Karena salah paham saat mendengar percakapan Ayahnya tentang pelaku yang terlibat dalam kecelakaan Kakeknya saat dia.masih kecil sehingga membuat seorang pemuda bernama lengkap Arishaka Narendra membalaskan dendamnya kepada seorang gadis bernama Nindia Asatya yang tidak tahu menahu akan permasalahan orang tua mereka di masa lalu.
Akankah Nindia yang akrab di sapa Nindi itu akan memaafkan Shaka yang telah melukainya begitu dalam?
dan Bagaimana perjuangan Shaka dalam meluluhkan hati Nindia gadis yang telah ia sakiti hatinya itu!
Mari kita simak saja kisah selanjutnya.
Bijaklah dalam membaca mohon maaf bila ada nama tokoh atau tempat yang sama. semua ini hanya hasil karangan semata tidak untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Choki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Iri hati
"Apaan sih, sakit tahu! " Kesal Fira seraya menarik paksa tangannya yang di cengkram Shaka.
"Kamu yang apa-apaan, ngapain pagi-pagi udah datang ke rumahku?" Tukas Shaka yang tak kalah kesal karena ulah tunangannya itu.
"Kamu ini aneh loh Shaka, aku ini kan tunangan kamu. Masa nggak boleh aku kesini, kerumah kamu." Balas Fira lagi semakin merasa kesal kepada pria yang berstatus tunangannya itu.
"Nggak usah pura-pura polos deh, kamu tahu sendiri alasannya kenapa kamu nggak boleh terlalu sering kesini." Balas Shaka yang semakin kesal.
"Ya, nggak bisa gitu dong! Aku ini tunangan kamu, harus sering-sering kesini biar makin akrab sama keluarga kamu. " Sahut Fira lagi tak kalah kesal dari Shaka.
Shaka mengusap kasar wajahnya. Rasanya dirinya sudah sangat malas berurusan dengan Fira yang selalu ada saja alasanya. "Ayo masuk!" Akhirnya Shaka mengajak Fira untuk masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil yang di kemudikan oleh Shaka itu mulai meninggalkan pekarangan rumah.
Dari lantai atas Salsa menyaksikan interaksi Kakak nya dengan tunangannya yang menurutnya sedang bertengkar. Entah sejak kapan gadis itu berpindah tempat. Tahu-tahu sudah berada balkon lantai atas saja.
"Kan..., benar dugaan aku. Kalau Kak Shaka itu terpaksa men.... Auuhh!!" Jerit Salsa saat merasakan perih didaun telinganya. Siapa lagi pelakunya jika bukan penduduk terkuat di bumi ini.
"Auh! Sakit, Bu!." Rengeknya saat merasakan daun telinganya panas akibat dijewer sang Ibu.
"Ngapain ngntip di situ? Kebiasaan banget deh, suka kepo sama urusan orang lain." Omel Asma saat tak sengaja memergoki putrinya yang tengah mengintip Kakaknya yang sedang berbicara dengan Fira di bawah.
"Maaf Ibu, bukannya Adek kepo. Tapi Kakak itu berbeda sekali sejak kembali dari Desa. Aku yakin ada sesuatu yang telah terjadi dengannya." Kilah Salsa yang memang benar adanya jika Kakaknya itu sangat berubah.
Asma menghela nafasnya mendengar keluhan sang putri. Yang memang benar sejak Putra sulungnya itu kembali dari Desa, sikapnya berubah lebih pendiam dan irit bicara. Lebih banyak menyibukkan dirinya dengan bekerja.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Hari berlalu berganti minggu tidak terasa Nindia sudah dua minggu bekerja di Toko itu. Nindi cepat belajar dari para seniornya. Banyak berinteraksi dengan Customer membuat wanita itu melupakan kesedihannya ata nasib malang yang ia alami.
Beruntung semua teman-temannya baik terhadapnya. Mereka dengan sabar mengajarinya ini itu terutama Lia. Lia adalah salah satu teman kerja yang begitu baik terhadapnya. seperti halnya hari ini. Lia mengajaknya makan siang bersama dengan bekal yang dia bawa. Tentu saja hal itu tidak di tolak oleh Nindia yang memang tengah mengalami krisis keuangan.
Hampir setiap hari Nindia hanya memakan mie instan sebagai makan malam dan sarapannya di pagi hari. Nindia bahkan menahan segala keinginannya terhadap makanan yang menggiurkan di luar sana. Yang sering ia jumpai ketika berangkat kerja dengan berjalan kaki.
"Kak Lia, masak sendiri ini makananya?" Tanyanya di sela mengunyah makanan di mulutnya.
"Iya, kakak masak sendiri setiap hari. Namanya juga tinggal sendiri, ya harus mandiri." Sahut Lia seraya tersenyum kecil.
"Apa makanannya kurang enak? Atau kamu nggak suka sayur bersantan ya Ndi?"
"Bukan kak, aku suka semua jenis sayur kok. Masakan kak Lia semuanya enak-enak." Sahut Nindia yang tulus memuji masakan Lia yang memang benar-benar enak.
"Bisa aja kamu, jadi makin besar nih kepalaku. " Ucap Lia lagi seraya terkekeh. Keduanya menghabiskan waktu istirahatnya dengan makan siang bersama dan mengobrol ini itu.
