Xeena Restitalya, hidupnya selalu tidak menyenangkan setelah ibunya meningal. Ayahnya tak pernah peduli dengannya setelah memiliki istri dan juga anak lelaki.
Xeena harus berjuang sendiri untuk hidupnya. Diusianya yang sudah 25 tahun, dia bersyukur masih diberi kesempatan bekerja di tengah sulitnya mencari pekerjaan.
Tapi siapa sangka, bos di tempat kerjanya yang baru itu begitu terobsesi kepadanya.
"Tetaplah di sisiku, kemanapun kau pergi, aku tetap akan bisa menemukanmu, Xeena."
Jeremy Suryoprojo atau Jeremy Wang, dia merupakan bos Xeena.
Pria yang selalu acuh terhadap orang lain itu tiba-tiba tertarik kepada Xeena.
Xeena yang hanya ingin hidup dengan tenang kini malah berurusan dengan bos obsesif sekaligus ketua Geng Wang.
Lalu bagaimana kehidupan Xeena setelah bertemu dengan Jeremy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawanan Cinta 11
Drap drap drap
cuuurr
Xeena berlari ke pantry. Dia meninggalkan pekerjaannya merapikan tanaman dan bergegas membuatkan apa yang diminta oleh Jeremy.
Sebelumnya, Xeena mencuci tangannya lebih dulu. Setelah itu dia mengambil teko dan mengisinya dengan air lalu kemudian memasak air tersebut.
"Udah selesai, Xeen? terus kamu lagi apa?"
Marwan yang baru saja masuk bertanya demikian kepada Xeena. Dia melihat sepertinya Xeena seperti diburu-buru oleh sesuatu.
"Belum Kang, bentar ya. Soalnya itu, itu Pak Bos minta dibuatkan kopi."
Apa?
Marwan tampak terkejut. Dia bahkan sampai mengusap wajahnya dengan kasar.
Mengapa malah kesannya Marwan yang panik? Jawabannya adalah dia takut Xeena besok tidak datang bekerja lagi setelah berhadapan dengan Jeremy.
Bagi Marwan, dipanggilnya anak baru ke ruangan Big Bos adalah sesuatu yang sangat membuat jantung berdebar-debar dengan hebat. Bukan hanya itu, pikiran Marwan juga menjadi tidak karuan.
"Kamu yakin ndak apa-apa bikinin kopi buat Pak Bos? Ehmm, pokonya apapun nanti yang dibilang Pak Bos jangan dimasukin ke hati ya. Anggep aja angin lalu oke. Terus kalau ditanya, jawab aja yang jujur. Jangan banyak ngelak atau ngasih alesan nggak jelas. Lalu~"
"Kang, tenang aja. Orang aku cuma diminta bikin kopi kok, bukannya mau sidang skripsi. Dia juga adalah pimpinan disini, bukannya dosen yang killer. Jadi santai aja oke?"
Marwan jelas tidak bisa santai. Dia terlihat begitu khawatir terhadap Xeena. Dia khawatir Xeena akan pergi dari sini. Itu akan membuatnya sangat kesulitan karena lagi-lagi harus bekerja sendiri.
"Aku anterin ini dulu ya, Kang,"ucap Xeena dengan membawa nampan yang berisi satu cangkir kopi.'
"Oh oke. Pokoknya inget sama yang aku katakan tadi ya,"sahut Marwan. Dia sungguh sangat khawatir.
"Iya tenang aja. Aman."
Meskipun Xeena bicara demikian, bersikap sok tenang di depan Marwan, tapi percayalah saat ini debaran di dadanya begitu sangat kuat.
Jantungnya bak genderang yang ditabuh dengan sangat kuat sehingga ia sendiri bisa mendengarnya.
Huuuh
Fyuuuh
Xeena mengambil nafasnya dalam-dalam. Dia lalu berjalan dengan pasti menuju ke ruangan sang bos berada.
"Oh Mbak Xeen, nganter apa?"tanya Olive ketika dia melihat Xeena datang membawa nampan.'
"Ini Bu, kopi. Pak Jeremy minta dibuatkan kopi,"jawab Xeena. Dia mencoba untuk tetap tenang meskipun jantungnya terasa mau copot rasanya.
"Oh gitu, aku bantu buka pintunya ya?"
Belum juga Xeena menjawab, Olive sudah beranjak dari tempat duduknya dan membukakan pintu.
Ketika pintu dibuka dan kakinya melangkah masuk ke ruangan itu, debaran yang ada di dada Xeena semakin kencang rasanya. Terlebih di sana hanya ada Jeremy seorang diri. Padahal dia yakin tadi ada dua orang. Yang mana mungkin itu adalah asistennya.
"Ini Pak, kopi yang Anda minta tadi."
Tak
Xeena secara perlahan meletakkan cangkir kopi di atas meja. Dia langsung mundur beberapa langkah, menjauh dari meja milik Jeremy.
"Oke, terimakasih."
