NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:786
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 2 Monyet Cantik

2 tahun kemudian

Devan baru sampai ke bandung setelah menempuh perjalanan selama empat jam. Matanya menyusuri bandara mencari seseorang yang katanya sudah menunggunya sejak tadi.

Devan mencoba menelfon orang itu dan nomornya tidak aktif. Devan berdecak kesal kemudian menarik kopernya mencari orang itu.

"Dimana sih dia?"

Devan menurunkan kaca mata hitamnya saat matanya menangkap orang yang sangat ia hafal sedang berbincang dengan seseorang yang Devan tak kenali. Ia menarik kopernya dengan cepat setelah ia dekat, Devan langsung menarik orang tersebut.

"Ih apaansih,"Dengusnya dengan nada berbisik.

"Lo siapa?" Tanya Devan to the point. Nada ketusnya tak lepas seperti biasanya saat berbicara dengan laki-laki yang mendekati perempuan itu.

"Devan, jangan kayak gitu," Vanya mencubit kecil lengan Devan kemudian tersenyum bersalah pada orang yang telah membantunya tadi.

Sebelum Vanya datang ke bandara tadi ia sempat membeli minuman. Tapi ternyata dompetnya tertinggal di kafe tempat ia membeli minuman. Untungnya ada yang membantunya dan rela membawakan dompetnya itu ke bandara. Vanya sangat berterima kasih pada orang yang telah membantunya itu.

"Maafin sahabat gue ya, dia kayaknya capek karena perjalanan makanya dia sensitif kayak gini."

"Oh gak papa Vanya," Ucap Cowok itu memaklumi.

"Oh iya makasih banyak ya karena sudah bantuin gue,"

"Sama-sama Vanya,"

"Ehem, urusannya sudah kan? Ayo kita pergi," Devan menarik tangan Vanya namun sekali lagi Vanya melepaskannya dan menatap horor laki-laki itu.

"Gavi kita lanjut di wa atau ig aja ya, lo sudah follow gue kan?"

"Iya sudah."

"Ayo," Devan mengeram dan kembali memegang tangan Vanya.

"Kit---- Devan ih," Devan sudah menarik Vanya pergi dari sana. Setelah itu mendorong Vanya dengan pelan memasuki mobil yang sudah Devan pesan.

Vanya menatap Devan dengan tajam di dalam mobil, sedangkan Devan hanya memasang wajah biasa saja seperti tak pernah terjadi apa-apa.

"Devan ih, lo bikin malu aja tahu gak?!"

Devan menutup mulut Vanya membuat Vanya langsung melepas tangan Devan.

"Ih ngeselin banget jadi cowok!"

"Berisik."

Vanya bersidekap dada tak mau melihat Devan. Ia masih kesal pada cowok itu. Selalu saja seperti ini jika ia berdekatan dengan cowok. Jika di tanya mengapa Devan melakukan itu, cowok itu akan mengatakan kalau ia hanya mau menjaga Vanya.

Terdengar suara notifikasi dari hp Vanya membuat kepala Devan langsung menoleh.

"Akhirnya dia Dm gue," Ucap Vanya pelan yang masih di dengar oleh Devan.

"Ternyata dia Bule, orang turki lagi. Pantas aja muka dia ganteng banget."

Devan memanas mendengar Vanya memuji orang lain. Devan lantas merebut ponsel Vanya kemudian membaca nama laki-laki itu.

"Ih Devan! Sini hp gue!"

Devan memberikan kembali Hp Vanya karena sudah tahu siapa nama laki-laki itu. Ia menyeringai karena seperti biasanya ia akan membuat laki-laki itu jera padanya. Tak akan ada satupun laki-laki yang bisa berlama-lama dekat dengan Vanya. Hanya dirinya, dan tak ada orang lain.

•••

Devan mendudukkan dirinya di sofa setelah sampai di apartemennya. Dirinya sangat lelah setelah perjalanan tadi. Ia menatap Vanya yang sudah membuka kopernya. Ia menghela nafas lelah karena seperti biasanya saat ia pulang ke jakarta pasti perempuan itu akan meminta kue bawang buatan maminya.

Setelah Devan lulus SMA Devan memutuskan kuliah di Bandung dan menetap di sana. Ia melakukan ini semua karena tak bisa jauh dari Vanya. Tiga bulan tanpa melihat Vanya secara langsung membuat Devan tak bisa diam. Dirinya selalu khawatir pada keadaan gadis itu.

