Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Tidak Disengaja
Aleena tiba di rumah saat tengah malam. Dimana rumahnya sudah gelap, itu menandakan kedua orang tuanya sudah tidur. Dia pun membuka pintu dengan sangat hati-hati, takut membangunkan sang Ayah. Lebih tepatnya takut ketahuan.
Krek!
Ceklek!
Pintu terbuka bersamaan dengan lampu menyala di ruang tamu. Membuat Aleena memegangi dadanya karna kaget.
"Bagus, ya. Anak gadis pulang tengah malam. Dari mana saja kamu?" bentak Rudi sang Ayah. Tidak menyangka anak gadis semata wayangnya berprilaku seperti ini. Dia merasa gagal menjadi Ayah. Padahal sebelum Ibunya meninggal, Aleena anak yang penurut dan tidak pulang malam seperti ini. Bahkan saat ingin keluar, pasti selalu izin pada Ibu atau Ayahnya.
"Main, Yah," jawab Aleena dengan acuh tak acuh. Membuat emosi Rudi semakin memuncak.
"Main seperti apa yang kamu maksud, sampai tengah malam begini. Yang ada permainan tidak benar." marah Rudi tidak habis pikir. Putrinya bermain di luaran sana hingga larut malam begini.
"Kamu harus berjanji pada Ayah. Ini yang terakhir kamu pulang selarut ini, tidak akan ada lagi di kemudian hari." Rudi ingin Aleena berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Tidak tau saja dia, Aleena memang sering pulang larut malam begini.
"Al tidak bisa, Yah." tolak Aleena dan melangkah menjauh dari sana.
"Aleena Putri!" teriak Rudi. Namun, di hiraukan oleh Aleena.
"Ayah, sudah." lerai Hani ibu sambung Aleena. Dia pun memegangi punggung sang suami sambil mengelusnya memberinya energi positif, agar suami nya bisa bersabar menghadapi Aleena.
Sedangkan Aleena yang melangkah di anak tangga, tersenyum sinis. Dia pun melangkah tanpa menoleh. Dia merasa Ibu tirinya ini pandai sekali merebut hati Ayahnya. Hingga dia tidak ada artinya lagi. Lagi-lagi di dalam hatinya bergejolak antara kekecewaan, kesedihan, dan sakit hati. Sungguh hidup yang tidak pernah Aleena bayangkan sebelumnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bulan kembali digantikan oleh mentari pagi yang cerah. Bayang-bayang malam yang gelap perlahan memudar, dan cahaya emas pagi menyebar perlahan, membasuh wajah bumi dengan kelembutan. Angin pagi yang sejuk berhembus lembut, membawa bisikan harapan dan kesempatan baru untuk setiap jiwa. Kicauan burung yang merdu memenuhi udara, menyambut pagi dengan irama yang riang dan bahagia.
Aleena mengendarai motor sport kesayangannya membelah jalanan ibu kota di pagi hari. Dia sengaja berangkat lebih pagi, agar tidak terlalu macet. Dan tidak membutuhkan waktu lama, dia tiba di tempat tujuan. Yaitu warung kecil yang ada di pinggir jalan. Dia ingin sarapan terlebih dahulu sebelum menemui sahabatnya Chika.
Setelah menghabiskan sarapannya, Aleena berangkat menuju mall yang ada di pusat kota. Kebetulan sekali. Motornya bersebelahan dengan mobil milik Axel. Pandangan Axel terus tertuju pada Aleena yang mengendarai motornya. Sebenarnya Axel tidak mengetahui siapa yang ada di balik helm itu. Namun, dia kagum dengan kelincahan sang pengendara menyalip kendaraanya.
"Bos yakin mau pergi ke mall?" tanya Marcel memastikan. Dia ragu akan ucapan bosnya tadi pagi yang memintanya mengantar dirinya pergi ke mall. Tidak biasanya seorang Axel mau pergi ke mall hanya untuk berbelanja ataupun sekedar jalan-jalan. Karna dia anti banget dengan keramaian yang tidak jelas.
"Kamu pikun atau tuli?" bukannya menjawab. Axel malah memojokkan sang Asisten. Membuat Marcel hanya mendesah pelan.
