NovelToon NovelToon
Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Liana Antika , seorang gadis biasa, yang di jual ibu tiri nya . Ia harus bisa hamil dalam waktu satu bulan. Ia akhirnya menikah secara rahasia dengan Kenzo Wiratama—pewaris keluarga konglomerat yang dingin dan ambisius. Tujuannya satu, melahirkan seorang anak yang akan menjadi pewaris kekayaan Wiratama. agar Kenzo bisa memenuhi syarat warisan dari sang kakek. Di balik pernikahan kontrak itu, tersembunyi tekanan dari ibu tiri Liana, intrik keluarga besar Wiratama, dan rahasia masa lalu yang mengguncang.

Saat hubungan Liana dan Kenzo mulai meluruhkan tembok di antara mereka, waktu terus berjalan... Akankah Liana berhasil hamil dalam 30 hari? Ataukah justru cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi taruhan terbesar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 2

Setelah berhari-hari berada di ruangan yang dingin dan penuh ketegangan, Liana akhirnya dinyatakan lulus dari semua tes medis yang telah ia lalui—tes kesuburan, kesehatan fisik, bahkan tes genetika yang tak pernah ia pahami tujuannya. Tubuhnya lelah, namun ia tidak menangis lagi. Air matanya seakan habis. Yang tersisa kini hanyalah kehampaan.

Para dokter yang bekerja di bawah perintah "Tuan Besar" tak menunjukkan empati sedikit pun, hanya mencatat hasil dengan wajah datar. Hingga sore itu, seorang pelayan perempuan berusia sekitar lima puluhan masuk ke kamarnya dengan membawa kabar yang membuat jantung Liana berdebar.

"Nona Liana, Nyonya Claudia akan datang besok untuk bertemu Anda. Saya diminta mempersiapkan Anda sebaik mungkin."

Liana mengangkat kepalanya pelan. Nama itu belum pernah ia dengar sebelumnya, namun nada suara pelayan itu membuat tubuhnya kaku. Ada ketakutan yang tak dapat dijelaskan saat mendengar nama "Claudia".

Maria, pelayan muda yang selama ini diam-diam menunjukkan simpati pada Liana, datang malam harinya dengan wajah gelisah. Ia duduk di tepi ranjang Liana sambil memegang tangan gadis itu dengan erat.

"Liana... kau harus berhati-hati besok. Claudia bukan wanita biasa. Dia istri sah dari Tuan Besar. Tapi hubungan mereka sangat dingin. Claudia sangat cantik, namun hatinya dingin seperti es. Dulu dia seorang model terkenal, dan sampai sekarang dia sangat menjaga tubuhnya. Karena itulah dia menolak untuk hamil."

Liana memandang Maria, matanya menyiratkan luka yang dalam. "Jadi... karena itu aku...?"

Maria mengangguk pelan, matanya berembun. "Kau dipilih... bukan karena cinta, tapi karena kau sehat, subur, dan bisa memberikan keturunan bagi keluarga mereka. Claudia setuju... asalkan anak itu bukan berasal dari rahimnya."

Liana tercekat. Dunia yang ia pijak seakan runtuh sedikit demi sedikit.

"Tapi kenapa dia ingin bertemu denganku?"

"Entah," jawab Maria sambil menggeleng. "Tapi kemungkinan besar, dia ingin memastikan bahwa 'rahim pengganti' ini pantas untuk keturunan suaminya."

Malam itu, Liana tidak bisa tidur. Ia memandangi langit-langit ruangan mewah itu yang terasa seperti penjara berlapis emas. Ia tahu, esok hari mungkin akan menjadi awal dari penderitaan baru yang lebih menyesakkan. Namun di hatinya yang terkoyak, ia bertekad satu hal—ia tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan jiwanya, meski tubuhnya telah dimiliki.

Ketukan pelan terdengar di balik pintu kamar yang mewah tapi dingin itu.