"Baik Pak, kalau begitu saya undur diri dulu."
Xeena hendak membalikkan tubuhnya, akan tetapi ucapan Jeremy membuatnya urung.
"Tunggu! Tunggu di situ sebentar jangan keluar."
Degh!
Wajah Xeena semakin terlihat tidak baik. Dia merasa khawatir. Rumor yang beredar tentang Jeremy awalnya Xeena merasa biasa saja. Tapi ketika berhadapan langsung dengan orang yang dirumorkan ternyata cukup membuat dirinya takut juga.
Srupuuut
Jeremy mulai meminum kopi itu dengan perlahan. Ada hal yang menarik perhatian Xeena. Jeremy sungguh sangat menyenangkan saat menikmati kopi.
Pria itu lebih dulu mencium aroma kopi, ia menghirupnya dalam-dalam. Lalu secara perlahan, Jeremy menyeruput kopi tersebut.
Hanya saja, Xeena tidak bisa menilai apapun. Apakah Jeremy menyukai kopi buatannya atau tidak karena ekspresi Jeremy sangat datar.
"Mulai besok, setiap pagi aku mau kamu buatin aku kopi persis seperti ini lagi. Buatkan setiap aku sudah sampai ruangan."
Sebuah senyum mengembang di bibir Xeena ketika mendengar ucapan Jeremy. Mesk Jeremy tidak berkata bahwa kopi buatannya itu enak, tapi dengan dia meminta lagi, itu cukup membuat Xeena mengerti bahwa Jeremy menyukai kopi buatannya.
"Baik Pak, saya akan melakukannya degan baik,"jawab Xeena dengan penuh semangat dan pastinya dia juga merasa lega.
"Kamu, siapa namamu?" Rupanya Jeremy masih ingin bicara dengan Xeena.
"Saya Xeena Restitalya. Bapak bisa memanggil saya Xeena,"jawab Xeena dengan sopan. Dia bahkan juga membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda dia menghormati atasannya itu.
"Oh Xeena ya, baiklah. Selamat bekerja Xeena, semoga kamu betah di sini."
"Baik Pak, terimakasih. Kalau begitu saya pamit undur diri."
Klaak
Xeena keluar dari ruangan dengan wajah yang sangat cerah. Seolah berhasil dari ujian sulit, seperti itu lah wajah Xeena saat ini.
"Gimana, Mbak? Aman?"
"Aman Bu Olive. Terimakasih."
Xeena berjalan cepat menuju ke pantry dengan bersenandung kecil. Olive bisa mendengar bahwa gadis itu tampak sangat senang. Dan sebenarnya dia juga senang. Ini adalah hal luar biasa, yakni OG baru tidak keluar dalam keadaan menangis ataupun muram.
"Apa mungkin kali ini Mas Bos cocok? Haah baguslah kalau gitu. Puyeng tiap kali harus lihat orang terpaksa kerja,"gumam Olive lirih.
Selama membersamai Jeremy, dia tentu sudah melihat para OB dan OG yang keluar masuk di lantai tempatnya bekerja itu. Wanita 30 tahun cukup paham perangai Jeremy yang memang kadang sulit dimengerti. Tapi Olive juga tidak bisa melakukan apa-apa saat para OB dan OG itu memilih resign dan hanya bertahan satu bulan saja bekerja.
"Haah, aku harap yang ini lebih lama. Kalau bisa manjaaaaaang,"harap Olive dengan tulus tentang Xeena.
"Xeen, gimana? Kamu ndak dimarahi kan? Cangkirnya ndak dibanting kan?"
Baru saja Xeena masuk ke pantry, Marwan sudah memberondong pertanyaan. Dia sungguh takut mental Xeena down.
"Tenang Kang, aman jaya sentosa kok. Pak Bos ndak marah. Beliau suka sama kopi buatan aku. Dan setiap pagi kalau beliau datang, beliau ingin dibuatkan kopi dengan rasa yang sama.
"Aaah syukurlah kalau gitu. Haah aku beneran lega tau. Aku dari tadi deg-degan. Perutku sampe mules tadi nungguin kamu. Ya sudah kerja bagus, Xeen. Sekarang kita lanjutin kerjaan kita. Dikit lagi kelar, kita bisa istirahat dan cuma tinggal nunggu perintah lain."
Hu um
Xeena meletakkan nampannya. Dia kemudian kembali ke tempat tadi, yakni dimana tanaman-tanaman belum selesai dibereskan.
Xeena sungguh menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan. Ini adalah hari terbaiknya. Xeena merasa bahwa dirinya menemukan sesuatu yang selama ini dia inginkan.
"Nggak muluk-muluk. Aku cuma mau hidup tenang aja. Aku cuma mau mentalku sehat. Dan ternyata jauh dari keluarga ku yang toxic adalah jawabannya. Terimakasih Tuhan, aku berharap hariku seperti ini terus."
TBC
santai wae
kok medok bangett