Sejak kecil Adrian Pratama Putra hidup di lingkungan keluarga yang menuntut kesempurnaan, dimana Orangtuanya selalu menetapkan standar yang sangat tinggi kepadanya, karena itulah Adrian setiap hari bekerja mati-matian agar bisa menjadi seorang anak yang diinginkan orangtuanya.
Hingga dimana Adrian telah berada dititik keputusasaan total — Telah menyerah dan tidak lagi mengejar dengan apa yang namanya keluarga. Di saat itulah dia mulai mengenal yang namanya novel yang selalu menjadi tempat hati Adrian yang dulunya retak kini mulai terpasang kembali berkat membaca novel.
Mungkin Akibat kebanyakan membaca sebuah novel Reyan tiba-tiba masuk kedalam salah satu novel yang pernah ia baca. Tapi masalahnya novel yang dia masuki itu ... dark fantasi!! Sebuah webnovel yang terakhir kali dia baca.
Terlebih lagi dia masuk kedalam tubuh lemah yang sebentar lagi akan menjemput ajalnya!?
Halo para readers. Ini karya pertamaku, jadi mohon maaf bila banyak kesalahan dan typo yang bersebaran😓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NoxVerse, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog: Awal Dari Segalanya
"Apa-apaan ini! Kenapa kau cuma dapat nilai 97 di sekolahmu! Apa kau tidak tahu kalau perbuatanmu ini bisa menjatuhkan martabat keluarga kita, lagi dan lagi aku harus menutupi rasa malu ku atas ketidak kompeten mu?!"
Bentak Ardianata kepada Anaknya, Adrian Pratama Putra yang berada diruang tamu membuat pria itu tak berkutik.
Adrian selalu saja dimarahi seperti ini. Selalu saja dijadikan pelampiasan amarah oleh sang ayah lantaran tidak mendapatkan hasil yang diinginkan Ayahnya.
Dibelakang Ayahnya ada juga Ibunya yang hanya melihatnya dan tidak memiliki niatan untuk membantu.
"T–tapi Ayah ... aku suda–"
Plakk ....
Sebelum Adrian menjelaskan tamparan keras Ardianata melayang kearah pipinya. Tamparannya begitu keras hingga menyebabkan sedikit darah keluar dari mulutnya.
"Apa kau cuma tahu cara membantah terus! Lihatlah kakakmu Rangga yang selalu mendapatkan nilai sempurna dimata pelajaran dan mengharumkan nama keluarga kita, tapi kau? malah menjatuhkannya kembali seolah memotong kue dengan gampangnya. Jika kau setidak berguna ini lebih baik aku tidak usah memperdulikan dirimu!" pekikan sang ayah menggelegar membuat Adrian kembali diam membisu memegang pipinya yang ditampar.
”Kenapa aku mendapatkan anak tidak berguna sepertimu?! Kenapa kau tidak lahir saja sekalian didunia ini?! Aku tidak sudi memiliki anak sepertimu!”
Adrian yang sudah tak tahan dengan semua ini berkata. "Kenapa Ayah memarahiku sampai seperti ini? Aku sudah juga berusaha untuk mendapatkan nilai yang sempurna agar membanggakan ayah. Hanya karena aku mendapat nilai 97 ...?"
"Jika aku memiliki sebuah kesempatan aku juga tidak ingin lahir di keluarga ini. Bukan salahku juga lahir di keluarga ini!"
Perkataan lantang Adrian memberanikan dirinya menatap wajah ayahnya.
“Kau ...!”
Sebelum Ardianata kembali ingin melayangkan tamparan keras, Tangan sang Ibu tiba-tiba menghentikannya.
“Sudahlah sayang kau terlalu berlebihan,” celetuk Ratnasari menahan tangan sang suami.
“Apa kau lihat kekurangajaran yang dia lakukan? Sepertinya dia terlalu dimanjakan hingga berani kurang ajar!”
“Aku tahu tapi tidak baik bagi kesehatanmu jika kau selalu emosian bisa-bisa tekanan darahmu menjadi tinggi kembali apa kau lupa dengan yang dikatakan dokter?” balas Ratnasari menenangkan emosi suami yang memuncak.
“Biarkan Adrian kembali merenungkannya sendiri.” Setelah emosi suami mereda Ratnasari kemudian ingin mengajak Ardianata pergi.
