The Random Zodiak

"Ha.... Hantu"!!! Ucap mereka serempak.

"Mana, dia mana ada hantu?" tanya ibu Louis yang juga ketakutan.

"Eh, sebentar bukan hantu. Situ manusia ya?" tanya Andre dengan menunjuk wajah ibu Lou.

"Jangan kurang ajar kami ya!" tegur ibu Lou sambil menurunkan tangan Andre yang menunjuk ke arah nya.

"Cantik-cantik begini di bilang hantu! Dasar kalian ya! Mau ngapain ke sini?" lanjut ibu Lou bertanya kepada para pemuda tersebut.

Emosi nya sudah sampai ubun-ubun. Saat mendengar kata hantu yang ternyata mengarah ke dirinya.

"Maaf tante, itu karena topeng yang di pakai tante serem. Jadi kita spontan bilang hantu, lagian ini juga pas menjelang malam tante, kata orang-orang jam segini kan demit pada keluar." Ucap Andre menjelaskan.

Karena ibu Lou memakai masker berwarna putih serta lampu ruang tamu nya belum di nyalakan, jadi sedikit gelap dan membuat siapa saja terkejut saat melihat dirinya yang seperti itu.

"Yasudah kalau gitu, mau cari siapa?" tanya ibu Lou.

"Cari Louis tante." Jawab Putra.

"Dua belum pulang, nak. Kira-kira setengah jam lagi baru pulang. Mau nunggu dulu, di dalam atau pulang dulu? Tapi, kalian pulang dulu saja lah!

Putra, Willian, Andre dan Andre saling bertatapan. Ini biasanya ada tamu di sambut dengan baik. Mereka malah di usir secara halus dan terang-terangan. Sungguh di luar ekspektasi mereka bertempat.

"Tante ngusir kita, ya?" tanya Andra memastikan.

"Bukan ngusir, cuma nyuruh kalian pulang saja dulu. Dari pada di sini lama-lama ngapain? Belum lagi ntar tante siapin minum dan camilan." Jawab ibu Lou.

Lagi-lagi mereka heran dengan jawaban ibu Lou. Untung orang tua, kalau masih muda sudah di ajak duel sama Putra ini.

" Permisi tante, " Putra langsung berbalik dan berjalan menuju mobil.

" Hai, bro, sebentar! " panggil William.

Putra melambaikan tangan, sebagai tanda ia tak mau berada di sana.

"Duh, teman kalian itu baperan banget sih, tante kan cuma bercanda. Yasudah, masuk dulu aja gih!" perintah ibu Louis yang mempersilahkan mereka masuk.

"Lagian tante ada-ada aja sih, ini ngga lucu tante." Seru Andra.

"Iya, lah, ngga lucu. Emang kalian pikir tante ngelawak?"

"Sudah, masuk sini! Tante hanya bercanda."

Andre pun menyusul Putra yang sudah ada di dalam mobil.

"Bro, ayo kita masuk! Lo butuh bantuan Lou. Jadi kita tunggu saja dia datang. Lagian mama Louis cuma bercanda. Gue tahu perasan lo, udah yuk, masuk!" Ajak Andre.

Putra menghembuskan napas kasar, beberapa menit ia berpikir mengingat sang kakak yang selalu sedih karena kehilangan sang istri. Mau tidak mau, ia harus menurunkan ego nya.

Ia keluar dari mobil dengan ekspresi wajah yang sulit di artikan. Untung yang ada di hadapan nya adalah wanita tua. Kalau saja pria, mungkin sudah ia ajak adu jurus karate.

"Senyum, bro!" Goda Andre yang melihat wajah Putra yang datar tanpa ekspresi.

"Ngga ada yang lucu, ngga perlu senyum gue,"

Mereka bertempat duduk di sofa panjang ruang tamu keluarga Lou. Es teh manis serta beberapa camilan sudah sudah tersaji di atas meja.

"Tunggu di sini dulu, jangan kemana-mana ya! Sebentar lagi anak tante datang, tante cuci muka dulu ya." Ujar ibu Lou.