Tok... tok... tok...

Liana membuka matanya perlahan. Tubuhnya masih lelah, tapi suara ketukan itu terus mengusik hingga pintu terbuka pelan. Seorang pelayan perempuan, mengenakan seragam hitam dengan apron putih yang rapi, masuk dengan langkah penuh tata krama.

"Selamat pagi, Nona Liana," ucapnya lembut, tapi terdengar tegas. "Mohon maaf, saya harus membangunkan Anda sekarang. Hari ini, Nyonya Claudia akan datang. Kami harus mempersiapkan Anda dengan sempurna."

Liana menegakkan tubuhnya di ranjang. Tenggorokannya kering. Meski baru saja terbangun, ia sudah merasakan tekanan di dadanya.

Pelayan itu segera membuka tirai, membiarkan cahaya matahari pagi menyelinap masuk. Lalu, ia menyiapkan air hangat di kamar mandi dan menyiapkan pakaian berwarna krem lembut yang tampak sangat elegan. Tak ada renda berlebihan, tak ada perhiasan mencolok—semuanya tampak berkelas dan sederhana, seperti mencerminkan selera Claudia.

Beberapa pelayan lainnya datang membantu. Rambut Liana ditata rapi dalam sanggul sederhana, wajahnya dirias dengan sangat halus—hanya untuk menampilkan kesan "alami" yang sebetulnya dipoles dengan sangat teliti. Tidak ada ruang untuk kesalahan hari ini.

"Nona Liana," ucap salah satu pelayan senior saat semua selesai. "Nyonya Claudia sangat memperhatikan penampilan dan cara bicara. Jangan menunduk terlalu dalam, tapi jangan menatap mata beliau terlalu lama. Jika ditanya, jawab secukupnya. Dan yang paling penting—jangan membuatnya merasa tersaingi."

Liana mengangguk pelan. Ia merasa seperti boneka porselen yang akan dipajang untuk diperiksa. Tapi dibalik tatapannya yang diam, hatinya bergetar kencang.

Sekitar pukul sembilan pagi, pintu ruang tamu besar di lantai bawah dibuka dengan sopan oleh pelayan utama. Di sana, berdiri seorang wanita yang nyaris tak tersentuh oleh waktu—anggun, berkelas, dengan aura dingin yang mematikan. Claudia masuk dengan langkah pelan namun tegas, mengenakan setelan putih gading, rambutnya ditata sempurna, wajahnya tajam namun cantik bak pahatan marmer.

Semua pelayan menunduk rendah. Suasana berubah sunyi, hanya suara langkah high heels Claudia yang terdengar menggema.

"Bawa dia kemari," ucap Claudia datar. Suaranya tenang, namun menggigit.

Liana digiring ke ruang tamu itu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

Saat keduanya bertemu, waktu seolah membeku.

Claudia mengamati Liana dari ujung kepala hingga kaki. Tatapannya bukan seperti wanita menatap manusia lain—lebih seperti seorang kolektor menilai barang antik.

"Jadi ini gadisnya," gumam Claudia dingin. "Masih sangat muda..."

Liana menunduk sopan, tubuhnya kaku.

"Angkat kepalamu sedikit. Aku ingin melihat matamu."

"Siapa namamu?" suara Claudia terdengar tenang namun penuh wibawa.

Liana mendongak sedikit, suaranya bergetar saat menjawab, "Liana… Liana Antika, Nyonya."

Claudia mengangguk pelan. Senyum tipis terlukis di wajahnya, tapi bukan senyum ramah—melainkan seperti seseorang yang puas menemukan apa yang ia cari.

"Cantik… muda… Tubuhmu juga bagus," gumamnya pelan, seperti bicara pada dirinya sendiri. Lalu, ia menoleh ke Maria yang berdiri di belakang Liana. "Kau yang merawatnya?"

Maria menunduk sopan. "Ya, Nyonya. Sejak dia tiba."

