SEQUEL KEDUA ANAK MAFIA TERLALU MENYUKAIKU!
Lucas Lorenzo yang mendapati kenalan baiknya Philip Newton berada di penjara Santa Barbara, ketika mengunjunginya siapa sangka Lucas dimintai tolong oleh Philip untuk menyelamatkan para keponakannya yang diasuh oleh sanak keluarga yang hanya mengincar harta mendiang orang tua mereka.
Lucas yang memiliki hutang budi kepada Philip pun akhirnya memutuskan untuk membantu dengan menyamar menjadi tunangan Camellia Dawson, keponakan Philip, agar dapat memasuki kediaman mereka.
Namun siapa sangka ketika Lucas mendapati kalau keponakan Philip justru adalah seorang gadis buta.
Terlebih lagi ada banyak teror di kediaman tersebut yang membuat Lucas tidak bisa meninggalkan Camellia. Ditambah adanya sebuah rahasia besar terungkap tentang Camellia.
Mampukah Lucas menyelamatkan Camellia dari orang yang mengincarnya dan juga kebenaran tentang gadis itu? Lalu bagaimana jika Camellia tahu bahwa Lucas adalah seorang mafia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. JEJAK
Angin malam dari arah Samudra Pasifik menyapu jalan-jalan sunyi Los Angeles dengan desir yang menusuk tulang. Pelabuhan itu, sebuah dunia di balik kota, adalah tempat segala hal yang busuk dan rahasia menemukan rumahnya. Di antara tumpukan kontainer, gudang tua, dan cahaya lampu jalan yang berkedip malas, berdiri Lucas Lorenzo, diam, namun dalam diamnya terdapat gemuruh badai.
Pria itu berdiri tegak di depan bangunan tua berlapis karat, matanya menyipit menatap plat logam yang separuh runtuh di gerbang masuk. Angin menyibakkan helai-helai rambutnya, dan mantel panjangnya bergoyang seperti sayap burung gagak malam.
"Ini tempatnya?" konfirmasi Lucas pelan pada tangan kanan sekaligus teman baiknya, Zen Wilson.
"Gudang 9A," jawab Zen yang berdiri di sebelah Lucas, menatap nanar sekitar. Pria berambut pirang itu menyerahkan sebuah tablet dengan tampilan citra satelit buram. "Terakhir kali Seraphine terlihat oleh kamera jalanan, dia dibawa masuk ke sini. Setelah itu, hilang."
Lucas menatap layar tablet. Di sana, sosok perempuan kurus berambut pirang tampak dipaksa berjalan cepat di antara bayang-bayang malam oleh orang-orang tak dikenal. Wajahnya tak terlihat jelas, tapi Lucas mengenalnya. Sosok yang mirip dengan orang terdekat Lucas dulu.
Sean dan Kellan datang dari belakang, membawa tas besar berisi peralatan elektronik dan senjata ringan. Mereka semua mengenakan pakaian gelap, headset terpasang, dan ekspresi wajah yang tidak mengenal ragu. Dua orang terbaik Lucas yang selalu berdiri di samping pria itu setelah Zen.
"Tak ada penjaga," bisik Sean sambil membuka kunci pintu dengan alat pemindai.
Pintu gudang berderit berat, membuka jalan ke dalam dunia yang hampir membusuk. Bau karat, oli tua, dan tanah lembab menyergap hidung. Di dalam, semuanya sunyi, seolah waktu membeku di antara peti-peti kayu dan besi tua. Lampu gantung tak lagi menyala bergoyang pelan, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding karena sinar bulan di jendela besar atas bangunan.
Langkah mereka bergema di lantai semen yang retak. Kellan menyisir sisi barat, Sean dan Zen menyebar ke timur. Lucas bergerak sendiri ke bagian terdalam, tempat cahaya tak lagi menjangkau.
Di sana, ia menemukan bekas aktivitas yang aneh, kursi logam dengan tali di sisi lengan, bekas darah yang telah mengering, dan kamera pengawas kecil yang terpasang di pojok langit-langit. Dengan sigap ia mencabut memory card-nya.
"Tempat ini pernah digunakan untuk interogasi," gumamnya. "Tapi siapa yang mereka tahan? Tidak mungkin mereka menginterogasi Seraphine, 'kan?"
Zen berseru dari seberang ruang. "Lucas?! Kau harus lihat ini!"
