NovelToon NovelToon
Revano

Revano

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sari Rusida

"Revano! Papa minta kamu menghadap sekarang!"

Sang empu yang dipanggil namanya masih setia melangkahkan kakinya keluar dari gedung megah bak istana dengan santai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Rusida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

"Lepasin, Pan! Si brengs*k Alex nggak bisa didiemin kayak gini!" Risya menepis tangan Revano yang mencoba menghentikannya mendekati Alex.

"Buat apa? Anda ingin menjatuhkan harga diri anda dengan mengemis cinta anda pada Alex?" Revano menjatuhkan boneka panda milik Risya. Memegang bahu Risya dan menghadapkan wajah Risya ke arahnya.

"Anda sudah melepaskan dia secara terang-terangan, memaki-makinya di depan umum, dan sekarang Anda ingin marah padanya yang bukan siapa-siapa anda lagi?" Revano mencengkeram bahu Risya sedikit kuat, membuat gadis yang matanya tidak fokus pada Revano itu langsung menatapnya.

"Sadarlah, Sya! Apa lagi yang kamu butuhkan dari lelaki itu? Dia mau menikah? Apa urusannya denganmu?!"

"Kamu nggak tahu apa-apa, Pan!" Risya ikut berteriak ketika Revano meninggikan suaranya.

"Kamu nggak tahu perasaanku seperti apa! Kamu nggak tahu sakitnya dikhianati sama orang yang kita bela mati-matian di depan keluarga besar kita! Aku malu, Pan! Malu!"

Risya mulai mengeluarkan air matanya. Dia menghembuskan nafas pelan, mencoba menetralkan suaranya.

"Sakit, Pan. Malu itu nggak seberapa dibanding sakitnya! Dia! Dia yang udah aku perjuangkan hampir tiga tahun, tiba-tiba mau nikah gitu aja. Dan kamu tahu, Pan? Aku cuma dimanfaatkan! Dia cuma cinta sama hartaku! Dia nggak pernah tulus sama aku, Pan! Sakit!"

Revano menarik Risya ke dalam pelukannya. Membiarkan Risya menangis sepuasnya di dada bidangnya.

Revano tidak tahu untuk apa ia melakukan ini. Sebagai bodyguard, bisa saja Revano langsung menarik Risya dari sana dan segera membawanya pulang.

Ini beda. Revano merasakan sesuatu yang berbeda. Jiwa kelelakiannya mengatakan, untuk tidak mengabaikan rasa sakit Risya. Ia harus bisa membuat Risya melupakan Alex. Entah karena itu memanglah tugasnya, atau karena hal lain. Seperti ... hatinya, mungkin.

Revano segera membawa Risya pergi dari sana, kembali ke danau sebelumnya. Sebelum Alex menyadari kehadirannya, termasuk Risya, sebaiknya ia segera pergi.

Risya menatap kosong danau di depannya. Reaksinya jelas berbeda saat pertama datang tadi. Moodnya kembali seperti seminggu terakhir.

Untuk kali ini, sepertinya Revano akan menurunkan egonya. Sebisa mungkin! Sebisanya! Semampunya! Ditegaskan! Revano harus sesegera mungkin merubah Risya menjadi seperti dulu. Ceria.

'Baik. Lupakan statusku sebagai bodyguard. Sekarang, aku adalah temannya. Aku harus bisa bersikap lebih baik padanya, jangan dingin, jangan datar, dan jangan cuek,' batin Revano.

"Sya, luapkan kekesalanmu. Jangan diam seribu bahasa dengan jiwa menyimpan sejuta rasa. Itu bisa mengganggu psikismu."

Mengabaikan ucapan Revano dan terus menatap ke depan dengan tatapan kosong, itulah yang Risya lakukan.

Revano mengganti duduknya. Kini ia berada di depan Risya sambil menyilangkan kedua kakinya, bersila di atas rumput.

"Lihat aku!" Revano membingkai wajah Risya dan memaksanya melihat ke arahnya.

"Aku temanmu. Aku seseorang dalam hidupmu. Jangan anggap aku bodyguardmu, atau orang asing. Cerita padaku, karena itu adalah tugasku sebagai pendengar yang baik untukmu."

Risya menatap kosong wajah Revano. Tidak ada tanggapan.

"Lupakan bodyguardmu yang dingin, datar, dan cuek yang dulu. Lupakan bodyguardmu satu minggu terakhir. Aku bukan yang dulu, aku Epan! Bukan Revano! Kamu lihat! Aku Epan di sini!"