Awalnya maminya tak setuju kalau Devan kuliah di bandung, tapi untungnya Michel mendukungnya sehingga Maminya kalah dan terpaksa melepaskan putranya.

"Enak banget, beda banget sama buatan Mama," Vanya memeluk toples besar berisikan kue bawang.

"Devan gue saranin lo bikin usaha kue bawang," Usul Vanya tiba-tiba membuat Devan melongo.

"Kan lo bisa untung tuh, apalagi lo jualan di kampus, lo bisa kaya raya tiba-tiba."

"Ngaco lo,"

"Kok ngaco sih, ini tuh bagus kali,"

"Terserah lo aja deh," Ucap Devan malas karena dirinya lebih serius memandang Vanya yang menikmati kue bawang.

Dari sudut manapun itu Vanya tetap cantik. Devan tak tahu mengapa dirinya bisa sejatuh-jatuhnya pada pesona gadis itu. Rasanya Devan ingin mencekik Vanya sangking gemasnya ia pada perempuan itu. Apalagi jika Vanya sedang tidur, rasanya Devan ingin mencubit sampai badan perempuan itu merah-merah karena sangking gemasnya dia.

"Aww Devan!"

Devan berlari memasuki kamarnya setelah menggigit lengan Vanya. Ia terkekeh mendengar omelan Vanya yang mengatai dirinya.

"Devan anjing! Buka!"

"Gak mau, gue mau mandi!"

"Awas aja lo ya."

Devan tertawa terpingkal-pingkal di kamarnya. Ia merebahkan dirinya di ranjang dan menatap langit-langit kamarnya.

"Kapan lo peka kalau gue suka sama lo Vanya."

•••

Vanya menatap Devan dengan tatapan menyelidik. Agaknya cowok itu sedang merencanakan sesuatu untuk menjahilinya. Sedangkan yang di tatap masih menampilkan senyum lebarnya pada Vanya.

"Lo mau bilang kan kalau gue cantik kayak monyet kan?"

Senyum Devan langsung meluruh. Ia berharap Vanya berterima kasih padanya karena ia sudah memujinya tapi perempuan itu malah tidak percaya.

"Iya lo mirip kayak monyet," Cetus Devan kesal kemudian makan dengan cepat.

"Tuh kan gue sudah bilang. Omongan lo itu gak bisa di percaya. Ngomong gue cantik tapi ujung-ujungnya bilang mirip monyet,"

"Terserah, dasar gak peka,"

"Siapa yang gak peka?" Tanya Vanya dengan polosnya.

Devan berdiri dari duduknya kemudian berjalan mendekat pada Vanya.

"Mau ngapain lo?"

Devan menggigit lengan Vanya membuat si empunya mengerang kesakitan.

"Argh!"

"Rasain, emang enak,"

"Sakit!"

"Bodo amat."

•••

Jam sudah menunjukkan angka 23.00 sepertinya Vanya sudah terlalu lama mengobrol dengan Devan sampai ia lupa dengan waktu. Ia berdiri dari duduknya setelah mendapatkan telfon dari Denis.

Devan yang melihat Vanya membereskan barang-barangnya di atas meja langsung cemberut. Ia masih ingin Vanya berada di apartemennya dan juga masih merindukan gadis itu.

"Dev ayo anterin gue pulang,"

"Gue malas."

"Loh tadi kan lo bilang mau anterin gue,"

"Sekarang gue capek Vanya," Devan memang lelah sejak sampai tadi. Tapi rasa lelahnya seketika menghilang ketika Vanya sudah berada di dekatnya.

"Yaudah lo istirahat aja, gue pesan Gojek aja,"

Devan melotot, perempuan itu benar-benar punya berbagai macam cara pergi dari sini. Dasar tidak peka.

"Devan!"

Devan menyimpan Hp Vanya di belakang punggungnya. Ia tak akan membiarkan perempuan itu pergi dari sini. Dirinya sudah menahan rindu selama hampir satu bulan dan bayarannya harus setimpal dengan rasa rindu yang ia tahan.