Claudia kembali memandangi Liana. Ia melangkah lebih dekat, begitu dekat hingga Liana bisa mencium wangi parfum mahal wanita itu. Ia mengangkat dagu Liana dengan satu jari, memaksa gadis itu menatapnya.

"Kau tidak sakit, tidak cacat, dan kau masih suci. Sangat sempurna." Claudia menyeringai pelan. "Kau tahu kenapa kau ada di sini, Liana?"

Liana menelan ludah, suaranya nyaris tak terdengar. "Untuk… menjadi calon ibu dari penerus…"

"Tepat sekali." Claudia mengangguk puas. "Dan kau harus tahu, ini bukan permintaan. Ini perintah. Kau akan mengandung anak dari pria yang ku pilih. Dia suamiku—tapi jangan merasa tersanjung. Aku tidak peduli siapa yang tidur dengannya, selama anak itu lahir dari rahim yang sehat dan bibit dari suamiku.”

“Kau akan melahirkan anak dari darah suamiku. Tapi ingat satu hal, gadis kecil... Anak itu milik aku. Bukan milikmu. Setelah kau melahirkan,kau akan ku bayar dengan mahal. kau bukan siapa-siapa, Tidak ada ruang untuk cinta disini.” tambah Claudia.

"Kenapa… kenapa tidak Anda saja, Nyonya?" tanya Liana lirih, tak mampu membendung perasaannya.

Claudia terkekeh. Tawa dingin dan merendahkan.

"Karena aku mencintai tubuhku. Aku membangun tubuh ini dengan susah payah—dan aku tidak akan merusaknya hanya demi satu anak. Lagi pula, itu tugasmu sekarang, Liana."

Maria menggenggam tangan Liana dari belakang, mencoba menenangkan. Gadis itu hampir ambruk jika tidak disangga pelayan setianya.

"Darvel akan datang malam ini. Dia akan membawamu ke tempat yang lebih privat, lebih… 'hangat'. Di sana, semuanya akan dimulai. Siapkan dirimu."

Claudia berbalik, jubah panjangnya mengepak ringan saat ia berjalan keluar. Sebelum melangkah melewati pintu, ia sempat berkata pelan tanpa menoleh,

"Jangan coba-coba lari. Kami punya cara yang lebih kejam dari kematian jika kau berani menolak takdirmu."

Pintu tertutup dengan suara dentum pelan.

Maria langsung memeluk Liana yang gemetar. Gadis itu meneteskan air mata dalam diam, tubuhnya lemas, pikirannya hancur.

Sebelum benar-benar pergi, Claudia menoleh sekali lagi ke arah Liana. Tatapannya tajam, penuh peringatan. Dalam hening yang menyelimuti ruangan, ia berucap tanpa menyentuh emosi.

"Darvel."

Seorang pria dengan jas hitam rapi segera melangkah maju. Wajahnya datar, tapi sorot matanya menyiratkan bahwa ia bukan sembarang pelayan. Ia adalah orang kepercayaan Claudia, seseorang yang akan mematuhi perintah tanpa bertanya.

"Kirim gadis itu ke mansion yang sudah kusiapkan. Pastikan dia sampai di sana dengan selamat. Bawa satu pelayan untuk melayaninya—pilih yang tahu caranya menjaga mulut."

Darvel menunduk dengan angkuh, tangannya menyilang di depan dada. "Baik, Nyonya."

Claudia memutar tubuhnya dan berjalan anggun menuju mobil mewah yang sudah menunggu di depan pintu utama. Deretan pelayan membungkuk dalam diam ketika wanita itu menaiki kendaraannya. Dalam sekejap, mobil itu meluncur pelan, meninggalkan rumah besar yang kini kembali terasa dingin dan kosong.

Liana hanya bisa berdiri diam. Tubuhnya masih dibalut gaun rapi yang tak pernah ia pilih sendiri. Maria, pelayan yang diam-diam menyayangi Liana, menghampiri dan menunduk pada Darvel.