Air muka Risya mulai berubah. Wajahnya berubah sendu. Air matanya mulai terlihat di kelopak matanya.

"Jangan ditahan, keluarkan saja. Hanya Epan di sini yang melihatnya. Kamu lihat! Aku Epan sekarang, bukan Revano jika di depanmu. Kamu paham?"

Risya menganggukkan kepalanya seiring dengan air mata yang meluncur melalui pipi mulusnya. Isakan kecil mulai terdengar, dan berubah menjadi lebih besar.

"Sakit. Aku tidak rela melihatnya bersama orang lain. Aku tidak rela melihatnya bahagia di saat aku tengah susah menyusun hati yang hancur karenanya. Aku tidak rela."

Risya menutup wajahnya dengan telapak tangan. Isakannya semakin terdengar di balik telapak tangan itu.

"Aku tidak tahu rasa sakitnya. Tapi kamu bisa berbaginya denganku." Revano menurunkan tangan Risya dari wajahnya. "Sini, duduk di sebelahku."

Keduanya duduk menghadap danau yang dihiasi langit yang berwarna jingga. Matahari hampir tenggelam, dan sunset hampir terlihat dari sana.

"Ceritakan padaku semuanya. Semua yang mengganjal di hatimu, keluarkan semua. Ingat, aku temanmu sekarang. Lupakan tentang aku bodyguardmu, dan tentang kamu majikanku. Kamu paham?"

Risya kembali mengangguk.

"Kenapa aku begitu mudah dibodohi Alex, Pan? Apa karena aku tidak pernah peka dengan Alex yang terus menerus membodohiku?" tanya Risya dengan sesekali sesenggukan.

"Karena Alex merasa kau adalah lawan yang remeh. Seandainya tadi kamu tetap mendatanginya dan memaki-makinya di depan umum, dia akan merasa di atas awan. Dia merasa diperebutkan dengan dua wanita di sekelilingnya, dan itu membuat harga dirimu terinjak."

"Aku harus gimana, Pan? Aku benar-benar nggak rela kalau dia bahagia di atas penderitaanku. Aku juga mau buat dia nyesel udah lepas cewek kayak aku, tapi gimana caranya?" tanya Risya sambil menjangan rambutnya ke belakang.

"Jadilah seperti apa yang tidak pernah Alex bayangkan." Revano menarik tangan Risya yang menjambak rambutnya sendiri.

"Seperti apa?" Risya kembali melampiaskan amarahnya dengan mencabuti rumput yang tengah didudukinya itu.

"Jadilah seperti matahari. Dia bisa membuat manusia kepanasan di saat siang, karena cahayanya. Tapi cahayanya juga mampu membayar rasa panas itu dengan menghadirkan sunrise ketika pagi, dan sekarang ... sanset."

Revano menunjuk matahari yang mulai terbenam di ufuk barat, tepat di depannya. Matahari itu seperti tenggelam di antara air danau, padahal ia tidak pernah menghilang, hanya berpindah tugas untuk menyinari bagian bumi yang lain.

"Kamu mungkin sudah membuat ia terbang di awan saat kamu belum menyadari kebusukan Alex. Anggap itu seperti hadiah matahari sebelum menampakkan keahliannya yang sebenarnya, dengan menampakkan sunrise di pagi hari."

"Tugasmu saat ini sebagai Risya yang sesungguhnya, menjadi matahari yang membuat panas isi bumi. Membuat Alex kepanasan dengan melakukan membuat dirimu tidak pernah terbayangkan oleh Alex."

Risya menatap Revano. "Setelah aku berhasil, apa aku akan menghadiahi sesuatu yang indah untuk Alex seperti sunset itu?" Risya menunjuk cahaya matahari yang nampak sangat jingga.

Revano menggeleng. "Cahaya indah itu adalah aku."

"Kenapa kamu?" tanya Risya.

"Karena aku yang membantumu bangkit demi bisa berdiri dari keterpurukan bersama Alex," ucap Revano yang tidak dipahami oleh Risya.

"Aku tidak mengerti," ucap Risya.

"Kita buat ilustrasi konyol. Kamu sebagai matahari, Alex sebagai penikmat, dan aku sebagai ungkapan kata yang biasa orang sebut sunset."

"Kamu datang saat pagi, memberikan kesejukan, keindahan tersendiri bagi penikmatnya, yaitu Alex. Saat Alex melupakan nikmat yang luar biasa darimu, dia memilih mencari kenikmatan baru. Saat itu tugas baru kamu di mulai ...."

