NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Rapuh Sang Kulkas Berjalan

Kirana baru saja meletakkan sapunya di gudang saat ponsel di saku celananya bergetar. Sebuah pesan singkat dari nomor yang ia namai "Kelinci Gede Sombong" muncul di layar.

“Malam ini ke kamar saya. Saya ada pekerjaan untuk kamu.”

Kirana mengucek matanya, memastikan tidak salah baca. Ia menggelengkan kepala dengan ekspresi tidak percaya. Bulu kuduknya mendadak berdiri.

"Kerjaan apa?" gumam Kirana bingung sekaligus was-was. "Yakali gue disuruh bacain dongeng buat dia juga? Gila aja, udah gede masa mau didongengin kelinci raksasa!"

Pikiran Kirana mulai melantur ke mana-mana. Ia teringat peringatan Mbak Lilis agar jangan sembarangan masuk ke kamar Bastian. Tapi sekarang, sang pemilik kamar sendiri yang memanggilnya. Ditambah lagi, suasana hati Bastian sedang buruk sejak pulang dari mall tadi.

"Aduh, atau jangan-jangan gue mau dipecat gara-gara kejadian celana pendek kemarin?" Kirana mulai panik. "Tapi kan gue udah minta maaf! Atau... dia mau nyuruh gue gigit dia balik?"

Sepanjang sore, Kirana tidak tenang. Ia mondar-mandir di depan dapur sampai Mbak Lilis menegurnya. Baginya, panggilan ke kamar pribadi sang majikan saat rumah sedang sepi tanpa Freya adalah sebuah "panggilan maut".

Malam pun tiba. Dengan langkah yang berat dan jantung yang berdegup kencang, Kirana menaiki anak tangga satu demi satu. Ia memastikan pakaiannya sangat sopan malam ini—kaos lengan panjang dan celana kain longgar—agar tidak ada alasan bagi Bastian untuk mengomel lagi.

Ia sampai di depan pintu kayu jati yang kokoh itu. Kirana menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa.

Tok... tok... tok...

"T-tuan? Ini Kirana," ucapnya dengan suara bergetar.

"Masuk," terdengar suara berat Bastian dari dalam, nadanya terdengar serak dan lelah.

Kirana memutar knop pintu dengan perlahan. Saat pintu terbuka, ia melihat ruangan itu hanya diterangi lampu meja yang redup. Bastian duduk di tepi ranjangnya, tanpa jas, hanya mengenakan kemeja yang kancing atasnya terbuka dan dasinya sudah tergeletak di lantai. Aroma alkohol samar tercium di udara, membuat Kirana semakin merinding.

"Tuan memanggil saya?" tanya Kirana pelan sambil tetap berdiri di dekat pintu, tidak berani melangkah lebih jauh.

Bastian mendongak. Matanya terlihat merah, bukan karena marah, tapi seperti menyimpan luka yang sangat dalam. Ia menatap Kirana cukup lama sebelum akhirnya mengeluarkan sebuah berkas dari laci meja samping tempat tidurnya.

"Saya butuh seseorang untuk membereskan berkas-berkas pribadi ini," ucap Bastian rendah, suaranya nyaris berbisik. "Dan... buatkan saya kopi pahit. Kepalaku ingin pecah."

Kirana mengembuskan napas lega. Oh, cuma kopi dan berkas, batinnya. Tapi saat ia mendekat untuk mengambil berkas tersebut, ia melihat foto Laura—mantan istri Bastian—tergeletak di atas meja dalam keadaan robek. Kirana tertegun, menyadari bahwa "Kelinci Gede" di depannya ini ternyata sedang hancur lebur.

Kirana tertegun menatap sobekan foto itu, lalu beralih menatap Bastian yang tampak sangat rapuh. Sifat polos dan rasa ibanya sebagai gadis desa mendadak keluar tanpa filter. Di kepalanya, ia hanya ingin menghibur orang yang sedang sedih, seperti saat ia menghibur Luki.

"Kasihan bener ni Kelinci Gede," gumam Kirana dalam hati.

Tanpa sadar, Kirana melangkah lebih dekat. "Lagi sakit hati ya, Pak? Sini, saya peluk biar enakan," ucap Kirana dengan wajah sangat polos.

Seketika suasana kamar yang sunyi itu terasa membeku. Kirana langsung membelalakkan matanya sendiri, menyadari apa yang baru saja meluncur dari bibirnya. Ia membekap mulutnya dengan kedua tangan.

"Anjir! Gue ngomong apa tadi? Bodoh, Kirana! Bodoh!" batinnya berteriak histeris. Wajahnya langsung merah padam sampai ke telinga.

"Eh, m-maksud saya bukan begitu, Pak! Saya... saya cuma mau bilang kalau..." Kirana mencoba meralat ucapannya dengan gugup setengah mati.

Bastian yang tadinya menunduk, perlahan mengangkat kepalanya. Ia menatap Kirana dengan tatapan yang sulit diartikan—campuran antara terkejut, bingung, dan sesuatu yang asing.

"Kemari," potong Bastian pendek sebelum Kirana sempat menyelesaikan pembelaannya. Suaranya serak, namun terdengar sangat tegas.

"T-tapi Tuan, saya tadi cuma keceplosan, beneran!" Kirana mundur selangkah, takut kalau Bastian akan marah besar karena kelancangannya.

"Saya bilang kemari, Kirana Larasati," ulang Bastian, kali ini sambil berdiri dari tepi ranjang. Ia melangkah mendekati Kirana yang kini terpojok di dekat pintu.

Bastian berhenti tepat di depan Kirana, membuat gadis mungil itu harus mendongak maksimal. Aroma maskulin yang bercampur alkohol tipis membuat Kirana pusing.

"Kau mau memelukku?" tanya Bastian rendah, matanya mengunci manik mata cokelat Kirana.

"Enggak, Tuan! Itu tadi cuma... cuma gaya bicara di desa saya kalau ada yang sedih!" jawab Kirana asal, jantungnya sudah berdegup seperti genderang perang.

Bastian tidak membalas. Ia justru menatap Kirana dengan intens, lalu tiba-tiba ia menyandarkan kepalanya di bahu Kirana yang mungil. Kirana membeku, tangannya menggantung kaku di udara.

"Diamlah sebentar. Jangan banyak bicara," gumam Bastian lirih di telinga Kirana. "Cukup jadi sandaran saja, karena kepalaku benar-benar sakit."

Kirana ingin sekali protes dan lari, tapi merasakan tubuh Bastian yang sedikit bergetar, ia teringat kembali pada tujuannya bekerja di sini. Demi Luki. Dan entah kenapa, rasa sebalnya pada sang bos mendadak berganti menjadi rasa simpati yang dalam.

"Duh, Kelinci Gede ini kalau lagi sedih ternyata manja juga ya," batin Kirana, akhirnya memberanikan diri menepuk-nepuk punggung Bastian dengan ragu.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!