Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Arabella Thraiya Dominic?
...BAB 12...
...SIAPA ARABELLA THRAIYA DOMINIC?...
Begitu ambulans yang membawa Arabella menghilang dari pandangan, suasana di pesantren perlahan kembali tenang. Namun, di antara mereka yang masih berkumpul, tiga sosok Ustad tampak mendekati seseorang yang masih berdiri diam menatap ke arah kepergian ambulans.
Ya... dia adalah Ustad Izzan.
Ustad Azzam, Ustad Jiyad dan Ustad Hamzah saling berpandangan sebelum akhirnya Ustad Jiyad membuka suara.
“Izzan, ada yang mau ana tanyain.”
Izzan masih diam, tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan di mana ambulans tadi pergi. Ustad Hamzah tersenyum tipis dan menyilangkan tangan.
“Kenapa antum keliatan lebih khawatir sama Arabella dari pada Azzam, padahal Azzam yang jelas terang-terangan suka sama dia?!”
Izzan akhirnya menoleh, menatap ketiga sahabatnya dengan ekspresi datar. “Saya Cuma khawatir sebagai Ustad di pesantren ini. Arabella santri baru, dan putri dari sahabat Abi tanggung jawab kita buat memastikan dia aman.”
Ustad Azzam yang sejak tadi diam, malah memasang ekspresi curiga. “Hmm... kamu yakin? Bukan karena alasan lain?” tanyanya dengan nada menggoda.
Ustad Jiyad menimpali. “Iya, sob Ana perhatiiin Antum keliatan beda banget sejak Arabella masuk ke pesantren ini. Biasanya Antum itu tenang, kalem, dan dingin. Tapi sejak ada Arabella, Antum lebih... ekspresif.”
Ustad Hamzah menambahkan dengan nada menggoda, “Kamu lebih sering kesel, lebih sering bicara.. bahkan tadi pas dia ditusuk, saya liat mata kamu kayak mau nerjang geng motor itu sendirian.”
Izzan menghela napas, berusaha tetap tenang. “Saya Cuma nggak suka ada orang luar bikin ribut di pesantren ini.”
“Hmmm.. bukan karena kamu suka sama Arabella?” Ustad Azzam menatapnya penuh selidik.
Izzan mengerutkan kening. “Ngaco aja kamu Zam. Bukannya kamu yang terang-terangan suka sama Arabella?”
Ustad Azzam tersenyum santai. “Iya, saya suka sama Arabella. Tapi saya ngerasa ada yang lebih khawatir dari saya soal dia. Dan itu kamu Zan.”
Izzan terdiam.
Jiyad dan Hamzah saling menatap, lalu tersenyum penuh arti. “Jangan-jangan antum jatuh cinta sama santri baru kita yang Absurd dan Bar-bar itu, Gus?” goda Jiyad.
Izzan langsung menghela napas panjang, “Udahlah, kalian tuh terlalu banyak bicara, mending kita beresin pesantren dulu. Santri lain masih butuh arahan setelah kejadian tadi.”
Kemudian, tanpa menunggu tanggapan, Izzan berbalik dan berjalan pergi. Namun, Ustad Azzam, Ustad Jiyad dan Ustad Hamzah malah makin yakin dengan dugaan mereka.
Ustad Hamzah menyeringai, “Saya nggak nyangka, loh. Izzan yang selalu serius, kena jebakan batman dari Arabella.”
Ustad Jiyad menambahkan sambil menahan tawa, “Dan yang lebih lucu, Izzan masih denial.”
Ustad Azzam hanya tersenyum tipis, matanya masih menatap punggung Izzan yang menjauh.
Yaahh... Kita liat aja nanti, siapa yang bakal menang dihati Arabella... batin Azzam.
*****
Suasana di rumah sakit yang seharusnya tegang berubah menjadi penuh gelak tawa. Dokter dan perawat yang menangani Arabella di ruang operasi sempat berpikir pasien mereka akan kesakitan dan panik... Tapi mereka lupa satu hal.
Arabella bukan pasien biasa.
Saat perawat hendak menyuntikkan bius lokal untuk operasi luka di perutnya, Arabella malah berkomentar santai,
“Suster, bisa nggak biusnya jangan banyak-banyak? Takutnya gue ketiduran trus mimpi dikejar mantan.”