“Pergilah kembali ke kamarmu Adrian dan intropeksi kesalahan yang kau perbuat, jangan keluar kamar sebelum makan malam tiba,” perintah sang Ibu kemudian pergi dari ruang tamu bersama sang suami.
Adrian masih diam beberapa waktu saat sebelum langkah kakinya berjalan ke arah pintu kamarnya.
Disana Adrian mengunci kamarnya, mengepalkan tangannya keras sampai mungkin bisa menghancurkan apapun yang digenggamnya.
Tanpa ia sadari butiran kristal jatuh disudut matanya membasahi pipinya. Sangat menyayat hatinya. Kenapa dia tidak pernah dihargai sama sekali yang bahkan disebut keluarga pun tidak ada bedanya dengan orang asing.
“kenapa aku seperti dilihat sebagai produk cacat?!”
Padahal dia sudah melalui banyak hal menyakitkan tapi, keluarganya tidak pernah ingin melihat usaha yang dia lakukan. Mereka hanya menginginkan hasilnya saja. sungguh ambisi yang buta.
Memegangi kembali pipinya yang masih luka berdenyut. Bukan keinginannya juga yang ingin lahir di keluarga busuk ini yang dia inginkan hanyalah sebuah kebebasan dimana dia bisa melakukan apapun tanpa ada tuntutan dari orang lain.
Adrian menghela napas panjang berjalan kearah kasurnya dan merebahkan dirinya ke atasnya.
Wajahnya membentuk senyuman. Bukan senyuman tulus melainkan itu adalah topeng yang selalu dia gunakan selama ini. tapi sekarang sedikit berbeda. Ada rasa keputusasaan, kekecewaan yang mendalam di balik senyuman yang dia pertahankan.
“aku ... lelah ...” Matanya kosong, penuh kehampaan. Jika waktu diputar kembali, dia tidak ingin mengejar apa namanya keluarga. Sekarang Adrian mengerti bahwa keluarga merupakan kata yang tak bisa dia dapatkan.
Kemudian melihat sebuah buku webnovel di samping kirinya, penasaran lalu mengambilnya.
Buku ini sudah dia beli beberapa hari yang disebuah toko buku dipinggiran jalan. Tapi karena tidak ada waktu untuk membacanya buku itu daan hanya menjadi pajangan saja di kamarnya.
Melihat sampul covernya ada seorang pangeran dan putri yang saling memegang kedua tangan dengan latar bunga yang hidup dibelakangnya. Dia pikir ceritanya tidak akan jauh berbeda dengan romansa fantasi yang selalu Adrian baca.
“aku juga sedang senggang dan tidak melakukan apapun, sebaiknya aku baca dulu siapa tahu ceritanya akan menarik.”
Setelah membaca halaman demi halaman yang ia lalui ada sesuatu yang berbeda dari novel yang lain — seakan kisah yang asing ini sejak awal ditulis untuknya.
Hingga sampai dimana ada halaman yang narasinya bertuliskan.
“Ada seorang jiwa yang tak pernah dianggap utuh, hanya dinilai dari seberapa sempurna ia memuaskan dahaga ambisi keluarganya. Ia tidak dicintai, hanya dituntut. Dan dibalik senyum paksa itu, hatinya perlahan hancur, retak demi retak.”
Entah kenapa saat Adrian membacanya dia merasakan hal yang sama. Sama-sama dituntut keluarga dan tak pernah dianggap.
“Entah kau siapa yang diceritakan tapi yang pasti dirimu sangat lelah menjalani hidup seperti ini. Jika ada kehidupan selanjutnya kuharap kau bisa menjalani hidup yang kau inginkan. Terbebas dari segala macam halangan. Kuharapkan itu terjadi ...” Ucapan tulus Adrian serta senyuman indah terukir diwajahnya mendoakan agar hal itu terjadi.
Tapi tanpa dia sadari doanya didengar oleh Makhluk illahi, dan akan merubah total semua hidupnya.
Setelah membaca buku lumayan lama Adrian kemudian melihat kearah jam dinding di atas guna ingin tahu jam berapa sekarang.
“Masih ada waktu 2 jam sebelum makan malam tiba. Lebih baik aku tidur sejenak memulihkan tubuhku,” gumam Adrian sebelum akhirnya tertidur dengan tenang.
[Ding ...!]
[Sistem berhasil diaktifkan ...!]
[Memulai pemindaian tubuh Host ke dunia lain!]