Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sebelas
Vania yang berdiri di ambang pintu tak jadi masuk. Dia berpikir kehadirannya nanti akan membuat keduanya canggung. Dalam hatinya kembali meyakinkan diri, jika Dipta hanya menganggap Khanza sebagai adik atau sahabat. Selama lebih dari lima belas tahun mereka dekat, tak pernah pria itu memiliki pendamping. Jika ada acara, yang sering mendampingi hanya dirinya.
Vania memilih duduk di ruang keluarga. Beruntung tak banyak pasiennya. Dan mereka hanya ingin periksa kehamilan secara rutin, jadi bisa ditangani dua bidan yang bekerja dengannya.
"Sebenarnya bagaimana kedudukan aku dihatimu, Dipta. Kita dekat sejak sama-sama duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Sampai aku sudah menjadi dokter saat ini. Tapi kamu tak pernah mengatakan cinta, apa aku saja yang merasakan ini tapi kamu hanya menganggap'ku sebagai teman saja?"
Vania menarik napas berat. Pertanyaan demi pertanyaan berputar dalam pikirannya. Dia dan Dipta seperti pasangan kekasih, tapi pria itu belum pernah berkomitmen.
Sementara itu di dalam kamar, Khanza sudah sedikit tenang. Walau sepertinya belum bisa menerima sepenuhnya.
"Percayalah Khanza, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Kamu jangan pernah putus asa. Yakinlah akan ada pelangi setelah hujan," ucap Dipta mencoba menghibur Khanza.
Khanza menatap Dipta, matanya masih menyimpan kesedihan. "Aku hanya ingin tahu apa yang harus aku lakukan sekarang," katanya dengan suara yang lembut.
Dipta memegang tangan Khanza dan memberikan senyum lembut. "Kita akan hadapi ini bersama, Khanza. Aku akan selalu ada di sampingmu," katanya, suaranya penuh dengan kepastian.
"Tapi, apa kata orang-orang kalau tau aku hamil di luar nikah. Masa depanku hancur. Aku belum siap, Mas."
"Ada aku dan Vania. Kamu tetap di sini sampai anak itu lahir. Kita besarkan sama-sama," ucap Dipta.
Setelah Khanza agak tenang, Dipta lalu memintanya beristirahat. Dia lalu keluar dari kamar. Merasa tak enak juga. Takut ada yang salah sangka jika mereka terlalu lama berdua di kamar.
Dipta keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang keluarga. Di sana telah duduk Vania sambil bermain ponsel.
"Kamu tak ada pasien?" tanya Dipta. Dia lalu duduk di samping Vania itu.
"Kebetulan pasien kalau pagi hingga sore tak begitu ramai. Mereka suka periksa malam hari," jawab Vania. Dia lalu tersenyum ke arah Dipta dan meletakan ponselnya ke meja.
Dipta membalas tersenyum. Dia lalu duduk semakin mendekati Vania. Sepertinya ada yang ingin dia bicarakan.
"Kasihan Khanza. Dia tak memiliki siapa-siapa dan sekarang harus menerima kenyataan jika dirinya hamil," ucap Dipta.
"Aku juga saat ini tak memiliki siapa-siapa," balas Vania.
Dipta memandangi wajah Vania mendengar ucapan gadis itu. Saat ini kedua orang tuanya memang telah tiada. Dua tahun lalu kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil, begitu juga dengan saudara laki-lakinya.
Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, mereka sempat menitipkan Vania pada Dipta dan mamanya. Itulah kenapa pria itu selalu menyempatkan datang melihat keadaan gadis itu. Namun, berbeda dengan Khanza, Vania memiliki banyak harta dari peninggalan kedua orang tuanya.
"Kamu pernah merasakan banyak kasih sayang dari kedua orang tua, Khanza dari lahir sudah tak memilikinya. Dia juga harus bertahan dengan kerasnya hidup. Kamu lahir dari keluarga yang mapan. Kamu juga punya aku dan mama, tapi Khanza tak memiliki siapa-siapa selain kita berdua," ucap Dipta.
Dipta tak menyadari jika ucapan Vania itu menyindir dirinya. Gadis itu melihat akhir-akhir ini perhatian Dipta hanya tercurah ke Vania saja.
"Kamu mau melakukan apa untuk Khanza?" tanya Vania ingin tahu.
"Tak ada, aku hanya ingin kita mendampingi dirinya hingga bisa menerima kenyataan saat ini. Dia hanya butuh support."
"Aku sudah melakukan itu sejak pertama kali dia datang. Aku dapat merasakan penderitaannya."
"Ya, aku mengucapkan terima kasih atas semua yang kamu lakukan," ujar Dipta.
"Apakah kamu menyukai Khanza?" Ingin rasanya pertanyaan itu keluar dari bibir Vania.Tapi ternyata dia hanya mampu bertanya dalam hati dan tak mungkin bisa mengetahui jawabannya.
"Kenapa kamu mengucap terima kasih. Aku menolong Khanza bukan karena kamu, Dip. Sebagai wanita aku juga dapat merasakan penderitaannya," ucap Vania.
"Aku berterima kasih karena kamu sangat baik, Vania. Kamu mau menolong walau tak mengenal siapa Khanza," ucap Dipta.
"Aku belajar dari kamu, Dip. Kamu juga menolong tanpa memandang siapa mereka," balas Vania. Mereka berdua lalu saling tersenyum.
Sementara Vania dan Dipta mengobrol, Khanza bangun dari tidurnya. Dia berjalan menuju ke kamar mandi. Saat di dalam kamar, dia melihat ada pisau.
"Maaf, Mas Dipta, Maaf Mbak Vania. Aku harus pergi. Terima kasih atas semua kebaikan kalian," ucap Khanza.
Khanza mengambil pisau. Dia lalu berjalan menuju ke arah shower. Menghidupkan keran air nya dengan deras. Dia lalu duduk di bawah shower kamar mandi. Dengan menarik napas dalam Khanza mengiris nadinya.
"Tuhan, jika memang kain kafan jauh lebih indah dan tidak menyakitkan dari pada gaun pengantin dan kehidupanku selanjutnya ... izinkan aku kembali ke sisi-Mu saat ini. Aku lelah, aku ingin istirahat."
**
Selamat siang. Mama mohon dukungannya untuk tetap membaca tiap update novel ini. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa tekan like dan beri komentarnya. Terima kasih. Lope-lope sekebon jeruk.
Dan Lily ini ibu dari Dipta sendiri
semangat vania
saya Khanza...eh salah..saya khenzo 😁🤣😅🙏
vania semoga km menemukan jodoh yg baik di tempat yg baru ya