"Sebagai matahari yang mulai tinggi di siang hari, yang terasa sangat panas." Risya memotong ucapan Revano.

"Benar. Sepertinya kamu sudah paham." Revano tersenyum manis melihat pancaran semangat dari cara berbicara Risya barusan.

Risya sedikit terenyuh melihat Revano tersenyum. Ini adalah perdana baginya melihat senyum manis yang begitu tulus terlihat dari Revano, bodyguardnya sekaligus teman barunya.

"Lalu ... bagaimana denganmu yang sebagai sunset?" tanya Risya heran.

"Peranku ada diakhir, jangan difikirkan." Revano melirik jam di pergelangan tangannya. "Hampir maghrib. Kita shalat dulu."

Risya mengangguk.

***

"Bang Van! Ini gawat!"

Seperti biasa. Sebelum Revano mengatakan apa-apa, Reyna sudah lebih dulu berteriak heboh di seberang sana.

"Ada apa, Rey?" Revano menjatuhkan bobot tubuhnya di kasur kecil yang berada di tempat tinggalnya sekarang.

Seperti perjanjiannya dulu bersama Putra, ia akan mencari tempat tinggal sendiri dan tidak tinggal bersama pembantu di sana. Ia kini tinggal di sebuah kontrakan kecil dengan satu kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang tamu, dan lain lagi serba satu.

"Papa, Bang! Astaga! Ini benar-benar mengecewakan!"

"Apa sih, Rey? Jangan buat Abang bingung," ucap Revano.

"Bodyguard bodoh itu! Lagi-lagi kepala bodyguard bodoh itu yang menghancurkannya! Arrgh ... Reyna keseel ...!"

"Tadi Papa, sekarang bodyguardnya. Ada apa, Rey?" tanya Revano berusaha sabar.

"Bodyguard itu tiba-tiba mendapat ide gila, Bang! Sangat gila! Segila orangnya!"

"Kamu yang gila, Rey! Jangan buat Abang tambah bingung!" ucap Revano kesal dengan adiknya.

"Papa kemarin sempat melupakan perihal cctv, Bang. Tapi karena bodyguard gila itu yang mengingatkan tentang cctv, Papa jadi ingat lagi."

"Bukannya kamu sudah urus perihal cctv?" Revano segera bangkit dari tidurnya. Berjalan menuju meja kecil yang di atasnya terdapat kipas kecil. Tiba-tiba Revano merasa kepanasan.

"Itu dia, Bang! Aku lupa! Dan gara-gara bodyguard itu aku baru ingat, kalau cctv belum aku sabotase! Aarggh ... dan ini akibatnya sangat fatal, Bang!" Reyna menggeram kesal.

"Apa?"

"Papa nggak cuma izinin Mama buat ke Surabaya, tapi Bang Rifki, SERTA Papa sendiri juga pergi ke sana! Astaga! Ini benar-benar gila! Maaf, Bang. Ini salahku."

Revano terdiam. Papanya akan datang ke sini? Bukan hanya Mamanya, tapi Papa serta kedua adiknya juga turut serta?

"Mereka nggak tahu posisi pasti Abang 'kan, Rey? Kamu nggak bocorin apa-apa, 'kan?" tanya Revano dengan nada cemas.

"Maaf, Bang. Gara-gara bodyguard bodoh itu aku terpaksa ngasih nomor Abang. Mereka udah lacak posisi terakhir Abang melalui nomor ini. Maaf, Bang. Jangan marah sama Rey, ini gara-gara bodyguard bodoh itu. Rey pasti bikin bodyguard itu keluar dari mansion ini! Pasti! Abang jangan ...."

Tut.

Revano segera mematikan sambungan teleponnya. Mengeluarkan kartu dari hanphone-nya, kemudian membuangnya asal.

Revano segera mengemasi barang-barangnya. Apa pun yang terjadi, dia akan keluar dari kontrakan itu malam ini juga! Semua rencana yang sudah membingkai dalam otaknya, gagal total!

•••••

Bersambung

1
Roxanne MA
keren thor aku suka
Roxanne MA
lucu banget jadi cemburuan gini
Roxanne MA
bagus banget ceritanya ka
Nami/Namiko
Emosinya terasa begitu dalam dan nyata. 😢❤️
Gohan
Bikin baper, deh!
Pacar_piliks
iihh suka sama narasi yang diselipin humor kayak gini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!