NovelToon NovelToon
MUTIARA SETELAH LUKA

MUTIARA SETELAH LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Ibu Pengganti
Popularitas:528
Nilai: 5
Nama Author: zanita nuraini

“Mutiara Setelah Luka”

Kenzo hidup dalam penyesalan paling gelap setelah kehilangan Amara—istrinya yang selama ini ia abaikan. Amara menghembuskan napas terakhir usai melahirkan putra mereka, Zavian, menyisakan luka yang menghantam kehidupan Kenzo tanpa ampun. Dalam ketidakstabilan emosi, Kenzo mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh dan kehilangan harapan untuk hidup.

Hidupnya berubah ketika Mutiara datang sebagai pengasuh Zavian anak nya. Gadis sederhana itu hadir membawa ketulusan dan cahaya yang perlahan meruntuhkan tembok dingin Kenzo. Dengan kesabaran, perhatian, dan kata-kata hangatnya, Mutiara menjadi satu-satunya alasan Kenzo mencoba bangkit dari lembah penyesalan.

Namun, mampukah hati yang dipenuhi luka dan rasa bersalah sedalam itu kembali percaya pada kehidupan?
Dan sanggupkah Mutiara menjadi cahaya baru yang menyembuhkan Kenzo—atau justru ikut tenggelam dalam luka masa lalunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 LUKA YANG BELUM SEMBUH

Beberapa hari setelah kecelakaan itu, tubuh Kenzo akhirnya mulai menunjukkan respons. Kelopak matanya bergerak sedikit, awalnya hanya gerakan kecil seperti refleks biasa. Namun perlahan, matanya benar-benar terbuka. Cahaya lampu rumah sakit menyilaukan, membuatnya harus memicingkan mata beberapa kali sebelum akhirnya penglihatannya pulih.

Untuk sesaat Kenzo bingung. Ia tidak merasa berada di mana pun. Tubuhnya berat, kepala terasa penuh, dan napasnya sedikit tersengal. Lama ia menatap langit-langit ruangan itu. Bukan rumahnya. Bukan ruangan operasi. Dan jelas bukan tempat yang ia bayangkan.

Dalam batinnya ia berkata, “Jadi… ini bukan akhir? Aku masih hidup? Kukira aku sudah bersama Amara…”

Perasaan itu membuat dadanya terasa sesak.

Di sisi tempat tidur, Ibu Saras yang sudah beberapa hari menunggu tanpa tidur cukup memperhatikan perubahan kecil itu. Ketika melihat mata putranya yang mulai terbuka, ia langsung berdiri.

“Ken… kamu bangun, Nak? Ya Allah… syukurlah,” ucap ibu Saras, suaranya sedikit bergetar.

Kenzo menoleh perlahan. Tatapannya kosong seperti orang yang tidak lagi memiliki alasan untuk bertahan hidup.

“Bu…” suaranya lemah. “Kenapa aku tidak ikut mati saja? Kenapa… aku masih hidup? Amara pergi… aku seharusnya ikut.”

Belum sempat ibu Saras menjawab, Rendra—ayah Kenzo—yang duduk di sofa langsung bangkit dengan suara keras.

“Kenzo! Jangan bicara begitu!” bentaknya tegas. Namun nada marah itu lebih terdengar seperti rasa takut seorang ayah yang hampir kehilangan putranya.

Kenzo tidak menjawab. Hanya air mata yang menetes tanpa suara. Ia terlihat jauh lebih rapuh dari sebelumnya. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat, dan tatapannya benar-benar hilang arah.

Ibu Saras langsung menekan tombol pemanggil dokter, panik melihat kondisi emosi anaknya.

Tak lama kemudian dokter masuk bersama seorang perawat. “Alhamdulillah, Pak Kenzo sudah sadar. Kondisi vital stabil,” ucap dokter sambil memeriksa denyut nadi dan tekanan darah.

“Dok… bagaimana anak saya?” tanya ibu Saras sambil menyeka air mata.

Dokter menatap ibu Saras, lalu menoleh kepada ayah Kenzo, seolah mengingatkan kembali ucapan yang pernah ia sampaikan beberapa hari lalu.

---

FLASHBACK — Setelah Kecelakaan

Saat itu Kenzo masih tidak sadar. Tubuhnya penuh luka memar, beberapa tulang retak, tapi tidak ada perdarahan internal yang fatal. Secara keseluruhan, dokter menyebut kondisinya cukup beruntung untuk kecelakaan sekeras itu.

Namun setelah pemeriksaan lanjutan, dokter memanggil orang tua Kenzo ke ruang konsultasi.