Dokter yang sedang mempersiapkan peralatan operasi hampir saja menjatuhkan pisau bedahnya.
“Eh?”
“Mbak mau operasi atau mau stand up comedy?” ucap perawat yang masih menahan tawa.
Arabela menyeringai. “Dua-duanya bolehlah. Kali aja bisa dapet diskon biaya rumah sakit.”
Semua orang yang ada di ruang operasi tertawa kecil. Saat dokter mulai membersihkan area luka, dia bertanya.
“Kamu nggak takut?”
Arabella mengangkat bahu. “Biasa aja. Ini Cuma luka kecil, Dok.”
Dokter melirik luka di perut Arabella yang cukup dalam karena tusukan tadi dan itu membutuhkan beberapa jahitan. “Ini bukan luka kecil, Arabella.”
Tapi Arabella malah tertawa. “Hehe, dibandingin luka hati, ini mah nggak ada apa-apanya.”
Para perawat yang ada di ruangan langsung terkikik. Salah satu dari mereka bahkan berbisik, “Gila, pasien ini kebal rasa sakit atau kebal perasaan?”
Dokter menggeleng-gelengkan kepala sambil tetap fokus melakukan operasi. “Kamu sering terkena luka seperti ini, ya?”
Arabela tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap langit-langit ruang operasi, lalu tersenyum tipis. “Udah biasa, Dok. Gue kan anak jalanan dulu.”
Suster yang sedang membantu langsung terdiam. Dokter pun akhirnya paham. Gadis ini pasti pernah mengalami banyak hal dalam hidupnya. Namun, bukannya mengeluh, dia malah tetap bercanda dan menbuat suasana lebih ringan.
Tak butuh waktu lama, operasi selesai dan Arabella dipindahkan ke ruang pemulihan. Di luar ruang operasi, Uma Salma dan Kiyai Hasyim menunggu dengan penuh kekhawatiran. Begitu dokter keluar, mereka langsung menghampiri.
“Bagaimana keadaan Arabella, Dok?” tanya Uma dengan cemas.
Dokter tersenyum kecil. “Dia baik-baik saja. Malah selama operasi, dia sibuk stand up comedy dan bikin perawat saya ketawa.”
Uma Salma dan Kiyai Hasyim saling berpandangan.
“Luka seperti itu... Tapi masih bisa bercanda?” gumam kiyai Hasyim.
Dokter mengangguk. “Saya juga heran. Seolah ini bukan luka serius baginya. Saya rasa dia sudah terbiasa dengan rasa sakit seperti ini.”
Uma Salma menghela napas. “Apa dia sering mengalami luka seperti ini?”
Dokter tersenyum tipis. “Dari sikapnya, saya yakin dia bukan gadis biasa.”
Mereka terdiam. Apalagi setelah kejadian di pesantren tadi, di mana para polisi menunduk hormat ke arahnya dan memanggilnya Lord. Siapa sebenarnya Arabella? Mereka semakin penasaran dengan gadis absurd dan bar-bar yang satu ini.
*****
Di sebuah bengkel motor di Jakarta, sekelompok anak muda sedang berkumpul. Beberapa dari mereka sedang membetulkan motor, ada yang duduk santai sambil merokok, dan ada yang asyik ngobrol. Namun, suasana santai itu mendadak berubah saat Gita, salah satu anggota geng moge, datang dengan wajah panik.
“Guys! Gue baru dapet kabar penting banget!” serunya.
Semua orang langsung menoleh.
“Apaan, Git?” tanya seorang pria bertubuh besar bernama Rendi .
Gina menarik napas dalam, lalu berkata dengan nada serius, “Arabella diserang.”
“APA?!”
Semua anggota geng moge yang ada di sana langsung terkejut.
“Lo becanda kan? Lord? Ketua kita? Diserang?” tanya Aji dengan mata melebar.
Gita menggeleng. “Gue dapet info dari orang dalam kepolisian. Katanya dia diserang di sebuah pesantren. Dan sekarang dia lagi di rumah sakit.”
