Lethisa Izzatunnisa adalah seorang gadis berusia 24 tahun bekerja di devisi keuangan pada salah satu perusahaan konveksi. Ia memiliki kekasih sejak kelas XI SMA bernama Irsyad. Keduanya menjalin kasih tanpa ada halangan yang berarti meskipun keduanya memilih jalur karier yang berbeda. Irsyad memilih menjadi dokter, sedangkan Sha, panggilan Lethisa, memilih menjadi karyawan kantor.
Kesibukan mereka sebenarnya tidak membuat komunikasi memburuk, tapi ada suatu peristiwa yang membuat Irsyad harus memutuskan Sha. Bahkan Irsyad mau menikahi seorang perempuan bernama Farah.
Bukan prank ataupun hoax. Pernikahan Irsyad pun terjadi. Bagaimana perasaan Sha? Ikuti kisah kasih Sha dengan berbagai trauma percintaannya, terlebih setelah bertemu Arsyad bos dan juga teman SMA nya. Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASA LALU
Wanita diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk yang bengkok. Memainkan perasaan dalam segala drama kehidupan demi sebuah kebahagian.
*Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Hai sahabat Sha dalam cerita apa kabar? Semoga baik-baik saja, dan bisa menikmati tontonan yang bermanfaat bagi kaum hawa tentunya.
Sha dalam cerita memberikan ruang bagi perempuan kuat di sana untuk berbagi cerita apapun deh, asal bukan minta duit ya. He...he...
Oke pagi ini kita sudah kedatangan tamu. Seorang wanita paruh baya, kalau mendengar kisahnya pasti nangis bombay. Udah gak sabar kan? Kita sambut Ibu Rahmi.
"Selamat datang Bu Rahmi," sapa Sha sembari menyalami beliau.
"Terimakasih Mbak Sha," jawab Ibu spontan dan dengan senyum lebar, sebenarnya bukan senyum terbaik untuk syuting, tapi memang beliau kebelet tertawa. Gak mau mematahkan mood sang putri beliau pun bisa diajak kerja sama dengan baik.
"Cantik sekali, Bu Rahmi. Apa kabar?" tanya Sha sok kenal sok dekat dan super ramah, padahal matanya sudah memberikan intrupsi jangan ketawa, Bu. Plis.
"Ah Mbak Sha bisa saja, terimakasih," jawab Bu Rahmi tersipu malu. Sha ingin tertawa juga, sang ibu terlihat malu. Gak biasa juga ibu terlihat kalem, dan tutur katanya lembut.
"Bu Rahmi ini punya cerita yang wow, kuat dan the best lah. Beliau menunjukkan kalau wanita itu makhluk kuat dan bisa mandiri. Selengkapnya cus mendengar cerita beliau." Sha mulai memberi pengantar sebelum masuk obrolan ala podcast.
"Hem...terimakasih sekali sama Mbak Sha, punya ide yang abnormal," Sha spontan membelalakkan mata namun kemudian menguasainya. Apa kata beliau abnormal? Duh bu salah pilih kata, batin Sha meringis.
"Maksud saya ide yang luar biasa, tidak umum dan bisa memberikan kesempatan kepada setiap perempuan untuk berbicara. Seperti saya baru berani berbicara ke orang lain, selama ini ya saya diam. Menguatkan dengan cara saya sendiri.
"Hebat sekali, Bu Rahmi." Mendadak Sha pun ikut merasakan kesedihan sang ibu selama ini.
"Saya ditinggal suami saya sudah hampir 25 tahun. Ditinggal tanpa alasan," ujar beliau memulai cerita.
Saat itu suami Bu Rahmi adalah seorang dokter pemgabdian masyarakat di desanya. Bu Rahmi yang anak seorang ketua RT tentu sempat berinteraksi langsung dengan sang suami kala itu hingga terjadi kedekatan dan disahkan dalam sebuah pernikahan.
Bu Rahmi anak tunggal, dan kedua orang tuanya sangat bangga ketika putri semata wayangnya dinikahi oleh dokter dari kota meski pernikahan mereka masih belum tercatat oleh negara Hingga masa pengabdian sang dokter selesai, Bu Rahmi pun diboyong ke kota dan dibelikan rumah yang ia tempati sekarang. Bu Rahmi sedikit kaget lantaran sang suami sudah menyiapkan rumah yang siap huni, meski agak curiga katanya anak orang kaya tapi tinggal di perumahan biasa saja.
Pernikahan mereka berjalan dengan lancar, begitupun komunikasi dengan orang tua Rahmi juga baik hingga sang suami tiba-tiba menghilang setelah 4 bulan pernikahan mereka. Saat itu sang suami mengabari akan rapat dan pulang telat, namun ternyata pesan itu adalah pesan perpisahaan keduanya.