“Secara keseluruhan Pak Kenzo selamat dan stabil,” kata dokter waktu itu.

Ibu Saras langsung memotong, “Dokter… jangan bertele-tele. Tolong jelaskan semuanya. Apa yang terjadi dengan anak saya?”

Dokter menarik napas. “Baik, Bu. Ada satu hal yang harus saya sampaikan. Maaf sebelumnya… kemungkinan putra Anda, Kenzo, mengalami kelumpuhan sementara.”

Rendra mengepalkan tangan. “Maksud dokter bagaimana? Lumpuh total?”

“Tidak, Pak. Tapi ada cedera pada saraf tulang belakang bagian bawah. Ada peluang sembuh. Namun… butuh terapi intensif, kesabaran, dan yang paling penting, ada keinginan dari Pak Kenzo sendiri untuk pulih.”

Ibu Saras langsung meneteskan air mata mendengar penjelasan itu.

---

Kembali ke Saat Ini

Dokter tersenyum pada Kenzo, meski senyum itu sedikit hati-hati. “Pak Kenzo, bagaimana perasaannya? Saya senang Anda sadar. Sekarang, bapak harus semangat demi Zavian Putra Aditama. Anak Anda sedang berjuang di ruang NICU. Dan ia membutuhkan ayahnya.”

Nama itu membuat Kenzo terdiam.

Zavian.

Satu-satunya peninggalan Amara.

Tapi justru nama itu membuat dadanya semakin nyeri. Kenzo memalingkan muka menjauh, tidak ingin terlihat emosional di depan orang lain. Ia seperti tidak sanggup menanggung semua realita yang menimpanya hanya dalam waktu singkat.

Ibu Saras mengelus lengan Kenzo. “Nak… Zavian baik-baik saja. Kamu harus sembuh untuk dia.”

Tidak ada jawaban. Kenzo hanya menatap kosong ke arah jendela.

Beberapa menit kemudian, saat dokter dan perawat masih berada di ruangan, Kenzo mencoba menggerakkan tubuhnya. Ia menggerakkan tangan, bisa. Lalu ia mencoba menggerakkan kaki.

Tidak bergerak.

Kenzo mengerutkan kening. Ia mencoba lagi, lebih keras. Tetap tidak ada respon. Seolah tubuh bagian bawahnya tidak terhubung dengan pikirannya.

Ia menatap dokter dengan raut bingung dan takut.

“Dok… kenapa kakiku…? Kenapa tidak bergerak?”

Dokter menghela napas pelan. “Pak Kenzo, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya kepada keluarga… ada cedera pada saraf tulang belakang Anda. Tapi—”

“Jadi aku… lumpuh?” Kenzo memotong dengan suara bergetar.

“Untuk sementara, Pak. Bukan permanen. Dengan terapi intensif, harapan sembuh itu ada.”

Kenzo menggigit bibir. Ia bukan lagi Kenzo Aditama yang kuat, tegas, dan perfeksionis. Ia seperti kehilangan dirinya sendiri.

Semua perasaan bercampur:

Putus asa karena kehilangan Amara.

Rasa bersalah.

Ketakutan karena tidak bisa menjadi ayah.

Dan sekarang, kemungkinan lumpuh.

“Kenzo…” Rendra mendekat dengan suara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya. “Nak, kami di sini. Kamu tidak sendirian. Kamu harus bertahan.”

Kenzo tidak menjawab.

Ia hanya menatap dokter tanpa mengedip, seolah mengharapkan jawaban lain… jawaban yang bisa membatalkan semua kenyataan pahit itu.

Dokter menatap balik dengan serius, lalu berkata pelan,

“Pak Kenzo, tolong dengarkan saya baik-baik. Anda punya kesempatan sembuh. Tapi semuanya tergantung kemauan Anda. Kita bisa mulai latihan gerak ringan setelah kondisi Anda stabil. Jangan menyerah.”

Kenzo perlahan memejamkan mata. Napasnya berat. Ia tidak ingin mendengar apa pun. Tidak ingin menerima kenyataan itu. Tidak ingin menjalani semuanya.

Ketika ia membuka mata kembali, tatapannya tajam namun kosong, seperti seseorang yang tidak mampu lagi membedakan arah hidupnya.

“Dokter…” ucap Kenzo lirih. “Kalau aku… tidak mau terapi… apa yang akan terjadi?”

Dokter menatapnya tajam, lalu menjawab…

"Pak Kenzo… kalau bapak tidak mau berusaha, maka…"

— bersambung.

Hai readers selamat siang

Selamat membaca...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!