Keheningan menyelimuti ruangan selama beberapa detik. Mereka semua tau siapa Arabella.
LORD... Sosok yang selama ini mereka hormati. Pemimpin mereka yang tak terkalahkan di jalanan. Bagaimana mungkin seseorang seperti Arabella bisa sampai terluka dan dirawat di rumah sakit?
“Tunggu dulu...” suara Faisal, salah satu anggota yang cukup dekat dengan Arabella, terdengar. “Lo bilang dia diserang... di Pesantren?”
Gita mengangguk. “Iya. Gue juga kaget pas denger dari dia langsung, waktu ketemu dia di kampus.”
Rendi mengerutkan kening. “Pesantren? Maksud lo... Arabella sekarang jadi santri?”
Gita mengangkat bahu. “Iya dan lo pada harus tau, Arabella sekarang pake pakaian tertutup, ya meskipun jiwa Absurd dan bar-barnya masih melekat.”
Suasana semakin tegang. Mereka semua mengenal Arabella sebagai gadis liar yang lebih suka pakai jacket kulit dan celana jeans robek, bukan baju panjang dan kerudung. Bagaimana mungkin dia sekarang jadi santri?
“Ini gila sih,” gumam Aji. “Tapi kalo Bella beneran sekarang di pesantren, itu berarti dia punya alasan sendiri.”
“Dan yang jelas, kita harus jenguk dia,” tambah Faisal.
Gita langsung mengangguk. “Itu dia yang mau gue usulin. Kita nggak bisa diem aja. Kita harus liat sendiri kondisinya.”
Semua anggota geng saling berpandangan, lalu serempak mengangguk.
“Oke, kita ke rumah sakit besok pagi!”
Geng moge yang selama ini terkenal di jalanan kini berencana masuk ke rumah sakit... untuk menjenguk seorang santri. Dan mereka sama sekali tidak tau bahwa kunjungan mereka akan membawa kehebohan baru.
*****
Di pondok pesantren, suasana masih terasa berbeda setelah kejadian semalam. Banyak santri yang masih membicarakan insiden geng motor yang menyerang dan bagaimana Arabella, santri baru yang selama ini dikenal Absurd dan bar-bar, bertarung melawan mereka.
Namun di salah satu sudut asrama putri, tiga sahabat Arabella yaitu Dina, Elis dan Sari sedang duduk dengan wajah penuh kekhawatiran.
“Gimana kalo lukanya parah?” Sari menggigit bibirnya, matanya terlihat berkaca-kaca.
“Iya, Bella emang selalu keliatan kuat, tapi kita tau dia pasti kesakitan.” Tambah Elis.
Dina yang sejak tadi diam akhirnya menghela napas panjang. “Gue nggak habis pikir, kenapa sih orang-orang selalu nyari masalah sama Bella?”
Sari mengangguk. “Mungkin karena dia bukan santri biasa. Kita aja baru tau kalo dia dulunya bukan orang sembarangan.”
Elis menunduk, teringat bagaimana polisi Arabella sebagai Lord dengan penuh hormat. “Sebenernya siapa sih Arabella? Kita deket sama dia, tapi kayaknya banyak yang dia rahasiain dari kita.”
Dina menatap kedua sahabatnya, lalu berkata pelan, “Aku nggak perduli dia siapa di luar sana. Yang aku tau, dia sahabat kita. Dan kita harus ada buat dia.”
Sari dan Elis saling berpandangan lalu mengangguk setuju.
“Besok kita minta ijin ke Uma buat jenguk dia di rumah sakit,” usul Sari.
“Setuju!” jawab Elis semangat.
Namun Dina masih terlihat gelisah.
“Kenapa Din?” tanya sari.
Dina menggigit bibirnya. “Gue Cuma kepikiran... gimana kalau setelah ini, hidup Bella di pesantren nggak akan sama lagi?”
Sari dan Elis terdiam. Mereka tau Dina ada benarnya. Setelah semua kejadian ini, semua orang pasti akan memandang Arabella dengan cara yang berbeda. Dan mereka hanya berharap, sahabat mereka yang absurd dan bar bar itu tidak akan berubah menjadii seseorang yang mereka tidak kenal lagi.