Bu Rahmi masih menganggap sang suami lembur, tapi pada hari ketiga, ia sengaja mau menanyakan kabar sang suami di rumah sakit dan memeriksakan diri. Betapa terkejutnya dia kalau sang suami sudah mengundurkan diri hampir 10 hari yang lalu. Berita yang sangat mengejutkan hingga dia pingsan, bangun dari pingsan ia ingin menangis histeris lantaran hasil pemeriksaan dia dinyatakan hamil. Hidup macam apa ini.
Tak terasa Sha pun meneteskan air mata, dan mengusapnya dengan tisu. Tak peduli lagi ia dengan rekaman. Toh keadaan ini murni, bukan didramatisir, tampak sangat natural.
"Lalu bagaimana dengan kandungan ibu?" Sha mengontrol suaranya agar tidak terbata, meski ia sudah tahu kronologinya tapi demi konten ia memancing pertanyaan. Jahat banget sih menjual cerita ibunya.
"Kandungan saya baik-baik saja, saya tetap mempertahankan kandungan saya. Saya menyembunyikan kondisi saya dari keluarga di desa. Sampai akhirnya kedua orang tua saya meninggal karena kecelakaan di saat kandungan saya 7 bulan. Niatnya mau tinggal di desa tapi rumah yang saya tempati sudah di atas namakan saya, ya sudahlah saya pun tinggal di kota sekarang."
"Bagaimana ibu melanjutkan hidup saat itu?" tanya Sha dengan menahan sesak. Sumpah saat ini dendam pada ayahnya semakin menumpuk.
"Tiap malam menangis, dan anehnya setiap periksa ke bidan kandungan saya sehat. Padahal urusan makan tidak teratur, stres berat, tapi kok kandungan sehat. Sampai akhirnya ada salah satu tetangga yang menguatkan saya. Beliau sangat peduli kepada saya, beliau tidak punya anak sampai sekarang, beliau sangat perhatian dengan saya, merawat saya dan bayi saya layaknya anak sendiri. Terimakasih Bu Atun," begitu Ibu Sha mengucapkan terimakasih pada Bu Atun, pun saat menyebutkan nama Bu Atun tanpa dikomando Sha, ibu menghadap kamera, close up. Menunjukkan betapa ibu berterimakasih pada Bu Atun.
"Baiknya tetangga Bu Rahmi," ucap Sha yang memang tahu betapa sayangnya Bu Atun pada Sha.
"Saya ingat ucapan beliau yang akhirnya menguatkan saya Allah sangat sayang dengan kamu, suami kamu kabur meninggalkanmu tapi Allah memberi pengganti yang luar biasa. Yah...saya menyadarinya pun, sangat bersyukur karena dianugerahi anak yang luar biasa cantik dan sangat membanggakan saya."
Sha tersenyum tipis. Terimakasih, i love you, Bu. Batin Sha.
"Selama ini bagaimana ibu memenuhi kebutuhan?" tanya Sha.
"Awalnya saya masih mengandalkan uang pemberian suami saya yang ada di tabungan saya. Saya juga gak menyadari kalau pemberian di atm saya begitu banyak, mungkin dia sudah merencanakan perginya. Karena selama kami menikah belum pernah sekalipun saya bertemu dengan keluarga besarnya."
"Apa mungkin suami Bu Rahmi itu sudah punya keluarga?"
"Waktu menikah status di KTP Belum Kawin," jawab Bu Rahmi.
"Hemmm misterius juga ya suami Bu Rahmi."
"Iya, saya mikirnya dulu karena cinta tak peduli saja bagaiamana latar belakang dia. Setahu saya dia dokter, anak orang kaya mungkin juga, dan belum kawin."
"Ibu menyesal?" tanya Sha.
"Menyesal mungkin ada, hanya saja setelah melahirkan dan mengasuh anak saya. Saya berusaha sekuat tenaga berdamai dengan keadaan. Saya menggunakan uang pemberian suami saya untuk berjualan di depan rumah, setidaknya saya harus bekerja tanpa meninggalkan anak saya dan bisa buat makan. Memang awalnya tidak selaris sekarang, promosi pun dibantu Bu Atun, beliau kalau ada acara pertemuan selalu pesan, hingga tetangga perumahan satu per satu pesan dan jadilah warung Bu Rahmi."
"Alhamdulillah ya Bu,"
"Alhamdulillah sekali, saya semakin bersyukur. Allah tidak akan membiarkan makhluknya kelaparan, pasti ada jalan mendapat rizeki. Yang penting sabar, dan berusaha ikhlas meskipun berat."
Sha mengangguk, "Kalau seandainya Bu Rahmi bertemu dengan suami ibu bagaimana?" tanya Sha ingin tahu juga, pasalnya selama ini sang ibu tak pernah memberitahu bagaimana sang ayah. Cukup nama dan pekerjaan sang ayah. Saat kecil pun Sha dikenalkan sang ayah sebagai dokter yang bekerja di luar negeri, sehingga tidak bisa menemani Sha bermain.
Ibu diam sejenak, "Saya akan.....
"
byk pelajaran hdp lho dimana wanita hrs kuat dlm kondisi apapun