Sedangkan Aleena kini sudah tiba di parkiran mall. Namun, dia masih nangkring di atas motornya. Bahkan, helmnya masih betah bertender di kepalanya. Dia hanya membuka kaca pelindungnya. Setelah mengirim WhatsApp pada Chika; mengabari dirinya sudah sampai. Dia pun perlahan membuka helmnya. Bertepatan masuknya mobil Axel terparkir tidak jauh darinya.
"Dia wanita," gumam Axel yang masih bisa di dengar oleh Marcel.
"Iya, Bos." sahut Marcel yang di abaikan oleh Axel.
Axel tidak bisa melihat wajah wanita yang mengendarai motor sport hitam itu. Karna dia memang membelakanginya. Meskipun dia penasaran. Namun, dia menepis semua rasa penasaran itu.
Sedangkan Aleena sudah bertemu Chika dan mereka kini sudah masuk di dalam mall. Tujuan utama mereka yaitu zona game. Ya, mereka memang suka menghabiskan waktu untuk bermain-main di sana.
Sedangkan Axel bersama Marcel sudah beberapa berkeliling tidak jelas. Sebenarnya Marcel sudah mulai dengan kelakuan bosnya yang tidak jelas. Terlebih lagi dia merasa malu di lihatin orang-orang sekitar. Dia takut akan di anggap sedang berkencan. Hehehe.
"Bos, sebenarnya kita mau apa? Atau mencari apa? Beri saya kepastian. Agar langkah kita ini, tidak sia-sia." protes Marcel yang sudah mulai lelah.
"Diam! Kalau tidak mau di pecat," kata-kata Axel memang selalu terasa pedas. Namun, Marcel sudah biasa dengan itu.
Mata Axel terus menelisik seluruh penjuru mall. Namun, dia belum menemukan apa yang dia cari. Sebenarnya dia mengabaikan tujuan utamanya ke mall itu. Kini dia sedang mencari wanita yang mengendarai motor sport hitam tadi. Karna gengsi dia tidak ingin memberitahukan Marcel tentang itu.
Aleena dan Chika yang baru keluar dari zona game tidak sengaja melihat mereka yang sedang berdiri seperti seorang yang kehilangan arah. Dimana Axel dengan mata yang terus menelisik sedangkan Marcel menatap aneh pada bosnya.
"Al, itu kan Om yang kemarin," tunjuk Chika pada Axel.
"Iya, kamu benar." Aleena ikut membenarkan. Lalu menarik lengan Chika menghampiri Axel dan Marcel.
"Halo, Om-om tampan," sapa Aleena antusias. sedangkan Chika hanya cengir malu-malu kucing.
Sapaan Aleena berhasil membuat Axel menautkan kedua alisnya berfikir keras. Siapa gadis ini menyapanya dengan akrab. Bahkan memanggilnya dengan sebutan Om. Sekilas terlintas di ingatannya semalam saat pandangan mata mereka bertemu. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kencang saat menatap mata indah milik Aleena. Spontan dia memegangi dadanya yang berkecamuk.
"Bos sakit?" tanya Marcel yang melihat Bosnya seperti menahan beban yang berat.
"Hmm," gumam Axel.
Aleena masih diam menyimak. Tidak menyangka bisa bertemu dengan Om tampaknya di mall ini. Sebenarnya Aleena cukup terpesona dengan ke tampanan Axel.
"Gadis liar, ngapain disini?" Axel kembali melontarkan kata-kata pedasnya. Sebenarnya dia tidak ingin mengucapkan itu. Namun, entah kenapa dia malah melontarkan kata itu.
"Namanya juga gadis liar. Jadi, tidak perlu di tanyakan lagi. Kenapa aku bisa ada disini. Kan aku memang selalu berkeliaran di mana saja yang aku suka." pengakuan Aleena membuat Axel mengulur senyum tipis.
"Hmm," Axel hanya menanggapi dengan deheman membuat Aleena jadi emosi.