"Lo apa-apaansih, sini hp gue,"

"Gak,"

"Devan Papa sudah nyuruh gue pulang," Ucap Vanya memelas. "Gue juga mau siapin buat ujian dua hari ke depan,"

"Gue gak mau anterin lo," Devan tetap kekeh pada pendiriannya.

"Yaudah kalau lo gak mau anterin gue. Gue jalan kaki aja."

Karena terlanjur kesal pada Devan, Vanya berjalan keluar tapi Devan tetap di tempatnya. Devan berfikir Vanya tak mungkin mau pulang sendirian apalagi keadaan sudah sangat malam. Tapi saat mendengar suara pintu yang ditutup Devan langsung beranjak dan berlari menyusul Vanya. Benar-benar Vanya sangat keras kepala.

•••

Devan terus mengumpat dalam hati. Ia sekarang ini berada di dalam mobil mengantar Vanya. Lihat saja bagaimana wajah gadis yang duduk di sampingnya ini. Sangat polos dan sangat tidak peka kalau Devan saat ini sedang marah.

"Bisa sedikit cepat gak?"

"Ini sudah cepat," Ucap Devan begitu judes.

"Cepat gimana maksud lo? Larinya kayak mobil mau mogok,"

"Terserah gue lah, gue yang nyetir kenapa lo yang sewot,"

Vanya berusaha sabar menghadapi sikap Devan. Yang ia hadapi sekarang ini adalah Devan yang kerasnya melebihi batu. Mau berdebat bagaimana pun ia dan Devan pasti ujung-ujungnya Devan yang tak mau mengalah. Jadi Vanya memilih diam saja, toh nanti Devan diam sendiri.

Setelah menempuh perjalanan yang memerlukan banyak waktu akhirnya mereka sampai juga. Vanya melepas seatbeltnya dan semua itu tak luput dari penglihatan Devan.

"Gak usah masuk, lo pulang aja langsung terus istirahat," Pesan Vanya yang tidak di hiraukan Devan.

Devan masih rindu pada Vanya. Memang terkesan sangat lebay tapi ini adalah dirinya, si bucin yang tak pernah mengakuinya.

"Dah! Langsung pulang!" Vanya langsung masuk ke dalam rumahnya, sepertinya perempuan itu sangat lelah.

Devan berfikir keras, ia masih merindukan Vanya dan ia tipikal orang yang tak bisa menahan sesuatu yang menjanggal di dadanya.

"Gak mau masuk Den?" Tanya Pak aji, satpam yang menjaga rumah Vanya.

"Tunggu pak, jangan di tutup dulu," Devan menjalankan mobilnya memasuki rumah Vanya. Ia nekat akan melakukan rencana ini. Bukan namanya Devan kalau tidak melanggar apa yang ia inginkan.

"Pak Aji tutup gerbang aja, saya mau nginap,"

"Siap Den."

•••

Denis mengernyit saat melihat Devan berjalan menuju padanya. Denis menduga Devan melupakan sesuatu sehingga ia masuk ke dalam rumahnya, karena sebelumnya Vanya mengatakan kalau Devan langsung pulang karena ingin istirahat.

"Loh Devan kamu lupa sesuatu? Atau mau Om panggilin Vanya?"

"Eh gak usah Om," Tahan Devan kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung sendiri mau dari mana mengatakan keinginannya.

"Terus ada apa?"

"Gini Om, saya boleh nginap gak di sini?"

Melihat wajah Denis yang sedang mengerutkan alisnya Devan salah tingkah. Alasannya pasti akan di ditertawakan oleh Denis jika tahu sebenarnya ia masih merindukan Vanya.

"Saya mau nginap om karena saya punya sesuatu yang penting untuk di bicarakan dengan Vanya. Apartemen saya juga belum di bersihkan. Jadi....boleh gak saya nginap di sini?"

"Ini kan sudah malam, gak bisa besok bicaranya?"

"Gak bisa om, soalnya ini menyangkut soal pendaftaran Vanya di kampus saya,"

"Oh gitu ya? Bukan karena masih ingin ketemu sama anak saya?"

Devan meneguk ludahnya susah payah. Mati sudah dirinya karena Denis menebak maksud kedatangannya.

"Enggak om, saya......"

Sial, Devan kehilangan kata-katanya. Malu sekali rasanya karena pastinya Denis sudah tahu maksudnya.