"Jika Tuan Darvel mengizinkan, saya ingin menjadi pelayan yang menemani Nona Liana."

Darvel menatap Maria sejenak. Ia mengenali wanita itu—bukan yang termuda, tapi cermat, bersih, dan tidak cerewet. Ia mengangguk singkat.

"Baik. Kalian berdua ikut aku sekarang."

Tanpa banyak kata, mereka dibawa keluar rumah menuju sebuah mobil berwarna hitam legam, dengan jendela gelap yang tak bisa ditembus mata dari luar. Liana duduk di kursi belakang bersama Maria. Mobil itu meluncur keluar dari halaman besar rumah Claudia, menuju tempat yang belum pernah Liana lihat atau dengar.

Perjalanan memakan waktu hampir dua jam. Mereka melewati jalan panjang yang berkelok, melewati perkebunan sunyi, hingga akhirnya memasuki kawasan pribadi yang dijaga ketat oleh petugas keamanan. Gerbang besi besar terbuka otomatis saat Darvel menunjukkan tanda pengenal.

Di balik gerbang itu, berdiri mansion megah, tersembunyi di antara pepohonan besar dan taman yang terawat. Meski indah, tempat itu terasa asing, jauh dari kehangatan. Seperti penjara yang dibungkus dalam balutan kemewahan.

"Selamat datang di kediaman sementara Anda," ucap Darvel datar, membuka pintu mobil.

Liana turun perlahan. Hatinya terasa dingin. Maria meraih tangannya diam-diam, mencoba memberikan ketenangan tanpa suara.

Darvel memimpin mereka masuk. Mansion itu dipenuhi perabot mahal, kaca bening, dan langit-langit tinggi. Tapi tak ada satupun tanda kehidupan. Semua terasa sunyi.

"Di tempat ini, tak ada yang datang tanpa izin Nyonya Claudia. Tak ada yang pergi tanpa perintah. Kalian akan tinggal disini sampai waktu yang ditentukan," jelas Darvel, sebelum menyerahkan kunci kamar kepada Maria.

"Aku akan datang setiap minggu untuk mengecek keadaan. Pastikan gadis itu tetap dalam kondisi terbaiknya."

Setelah itu, Darvel pun pergi.

Maria membawa Liana ke kamar besar yang akan menjadi tempat tinggalnya. Dindingnya krem, tempat tidurnya besar dan empuk, jendela menghadap ke taman kecil. Namun di balik semua kemewahan itu, ada belenggu tak kasat mata.

Liana duduk di tepi ranjang, menatap lantai marmer. Maria menghela nafas, lalu berkata lirih,

"Nona Liana… mulai sekarang, hidupmu bukan milikmu sendiri. Tapi aku akan tetap di sisimu. Aku tahu kamu gadis baik. Dan kamu tidak pantas diperlakukan seperti ini…"

Air mata menggenang di sudut mata Liana. Tapi ia hanya mengangguk, menyimpannya dalam diam. Ia tahu, penderitaan yang lebih besar mungkin baru saja dimulai.

1
watashi tantides
Nyesel ya pak gara gara nikah lagi😔 Kasian nasib Liana anak kandungnu pak😭
watashi tantides
Sakit banget💔😭 Liana 🫂
watashi tantides
Semoga Kenzo jatuh cinta ke Liana🥰 maaf Claudia istri sah itu semua karna kamu yang mepersatukan Kenzo dan Liana dan yang terlalu tega ke mereka😔
watashi tantides
Sakit banget💔😭
watashi tantides
Please ini mengandung bawang😭
watashi tantides
Mulai tumbuh benih sayang Kenzo ke Liana🥹🤍
Mira j: trimakasih KK dah singgah 🙏🏻💞
total 1 replies
watashi tantides
Liana😭❤️‍🩹
watashi tantides
Liana😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!