"Om sengaja menguji kesabaran ku, ya?" suara Aleena kini tidak lagi lembut. Axel ini menguji kesabarannya. Aleena memperlihatkan ketangguhannya, sengaja membusungkan dada di hadapan Axel. Namun, Axel tidak gentar sedikitpun.
"Nona, bukan begitu maksud Tuan. Dia hanya ingin menghiburmu," Marcel mencoba melerai. Sebelum Axel berbuat sesuatu yang tidak di inginkan. Karna dia saat merasa di rugikan, dia tidak akan memberi ampun pada orang itu. Meskipun, wanita tidak menjadi pengecualian baginya.
"Kamu! Mencoba membelanya?" Aleena berbalik memarahi Marcel.
"Tidak, Nona." elak Marcel. Tidak menyangka jika dirinya akan di seret juga.
"Kamu, ikut aku," Axel menarik lengan Aleena untuk ikut serta dengannya. Membuat Aleena memberontak. Karna kekuatan yang di miliki Axel lebih kuat. Membuat Aleena kewalahan untuk melepaskan diri.
"Om, mau membawaku kemana? Jangan bilang kalau Om mau membawaku ke hotel yang ada di seberang sana. Janganlah Om. Aku bukan gadis liar yang melampaui batas. Aku hanya sekedar mencari hiburan, kok. Udah gitu aja. Bukannya mau aneh-aneh. Kalau Om mau berbuat aneh-aneh, Aku bisa kok mencarikan Om wanita cantik, seksi dan yang pasti berpengalaman di bidang itu." ocehan Aleena terhenti saat Axel berhenti.
"Om, memang baik, de. Okey... Sesuai janjiku akan aku carikan yang sesuai keinginanmu,"
"Masuklah," titah Axel yang kini mempersilahkan Aleena masuk di dalam sebuah toko tas yang ada di mall itu.
"Om, serius mau mencarinya disini. Tidak salah si, disini juga ada pelanggan wanita yang cantik, dan semoga tidak punya suami, ya." celotehnya membuat Axel menautkan kedua alisnya bingung.
"Atau Om mau pegawainya saja. Aku bisa kok membujuk mereka." Pernyataan terakhir Aleena kini baru membuat Axel tersadar. Apa Aleena maksud dari tadi.
Dia pun mengulas senyum tipis. "Aku maunya kamu," bisiknya di telinga belakang telinga Aleena. Membuat Aleena merasakan sesuatu yang berbeda. Namun, tidak bisa di jelaskan dengan kata.
"Om, jangan cabul, de." teriak Aleena kelepasan. Axel pun menutup mulut Aleena. sungguh memalukan.
"Bisa ngak, suaranya di kecilin." Axel menarik tubuh Aleena mengikis jarak diantara mereka.
Marcel dan Chika yang ada di luar pintu toko tidak jadi masuk melihat pemandangan langkah yang ada di hadapannya. Dimana Aleena yang tidak pernah sedekat itu dengan seorang laki-laki. Begitupun dengan Axel yang anti wanita. Akhirnya, Marcel mengajak Chika menjauh dari sana. Memberikan mereka ruang untuk berdua.
"Om apaan, si." Aleena mencoba melepaskan diri.
"Otak kecil ini, sungguh luar biasa," ledek Axel sambil mengusap-usap rambut Aleena panjang Aleena yang tergerai indah. Membuat Aleena membulatkan kedua bola matanya sambil memonyongkan kedua bibirnya. Alhasil, Axel jadi gemas melihatnya.
"Aku kesini mau minta kamu memilih satu tas untuk...."
"Untukku, aduh. Om baik banget, si." sela Aleena antusias.
"Otak kecil ini, memang cerdas," lagi-lagi Axel mengusap rambut Aleena. "Sebenarnya, tadi aku hanya ingin kamu membantuku memilih tas untuk Mommy. Tapi, tidak apalah buat kamu juga,"
Hehehe, Aleena cengengesan. " Om tampan banget, si." Aleena menyempatkan diri memegangi pipi Axel dengan kedua tangannya sebelum berlalu untuk memilih tas yang cocok untuk dirinya dan Mommy dari Axel. Sedangkan Axel memegangi wajahnya sambil tersenyum.
Gaskeun 🔥🔥