Lucas menyusul dan menemukan sepucuk surat terbakar setengah, di bawahnya ada sisa sehelai kain dengan sulaman emas, sapu tangan yang Lucas kenal adalah milik orang yang menjadi tujuan utamanya ke Los Angeles.
Lucas meraih surat itu. Di pojoknya tertera sebuah lambang yang pernah ia lihat di salah satu berkas yayasan amal keluarga Dawson.
"Seraphine, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Bagaimana kau bisa berakhir di sini dan menghilang bagai hantu?" gumam Lucas.
Namun saat Lucas hendak menyimpan bukti itu ke dalam tas, terdengar suara rem mendadak dari luar gudang. Lampu kendaraan menyinari celah pintu, memotong kegelapan seperti pedang. Kemudian langkah berat; lima, enam, tujuh orang. Sial! semakin banyak.
Lucas mendekat ke jendela pecah dan mengintip. Empat mobil hitam tak berpelat. Para pria bertubuh kekar keluar, membawa senjata laras panjang, beberapa memakai masker tengkorak.
"Black Mantis," desis Zen, kini berdiri di sisi Lucas. "Bagaimana mereka bisa ada di kota ini? Sindikat gila itu."
"Black Mantis katamu?" Lucas terkejut ketika mendengar nama itu. Bagaimana tidak, itu adalah salah satu sindikat yang terdeteksi sebagai penyebar wabah virus beberapa tahun ke seluruh penjuru dunia atas perintah kalangan elit. Tapi gagal Lucas bereskan karena tiba-tiba mereka menghilang entah kemana.
"Lihatlah, salah satu dari mereka memiliki tatoo kelompok gila itu," kata Zen yang yakin sekali kalau itu kelompok dari musuh bebuyutan Lucas.
"Terkadang matamu terlalu jeli bahkan di kegelapan seperti ini. Kau manusia atau burung hantu sebenarnya," canda Lucas seraya mengeluarkan pistol dari balik mantelnya.
"Berhenti mengejekku dengan nama itu," tegur Zen yang juga bersiap untuk melakukan perlawanan.
Lucas menarik pistol dan memberi isyarat dengan dua jari, formasi Delta. Dan menyerang!
Lalu, semuanya pecah. Keheningan malam terbelah oleh berondong peluru.
Pintu gudang meledak, kayu dan logam beterbangan, diiringi sorak dan teriakan musuh.
Tembakan pertama meletus, menghantam dinding dekat kepala Sean. Suara peluru bergema di dalam ruang tertutup seperti badai petir. Lucas berguling ke belakang peti, membalas dengan dua tembakan presisi yang menjatuhkan dua orang sekaligus.
Kellan menembak dari atas rak besi, menembus helm salah satu musuh. Zen melempar granat ke arah pintu masuk, menciptakan ledakan kilat yang membutakan musuh sekejap.
"Hei! Sejak kapan kau membawa granat?!" Kellan terkejut dengan apa yanh Zen perbuat.
"Sudah kubilang selalu siap sedia setiap kali kita turun ke lapangan untuk investigasi. Jangan bilang kau tidak membawa senjata selain pistol?!" seru Zen yang masih dapat tenang dalam keadaan genting itu.
"Shit!" umpat Kellan yang mungkin seharusnya mengikuti ucapan Zen untuk membawa setidaknya pisau tadi.
"Diamlah kalian! Musuh terlalu banyak! Bagaimana bisa mereka mengepung tempat ini dan tahu kalau kita ada di sini?!" seru Sean tanpa menghentikan tembak menembaknya.
Namun mereka kalah jumlah. Musuh menyebar dengan cepat, menyerbu dari tiga arah. Salah satu peluru menghantam bahu Kellan, membuat pria itu jatuh dengan erangan tertahan.
Lucas menghampiri dan menariknya ke perlindungan, darah mengalir di lengan Kellan tapi ia masih menggenggam pistol.
"Keluar sekarang atau kita mati di sini!" perintah Lucas.
Sean menembakkan peluru terakhirnya dan mengaktifkan granat asap. Dalam kabut tebal, mereka berlari keluar melalui pintu belakang, masuk ke lorong kargo yang gelap dan sempit.
Namun musuh tak menyerah.
Tiga motor berteriak di belakang mereka, tembakan meletus dan memantul di kontainer logam. Lucas mendorong Kellan ke bawah tumpukan palet dan membalik tubuhnya untuk menembak sambil mundur. Ia menjatuhkan satu pengendara, namun yang lain terus mendekat.
