Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Pembalasan masa lalu?
"Darimana saja kamu semalam??? Cuti hanya di buat kelayapan." Tegur Papa Rinto karena putra keduanya sejak dulu memang terbilang sulit 'berdamai' dengannya.
"Nongkrong." Jawab Bang Shano singkat saja.
"Jangan nongkrong yang tidak ada gunanya, pikir acara pertunanganmu dengan anaknya Om Johan." Kata Papa Rinto.
Agaknya Papa Rinto ingin putranya itu segera melepas masa lajangnya mengingat putra keduanya itu terlalu liar.
"Terlalu rugi keindahan dunia jika tidak di nikmati, wanita di luar sana banyak yang menawarkan diri. Sayang kalau saya tidak mencobanya." Gumam Bang Shano.
"Jaga kelakukan mu, Shano. Kamu punya Mama, ada Rea dan Shada. Jangan kurang ajar sama perempuan." Urat leher Papa Rinto sampai menegang berbicara dengan putranya.
Seperti biasa Bang Shano malas menanggapi ucapan Papanya. Komunikasi di antara mereka terlalu buruk sejak kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Shano, sudah..!! Jangan bicara seperti itu lagi sama Papa." Kata Mama Dinar.
"Saya tidak pernah menganggap Shada itu ada, dia membuat Syafa tiada dan Papa membelanya mati-matian bahkan saat Mama ragu dia ada dirumah ini hanya karena keluarga kita mengenalnya. Ingat.. Tidak semua wanita bisa keluar masuk rumah ini meskipun dia masih muda." Teriak Bang Shano.
plaaaaaakk..
"Ngelamak, lancang kamu dengan orang tuamu. Kamu tidak paham kenapa Papa memberinya ampunan." Bentak Papa Rinto. "Papa paham kamu kehilangan Syafa, tapi Shada sudah bertobat. Kita hutang nyawa Si Mbok meninggal karena menyelamatkan mu."
"Tapi karena Shada, Syafa pergi di hari pertunanganku."
Regina, istri Bang Rey sampai gemetar karena ketakutan melihat pertengkaran tersebut.
"Oke, aku kembali ke Batalyon, nggak ada perjodohan..!! Aku nggak mau menikah dengan perempuan lain, hanya Syafa yang aku cintai..!!!" Tolak Bang Shano.
Seketika Mama Dinar memeluk putranya dan mengusap punggungnya dengan lembut. "Jena adalah gadis yang baik, Le."
"Biarkan saja kalau dia pengen blangsak, mencintai sesuatu yang tidak ada."
"Apakah Mama bisa tergantikan?" Bang Shano masih tidak bisa melupakan kepergian kekasihnya, Syafa.
"Kamu belum merasakan ikatan batin apapun dengan Syafa....."
Rasanya tenggorokan Bang Shano tercekat, kalah ucap dengan Papa Rinto yang seolah tidak bisa mengerti perasaan nya.
Mama Dinar terus mengusap punggung putra keduanya. "Percaya Mama, Le. Pilihan orang tua semua demi kebaikkan mu."
Bang Shano menengadah menahan genangan air mata yang hendak tumpah. Hatinya masih penuh dengan nama Syafa, tidak tergantikan dengan wanita lain. Secepatnya Bang Rey dan Rea memeluknya.
'Aku harus bilang apa?? Haruskah kuceritakan wanita kualitas rendahan seperti Jena. Dia pegulat, kekanakan, sulit di atur dan usil sedangkan Syafa begitu keibuan dan sangat lembut, berbanding terbalik dengan Jena.'
"Mau ya, Le..!!"
Setiap melihat wajah Mama Dinar, hati Bang Shano bagai terpukul dan tidak tega. Ia pun mengangguk demi menyenangkan hati Mamanya, toh rencana pernikahan dari wacana pertunangan ini masih bisa di batalkan.
-_-_-_-_-
"Bagaimana, dek??"
Jena gelagapan salah tingkah melihat pria yang akan menjadi calon suaminya adalah orang yang menjadi manager sekaligus bodyguard nya.
Tidak ada tanda pria tersebut akan menekannya, semua terlihat tenang dan begitu aman.
Ekor mata Jena terus melihat ke arah ayahnya, ia seakan memohon agar pertunangan tersebut di batalkan saja. Jujur ada rasa takut tersendiri di hati Jena tapi entah kenapa Papanya begitu percaya pada laki-laki tersebut.
"Saya terima pinangan Om. Eehh.. A_bang." Jawab Jena meskipun dengan perasaan takut.
"Tapi ada satu syarat yang saya minta. Selepas ?" Kata Bang Shano.
Papa Rinto merasa cemas dengan perkataan putranya. Rencana apa yang sudah di pikirkan putranya saat ini.
"Apa?" Tanya Serma Johan, Ayah Jena.
"Jena ikut dengan saya..!!"
"Ngawur..!!" Papa Rinto seketika panik dengan permintaan putranya.
Sejenak Ayah Johan terdiam sembari menimbang segalanya. Mempunyai anak perempuan bagai menggenggam sebutir telur, terlalu erat menggenggam pasti akan pecah namun kurang erat menggenggam juga bisa terjatuh.
Mengingat putranya juga berada disana, Ayah Johan pun mengijinkannya.
"Iya, tidak apa-apa." Batinnya karena darah seorang Rinto tidak akan mungkin menyakiti putrinya.
"Tapi, yah."
Ayah Johan menenangkan putrinya. Semua pasti akan baik-baik saja.
:
"Kalau Jena nggak mau ikut, apa rencana Om?? Apa mau menyebarkan pekerjaan Jena??" Tanya Jena ketus.
"Mulut saya bukan seperti perempuan yang suka mengadu, tapi.. Kalau kamu tidak menurut dengan saya, saya akan menumbangkan kamu sama seperti semalam. Kamu ingat, ada kejadian apa di antara kita semalam?" Ancam Bang Shano. Senyumnya licik, jemarinya menyentuh bagian perut Jena dengan tatapan nakal.
Jena semakin gelagapan pasalnya saat terbangun dari pingsannya semalam, pakaian Jena sudah berganti dengan pakaian yang lain.
.
.
.
.
penyesalan datang belakangan