"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Sandra membuka matanya dengan sulit, seluruh tubuhnya terasa remuk. Rasanya seperti habis lari puluhan kilometer saja.
Gerakan Sandra membangunkan pria disebelahnya. "Kamu sudah bangun?" Suara bariton serak khas baru bangun tidur menyadarkan Sandra yang masih mengawang-ngawang.
"Siapa Lo!" Sandra segera bangkit dari kasur, sadar dalam keadaan tanpa busana, segera Sandra menarik selimut tebal menutupi dirinya.
Sedangkan Revano, santai saja, bangkit dari ranjang, dengan tubuh tanpa sehelai benang.
"Anjir! Tuh belalai mode lemes aja gede! Pantes rasanya badan Gue kayak kebelah dua semalam!"
Sandra ingat kejadian semalam. Menyesal? Terlambat! Sandra sudah menyerahkan mahkota paling berharganya pada Pria asing dihadapannya.
Revano bergegas ke kamar kecil, kebelet lebih tepatnya.
Pintu kamar mandi terbuka, Revano nyatanya sudah kembali memakai pakaiannya.
Sandra bergantian masuk kamar mandi, sebelumnya Ia punguti pakaian miliknya yang berserakan di lantai kamar hotel.
"Brengsek!" Umpat Sandra saat menatap Revano yang malah santai bermain ponsel.
Dalam kamar mandi, Sandra mengusap sudut matanya.
"Gak boleh nangis! Semua sudah terlanjur! Pokoknya Gue gak mau urusan sama Laki-Laki! Semuanya sama!"
Sandra keluar kamar mandi dan mendapati Revano tengah melipat tangan menatap Sandra dengan wajah datarnya.
Sandra berkemas, mencari tasnya dan memasukan barang pribadinya yang tercecer dimana-mana.
Revano berjalan, mendekat, menghampiri Sandra yang terlihat sibuk sendiri.
"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK!
"Kamu!"
"Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu? Emang Gue Pn! HEH!"
"Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!"
"Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!"
"Yakin?"
"Yakinlah!"
"Terus semalam yang minta nambah lagi siapa?"
"Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
"Shit! Bener lagi! Selama Gue main perempuan memang baru Dia yang masih segelan!"
"Terus mau Lo apa? Gue semalem buang di dalem! Kalo Lo hamil, Gue gak masalah tanggung jawab!"
Sandra menghentikan kegiatan membereskan barang-barangnya.
"Denger ya Penjahat Kelamin! Gue gak bakal hamil cuma karena perkutut Lo itu udah buang di dalem! Dan Gue gak minat buat nikah sama Lo!"
"Siapa juga yang mau nikahin Lo! Gue cuma bilang akan tanggung jawab kalo Lo bener hamil setelah itu sama Gue! Gak harus nikah dong!"
"Emang Bangsat Lo ya!"
"Terserah Lo! Toh yang rugi juga Lo! Perawan Lo Gue yang ambil!"
"Ga usah bacot bisa? Soal Perawan Gue bakal operasi biar balik jadi Perawan lagi! Dan Lo sebaiknya gak usah muncul lagi dalam hidup Gue!"
Sandra meninggalkan Revano, langkahnya terburu-buru.
Mana mau Sandra menoleh yang ada sudah gedeg banget Si Penjahat Kelamin.
"Emang paling bener gak usah ada urusan sama laki-laki! Semuanya SAMPAH!"
Sandra menaiki taxi dan menuju apartemennya.
Sampai di Apartemennya Sandra segera ke kamar mandi membersihkan kembali tubuhnya. Seketika Sandra teringat bagaimana semalam Ia menghabiskan malam penuh gairah bersama Revano.
"Ah! Kenapa Gue mesti apes banget! Perawan Gue yang Gue jaga malah diambil orang Gk modelan Dia! Mana Gue gak sempet nanya siapa lagi! Tapi bagus deh! Gue gak harus berhubungan lagi sama tuh orang! Tapi kalo Gue hamil gimana? Ah, gampanglah, Gue mending cepet-cepet minum Pil After Morning aja lah!"
Sandra buru-buru menuntaskan sesi mandinya serta memilih membuang pakaian semalam yang Ia anggap akan membawa sial jika Ia simpan.
Ponsel Sandra berdering.
Melirik saja nama yang tertera diponsel Sandra enggan.
Namun sepertinya Sandra harus mengangkat, "Sabar San, ada drama apalagi kali ini."