Mereka serempak mengangguk.

"Duh, emak nya si Lou sama-sama somplak kek anak nya ya," gumam Andre.

"Namanya juga emak dan anak, jadi wajar. Kalau ngga sama-sama somplak baru di ragukan deh," saut Andra.

"Iya juga ya,"

Sementara itu William dan Putra hanya diam tanpa menanggapi ucapan sahabat nya tersebut.

Ceklek.

Pintu ruang tamu terbuka, muncul lah sosok laki-laki yang sedari tadi di tunggu. Lou di yakini mereka bisa membantu masalah Brandon.

"Kalian ngapain kesini?" tanya Lou tanpa basa-basi.

"Mau ketemu bokap lo," jawab Putra dengan nada yang ketus.

"Bokap gue ada di kamar jam segini, biasa, persiapan malam jumat." Ujar Lou.

Louis pun duduk, ia berhadapan dengan keempat sahabatnya yaitu geng kawa-kawa. Personil mereka belum lengkap masih ada sahabat lainnya yang tidak ikut datang ke rumah Lou.

"Ajak gue ke dukun yang biasa lo datangin dong!" Pinta Putra.

"Apa? Ngga salah denger gue?"

"Lo belum tuli kan? Ayo, ajak kita ke dukun yang biasa lo datangin." Kini Andra ikut bersuara.

"Denger dari mana, gue suka datangin dukun? Wah, ngga bener ini kalian. Gue emang ngga rajin ibadah dan gue sedikit nakal, tapi gue ngga menganut ajaran sesat. Gue tetap yakin dan percaya pada Tuhan. Kalian salah kalau datang ke gue!"

Putra, Andre , Will dan Andra pun saling pandang. Info yang mereka dapat tadi pagi dari Vi, Lou tahu dukun. Tapi, kenapa sekarang saat mereka datang ke rumah nya Lo tak tahu. Mereka menyimpulkan kalau Lou benar. Karena dari ekspresi nya terlihat terkejut dan tidak di buat-buat.

"Dari Vi." Ucap Putra.

"Wah, itu anak kurang ajar, rusak reputasi gue kalau gini. Padahal gue emang ngga pernah ke dukun, dulu menang taruhan bola sekali, dan menang. Itupun ngga sengaja di kasih info pak Jamal. Salah gue cerita ke dia, kalau gue dapat info itu dari dukun. Sekarang kalian malah tanya dukun ke gue." Louis akhirnya menjelaskan kepada teman-teman nya perihal dukun yang di infokan Vi.

" Tunggu! Berarti pak Jamal orang pinter dong?" tanya William.

William yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara. Ia mencerna kata demi kata para sahabat nya. Di antara geng kawa-kawa dia yang paling pendiam. Walaupun begitu, tapi saat ada tugas kampus ataupun nongkrong ia selalu ikut.

" Nah, itu sama yang gue pikirin. Tunggu! Jangan bilang pak Jamal dosen kita?" tanya Andre.

"Iya, lah Jamal di kumis yang kurang tebal. Yang ngga bisa senyum."

"Kok bisa sih bro?" Lagi-lagi Putra penasaran. Ia sedikit tidak percaya akan apa yang di katakan Lou.

"Beberapa waktu lalu kan ada piala dunia. Waktu itu, gue pas kuliah sore bantuin pak Jamal bawa berkas setumpuk ke ruang dosen. Gue tanya, ke dia niat nya iseng. Masa iya, ngga ngajak ngobrol kan kita berjalan beriringan walaupun pikiran kita tak sejalan karena kita kan bukan pasangan. Gue tanya, pak kira-kira yang menang piala dunia siapa? Di situ pak Jamal jawab. Terus, beliau juga bilang, kamu taruhan sama temen-temen kamu, pasti dapat duit banyak. Yasudah gue iseng lagi. Dan, - "

" Dan lo menang taruhan, " saut Putra memotong ucapan Lou.

" Yes," jawab Lou dengan menganggukkan kepala.

" Ayo, ke rumah pak Jamal!"

" Apa?" tanya mereka berempat secara bersamaan.