keren banget." gumam Lista, sambil nyengir lebar.
"Liona, bisa dance juga?" tanya Cakra, matanya masih menatap keduanya.
"Pasangan yang serasi." sahut Athar, kepalanya menggeleng pelan.
Beberapa pengunjung malam itu, menaikkan ponselnya. Merekam Alka dan Liona yang tengah dance di atas panggung.
Begitu musik dan gerakan mereka berhentinya. Orang-orang langsung bersorak, tepuk tangan bergema di ruangan.
Dengan keringat yang menetes di pelipis, Alka menatap Liona, bibirnya tersenyum lebar. Tangannya refleks menariknya pelan, turun dari atas panggung kecil itu.
"Ka, gimana dance gue?" tanya Liona, napasnya masih terengah.
Tangan Alka meraih tisu, menyeka keringat di wajah Liona. "Keren banget, kok bisa hapal gerakannya?" tanya Alka.
Liona tak menjawab. Ia menelan ludah, matanya menatap Alka lama. Detak jantungnya berdetak cepat. "Ya... ya hapal aja." jawabnya gugup.
Dalam seperkian detik, kedua pasang mata itu saling menatap. Ada sorot hangat di sana, suara-suara di sekitar mendadak hilang dari pendengaran. Hanya suara detak jantung masing-masing, yang berirama semakin cepat.
"Ngelunjak lo lama-lama," Athar menutup wajah Alka dengan buku menu.
Alka langsung menatapnya tajam, sementara Liona menunduk.
"Bilang aja iri," sahut Cakra. "Gue juga udah punya gandengan." ia mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Lista.
"Bodo amat," jawab Athar, suaranya sedikit di buat meninggi. "Pergi-pergi, menjauh dari gue. Bikin hati panas aja, lo pada." ia mengibaskan kedua tangannya.
"Ayok, Ta. Mending naik lagi ke panggung, kita ngamen lagi." Cakra menarik Lista pergi dari sana.
Sementara Alka, menarik tangan Liona menuju taman samping cafe. Athar menatap keduanya bergantian.