Sandra menekan tombol dan terdengar Suara yang mungkin dulu menjadi obat rindunya namun sekarang suara itu malas sekali untuk ia dengarkan.
"Untuk apa Pa? Mau ribut lagi sama Si Lampir?"
"Oke, Oke! Sandra akan pulang!"
Tarikan nafas berat Sandra begitu terasa menyesakkan.
"Gue kuat! Gue bisa!" Sandra bersiap, menuju tempat yang dulu Ia anggap rumah namun kini tak lebih dari kandang singa bagi Sandra.
Mobil yang Sandra kemudikan kini memasuki area sebuah Mansion.
"Non, apa kabar?" Sapaan salah satu pegawai.
"Baik Pak,"
"Tuan san Nyonya ada di dalam sudah nunggu Non,"
Sandra mengangguk. Miris. Nyonya. Seharusnya gelar itu hanya milik Ibu Sandra. Tapi kini Si Lampir yang mendapat kehormatan setelah Ibu Sandra berpulang.
Sandra memasuki area dalam Mansion, semua pegawai menyapa ramah kepada Si anak tertua yang sudah lama sekali tak kunjung datang ke Mansion ini.
"Sandra, akhirnya Kamu datang Sayang, Mama kangen,"
Bukan senang. Tatapan tajam Sandra menusuk netra Perempuan yang Sandra anggap sebagai penyebab kematian sang Mama.
"Sayang, Kamu datang juga,"
Suara bariton meski sudah sedikit bergetar, berjalan dengan langkah pasti kearah Sandra.
"Ayo Angel, sini. Ada sesuatu yang ingin Papa bicarakan sama Kamu."
"Jangan panggil nama itu Pa. Panggil Aku Sandra. Cuma Mama yang boleh panggil nama itu." Sandra masih tak bergeming, berdiri menatap bergantian Papa dan Si Lampir.
"Mas,"
"Menjijikan!" Sandra membuang muka. Muak sekali saat melihat sikap Istri Papanya.
"Duduk. Ada yang mau Papa bicarakan sama Kamu soal Perusahaan."
"Ayo San,"
"Gak usah ngatur bisa!"
"Angel! Jaga sikap Kamu. Dia Mama Kamu, Istri Papa! Hormati Dia Angel!"
"Mas, sudah, gapapa."
Sekali lagi, Sandra muak. Mau muntah bahkan. Melihat sikap lembut Ibu Tirinya Sandra muak. Semua bagi Sandra hanya topeng saja. Sekali pelakor tetap pelakor.
Tuan Armando, Ayah Sandra duduk didampingi Istrinya, Ibu Tiri Sandra yang bernama Aisyah.
"Apa yang mau Papa sampaikan. Sandra gak punya banyak waktu. Sandra harus berangkat ngantor."
"Papa minta Kamu berhenti dari kantor Kamu. Dan masuk ke Perusahaan Papa."
Sandra tersenyum, sinis. "Bukannya Papa sudah punya anak kesayangan yang bisa Papa andalkan di Perusahaan?" Sandra melirik pada Ibu Tirinya, Aisyah. Perempuan yang Sandra anggap sebagai perusak rumah tangga kedua orang tuanya dan berakhir dengan kematian Ibu Sandra.
"Andri memang sudah Papa minta untuk menjalankan Perusahaan namun Kamu tetap pewaris utama Papa Angel. Kamu anak Papa juga."
"Sejak kapan Papa memperhitungkan Sandra? Bukankah selama ini Papa gak ngerti perasaan Sandra. Bahkan Papa dengan tega saat Mama sakit menikahi Dia! Padahal Papa tahu Dia itu pegawai Mama dan Papa malah nikah sama Pelakor ini!" Teriak Sandra tak terbendung lagi.
"Kamu keterlaluan Angel! Selama ini Papa sabar dan tahan sama semua tingkah Kamu! Tapi kali ini Papa kecewa," Seketika Tuan Armando ambruk dan tak sadarkan diri.
"Mas! Angel, Kita bawa Papamu ke Rumah Sakit."
Sandra menatap wajah Papanya yang saat ini tidak sadarkan diri. Tetapi dalam benak Sandra mengapa pria yang begitu Ia sayangi dan cintai selama ini tega melukai hatinya.
"Papa, Sandra rindu, Sandra kangen, jangan mati dulu! Sandra akan turuti semua mau Papa, asal Papa hidup!"