Mereka berhasil melompati pagar baja dan masuk ke jalur kendaraan.
SUV mereka menunggu di ujung jalan, mesin menyala. Zen sudah di kursi kemudi entah sejak kapan.
"Masuklah!" teriak Zen yang telah membukakan pintu dan siap melesat dalam hitungan detik.
Lucas dan yang lain melompat ke dalam mobil dan langsung melesat keluar dari pelabuhan, membelah malam dengan kecepatan gila.
Namun para pengejar juga tak kalah cepat. Motor dan sedan hitam mengejar mereka di sepanjang jalan kosong, suara tembakan tak henti memecah udara.
Dari jendela belakang, Sea membalas tembakan dengan senapan pendek. Salah satu mobil pengejar tergelincir dan menghantam tiang listrik. Ledakan cahaya menghiasi langit malam.
Namun dua motor mengejar dari sisi kiri dan kanan. Lucas membuka jendela dan bergelut dengan salah satu pengendara yang mencoba memanjat kap mobil. Mereka bertarung sengit di atas kecepatan 120 km/jam. Pukulan, tendangan, dan akhirnya Lucas menusukkan belati ke bahu musuh lalu mendorong tubuhnya ke bawah roda belakang.
Darah berceceran di jendela.
"Belok kanan! Sekarang!" Sean berteriak.
Zen memutar setir tajam, masuk ke terowongan sempit bawah jembatan. Mereka kehilangan sinyal GPS, namun juga membuat para pengejar kehilangan jejak sementara.
Mobil melaju tanpa henti selama lima belas menit ke depan. Saat mereka akhirnya tiba di tempat aman, garasi gedung tak terpakai bawah tanah di pusat kota, semuanya terdiam.
Tubuh mereka luka-luka, pakaian berlumur darah dan debu. Tapi mereka selamat.
Lucas duduk di bangku besi, napasnya berat. Tangannya membuka memory card yang ia ambil dari kamera gudang. Ia menatapnya lama. Di dalam mungkin ada petunjuk tentang Seraphine Vale.
Tentang kebenaran yang dicari oleh Lucas.
Tentang apa yang disembunyikan keluarga Dawson.
...***...
Di tempat lain, jauh dari dentuman peluru dan bau mesiu yang pekat, Camellia Dawson duduk di kursi dekat jendela.
Di pangkuannya, selimut wol lembut. Tangannya yang pucat meraba permukaan gelas teh yang mulai dingin. Angin malam menyelinap masuk melalui celah jendela, mengusap pipinya yang dingin.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari dan Camellia belum juga bisa jatuh ke alam mimpi.
Lucas belum pulang.
Camellia memiringkan kepala, mencoba mendengar suara langkah kaki di lorong atau bunyi pintu terbuka. Tapi yang terdengar hanyalah detak jam dan bisikan sunyi yang membuat dada terasa hampa.
Camellia menunduk, menyentuh gelang perak di pergelangan tangan pemberian Lucas saat mereka pergi ke Rodeo Drive beberapa minggu lalu. Entah kenapa akhir-akhir ini rasanya Camellia justru jarang mendapati Lucas berada di rumah. Membuatnya terus bertanya-tanya kemana pria itu pergi sebenarnya hingga dini hari belum juga kembali.
Ya, Camellia tak tahu bahwa pria yang selalu di sampingnya itu kini sedang berlari menembus hujan peluru demi menemukan kebenaran tentang seseorang dari masa lalunya, Seraphine Vale.
Yang gadis itu tahu hanyalah jarak antara mereka kini terasa seperti jurang. Sunyi yang tak bisa ia jangkau. Dan ketakutan itu mulai menggigit Camellia perlahan. Fakta bahwa Lucas juga akan seperti yang lain akhirnya, pergi meninggalkan Camellia.
"Bukankah kau bilang akan kembali sebelum malam, Lucas?" gumam Camellia.
Bisiknya nyaris tak terdengar. Namun kalimat itu menggema dalam ruang sunyi hatinya.
karna saking kaget nya Cammy bisaa meliy lagi, dan orang² yg pernah mengkhianati Cammy menyesal
oiya btw kak, kan kemarin ada part yg Lucas bilang " dia lebih tua dari mu " itu Arthur atau Rose, terus umur Rose berapa sekarang, aku lupaa eee