"Kamu itu kayak sama siapa aja. Saya kan sudah tahu kalau kamu naksir sama anak saya. Gak usah pake bikin alasan. Langsung ngomong aja kalau masih pengen ketemu sama Vanya."

Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia malu karena akhirnya Denis tahu alasannya ingin bermalam. Tapi tidak papa, toh hal seperti ini sudah biasa bagi Devan. Malahan ada yang lebih parah lagi daripada ini saat Denis mengetahui alasannya dulu.

Satu tahun yang lalu Vanya pernah demam. Devan menjenguk Vanya dan menjaga Vanya di dalam kamar perempuan itu. Saat Vanya tertidur Devan gelisah karena tergoda melihat bibir Vanya. Jika ia mencium Vanya sekarang ini berarti ini kedua kalinya ia mencium Vanya secara diam-diam.

Devan terus berfikir dan terus menahan diri tapi pada akhirnya ia tak bisa. Ia mendekat ingin mencium Vanya dan akhirnya bibirnya juga bertemu dengan Vanya setelah sekian lama berpisah. Devan masih tak mau melepaskan kecupannya. Ia masih suka dengan posisi itu, tapi suara keras mengagetkannya.

Denis yang memergoki Devan mencium putrinya menarik Devan pergi dari sana. Ia menatap Devan dengan tatapan tajam sedangkan yang di tatap terus mengumpati dirinya karena lupa menutup pintu kamar Vanya.

"Kamu ngapain cium anak saya?"

"I...itu om, saya cuma kasi nafas buatan buat Vanya,"

Tuk

Denis memukul kepala Devan karena sudah berbicara sembarangan. Putrinya bukan sesak nafas yang harus di beri nafas buatan. Vanya hanya tertidur tapi cuma laki-laki inilah yang otaknya sudah kotor.

"Sembarangan aja kamu. Kamu pikir Vanya sesak nafas yang harus di kasih nafas buatan?"

"Maaf om," Devan menunduk sedih.

"Ini sudah kedua kalinya kamu cium anak saya secara diam-diam."

Tunggu. Devan tak mungkin salah dengar. Ya tuhan, apa jangan-jangan selama ini Denis tahu kalau ia pernah mencium Vanya?

"Saya tahu kamu pernah mencium Vanya di rumah sakit waktu itu. Pake segala bilang, 'ini tanda kalau lo milik gue sekarang',"

"Om maafin saya om, jangan hukum saya," Devan langsung bersujud memohon ampun pada Denis.

"Iya-iya, lain kali jangan lakuin itu. Kalau kamu serius sama anak saya, nikahi dia. Jangan nyentuh dia sembarangan."

"Iya om,"

Begitulah kejadian pada saat itu. Kejadian itu masih terekam sangat jelas di otaknya. Tapi mau bagaimana lagi, harga diri Devan sudah tak ada di hadapan Denis. Jadi mending jadi diri sendiri.

"Om saya boleh gak masuk ke kamar Vanya?"

•••

Setelah mendapatkan izin dari Denis, Devan akhirnya memasuki kamar Vanya. Walaupun awalnya Denis tak memberi izin tapi Devan meyakinkan Denis kalau ia tak akan melakukan sesuatu pada Vanya.

Devan tersenyum salah tingkah mengingat kembali kejadian tadi siang. Secara tidak langsung Vanya mengatakan dirinya ganteng selama ini. Sudah Devan bilang kan dari dulu, Bule itu tidak ada saingannya. Vanya saja mengatakan dirinya tampan bagaimana dengan orang lain.

"Loh-loh, lo kok tetap cantik walaupun mulut lo kebuka kayak gini,"

Vanya tidur dengan mulut yang sedikit terbuka. Gaya Vanya saat tidur itu membuat Devan bingung karena Vanya masih saja tetap cantik walaupun dengan mulut yang terbuka.

"Lo operasi plastik kan? Kenapa lo bisa secantik ini sih," Gemasnya.

Tangan Devan terangkat mengelus rambut Vanya. Ia sangat menyayangi perempuan ini. Ia sangat bersykur karena akhirnya tuhan memberikan kebahagiaan pada Vanya setelah menjalani perawatan hampir dua tahun.

Devan menunduk kemudian mencium dahi Vanya.

"Selamat bermimpi monyet cantik."

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!