"Kak Lia tinggal sendiri disini? Nggak ada saudara atau kerabat?"
"Iya, tinggal sendiri. Ada sih kakak aku, tapi dia kerja di lokasi dua minggu sekali baru pulang. Belum menikah, masih betah menyendiri." Ucap Lia lagi yang di respon Nindia dengan ber oh ria.
"Kamu sendiri disini masih ada orang tua?" Kini Lia balik bertanya kepada Nindia.
"Aku disini tinggal sendiri, ngekost. Orang tua aku udah nggak ada. Aku baru berapa hari kembali ke Ibu kota. Sebelumnya aku tinggal di Desa ikut kakak sepupuku. Setelah aku…..,” Nindia tidak melanjutkan kalimatnya.
“Aku ngekost sendiri kak.” Nindia dengan cepat mengalihkan pembicaraan saat teringat sesuatu yang begitu menyakitkan.
"Nge kost? Jauh nggak dari sini?" Lia tidak menuntut Nindia melanjutkan kalimatnya. Wanita itu ikut menimpali apa yang Nindia katakan.
"Ya, lumayan lah. Kalau jalan kaki, bisa sekalian olahraga juga." Balas Nindia seraya tersenyum kecil.
Waktu makan siang kini sudah berakhir bagi Nindia dan Lia. Keduanya kembali ke dalam Toko untuk menggantikan teman lainnya beristirahat. Sebelum kembali ke depan Nindia pamit ke toilet sebentar untuk membuang Air kecil.
"Eh! Bule miskin, enak banget ya, jadi anak baru. Hanya modal cantik dan tampang bule doang bisa dapat Makan siang gratis, apa-apa di gratisin. Kamu pake pelet apa sih sehingga mmmbuat semua orang itu suka sama kamu?" Tanya Rani seraya menatap sinis Nindia yang baru keluar dari kamar mandi.
" Maksudnya bagaimana kak Ran?" Tanya Nindia yang memang tidak mengerti maksud dari rekan kerjanya itu.
"Halah! Sok lugu, nggak usah pura-pura polos deh, semenjak ada kamu disini semuanya pada baik banget sama kamu. Kamu ngaku aja deh, kamu pake pelet apaan sih? Sampai-sampai semua orang jadi kasihan sama kamu." Lanjut Rani lagi dengan nada bicaranya yang begitu ketus.
"Maaf kak Rani, tapi aku benar-benar nggak tau apa yang kak Rani maksud." Balasnya yang memang tidak mengerti apa maksud dari perkataan Rani itu.
"Ternyata selain pelet, kamu juga O'on ya. Dasar bule O'on. Minggir!" Rani mendorong bahu Nindia begitu saja kemudian masuk kedalam kamar mandi.
Sementara Nindia masih diam terbengong di depan pintu kamar mandi seraya menatap nanar pintu yang sudah tertutup itu.
"Nindi! Kamu sudah istirahat kan?" Cici yang baru tiba di belakang itu menyapa Nindia yang ternyata masih berada di tempat istirahat.
"Iya kak, aku sudah selesai. Barusan dari kamar mandi. Ini sudah mau ke depan kok. " Sahut nya tenang setelahnya bersiap kedepan untuk menjaga Toko.
"Kenapa lama, kebelat ya?" Tanya Lia menebak.
"Iya kak, aku kebelat tadi. Makanya ke toilet dulu." Jawab Nindia. Biar lah soal Rani yang menuduhnya yang tidak-tidak. Itu ia sembunyikan saja.
"Tuh, ada minuman buat kamu, yang beliin Bang Ardi. Tadi dia nitip ke aku. Soalnya kamu di tungguin nggak nongol-nongol sih! Bang Ardi nya sudah jalan, dia buru-buru. Mau antar barang Customer. " Tukas Lia seraya menunjuk sebuah minuman cup kekinian di atas meja rak yang kosong.
Nindia terdiam menatap cup minuman itu. Pikirannya kembali ke beberapa menit yang lalu. Dimana Rani menuduhnya menggunakan pelet untuk menggaet semua teman-teman nya supaya baik kepadanya.
Nindia menarik dalam nafasnya kemudian membuangnya perlahan. Bukan tidak suka dengan kebaikan teman-teman kerjanya. Namun jika hal itu menimbulkan ke irian terhadap teman lainnya Nindia bukannya senang, melainkan sedih jika ada temannya yang salah paham terhadap dirinya.
"Eh...malah bengong nih anak! Itu minumannya nanti keburu habis esnya loh, sana ambil dan minum lumayan kan buat ngademin tenggorokan di cuaca yang panas seperti ini."
Teguran Lia membuat lamunan Nindia terpecah kala memikirkan sikap Rani tadi. " Iya kak Lia, makasih ya!" Ucapnya tersenyum manis.
"Hem, sama-sama! Tapi itu bukan dariku . Tapi dari Bang Ardi. Jadi berterima kasih lah pada Bang Ardi. Kalau dia kembali nanti." Sahut Lia tanpa mengalihkan perhatiannya dari kegiatan yang tengah menimbang gula yang telah menipis stoknya.
"Baiklah, nanti aku akan berterimakasih jika Bang Ardinya sudah datang."
Next……