Malam Pertama

**

Arlan segera masuk ke kamar mandi setelah melepas jas dan sepatunya.

Ia mengambil handuk dari walk-in closet dan menghilang di balik pintu, mengabaikan Kirana yang masih diliputi kecanggungan.

"Astaga, ini malam pertama. Aku tidak siap." batin Kirana.

Ia menggigit jarinya, bayangan cerita horor dari teman-temannya membuat bulu kuduknya berdiri.

"Apa benar akan sesakit itu? Lalu, apa yang harus kulakukan? Aku harus mencari cara untuk menolaknya. Aku tidak bisa! "

Suara air dari kamar mandi membuat jantungnya berdebar kencang.

"Bagaimana kalau aku pura-pura tidur saja ya?"

Kirana tidak membuang waktu. Ia segera naik ke ranjang dan membaringkan diri. Dengan secepat kilat, ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan memejamkan mata rapat-rapat, berharap dengan berpura-pura tidur, ia bisa menghindari apa pun yang mungkin terjadi.

Beberapa saat kemudian, Arlan keluar dari kamar mandi.

Saat melangkah menuju walk-in closet, Arlan melirik Kirana, ia melihat sang istri terbaring di ranjang masih lengkap dengan riasan dan baju pengantinnya.

Setelah berganti pakaian yang lebih santai, Arlan kembali ke kamarnya.

Ia melihat istrinya masih tidur memunggunginya.

"Apa dia bisa tidur sepulas ini tanpa mandi atau berganti pakaian?" pikir Arlan heran.

Ia lalu mengambil bukunya di atas meja dan keluar kamar, tidak peduli dengan Kirana. Tanpa disadari Arlan, Kirana benar-benar sudah pulas karena kelelahan.

**

Bu Dini bermaksud mengajak Arlan dan menantunya makan malam bersama agar Kirana tidak merasa canggung. Meski pernikahan ini terkesan mendadak, Bu Dini sangat bahagia dan menganggap Kirana seperti anak kandungnya sendiri, sama seperti Vina.

Dengan antusias, ia mempersiapkan berbagai hidangan untuk menyambut anggota keluarga baru mereka.

Bu Dini mengetuk pintu kamar Arlan pelan, tetapi tak ada respons. Setelah tiga kali, ia akhirnya menyerah dan kembali ke ruang makan.

"Kenapa, Ma? Kok murung begitu?" tanya Pak Bambang, menyadari raut wajah istrinya. Bu Dini hanya diam, menunjukkan kekecewaannya.

Cakra dan istrinya saling melirik, heran melihat semangat sang ibu yang tiba-tiba sirna.

"Lalu, mana Arlan dan Kirana? Kenapa mereka tidak ikut turun?" tanya Pak Bambang lagi.

"Sepertinya mereka tidak mau makan bersama kita, Pah," jawab Bu Dini, suaranya terdengar sedih.

"Padahal, Mama sudah sengaja menyiapkan banyak makanan kesukaan Arlan Dan menantu kita. Tapi, mereka mengabaikan Mama."

"Ma, Mama lupa ya kalau ini malam pertama mereka sebagai suami istri. Siapa tahu mereka sedang menikmati waktu berdua," kata Cakra sambil tersenyum.

"Mas!" Vina memotong cepat, melotot ke arah suaminya. Masih ada aish anak mereka di sana.

Pak Bambang berdehem, berusaha mencairkan suasana yang terasa canggung.

Ada benarnya juga ucapan Cakra. Bu Dini tersenyum sendiri. Pikirannya melayang, teringat bahwa sikap Arlan tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Ia mengingat masa lalu bersama suaminya, saat dulu pun mereka langsung menghabiskan malam pertama meskipun sangat lelah.

"Kenapa, Ma?" tanya Pak Bambang, melihat istrinya tersenyum sendiri. Bu Dini menggeleng, tak ingin suaminya teringat masa lalu.

"Tidak apa-apa, Pah, Mama cuma sedikit pusing."

"Ya sudah, ayo kita mulai makan," ajak Pak Bambang.

Di sana, hanya terdengar denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Tidak ada lagi percakapan, setiap orang tenggelam dalam pikiran masing-masing.

**

Arlan baru menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja pribadi pukul 11 malam.

Awalnya, ia berniat membaca buku di sana, hanya untuk menghindari Kirana.

Namun, banyak email yang belum sempat ia periksa. Ia sengaja menghindari istrinya, tak ingin menyentuh perempuan lain, terutama saat Lia masih berjuang di ruang perawatan

Arlan merasa perutnya perih. Sejak siang tadi, ia belum makan apapun.

Ia beranjak dari ruang kerja, menuju lantai bawah mencari sesuatu.

Rumah sudah sepi, hanya ada sedikit penerangan. Sesampainya di dapur, Arlan terkejut melihat seorang wanita bergaun putih sedang duduk memunggunginya.

Jantungnya berdebar kencang, namun wanita itu memanggil namanya.

"Mas Arlan," ucap Kirana. Arlan menghela napas, jantungnya kembali normal.

"Kamu sedang apa di sini?" Tanya arlan

"Aku lapar, Mas. Belum makan sejak tadi siang," jawab Kirana.

"Lalu, kenapa kamu masih pakai baju itu? Dan..." Arlan menatap rambut Kirana yang acak-acakan.

"Sanggul ini susah sekali dibuka, dan gaun ini terlalu ketat. Aku tidak berhasil menarik resletingnya," jelas Kirana.

Arlan mengambil piring, lalu menyendokkan nasi untuk dirinya sendiri.

"Mas, biar aku saja," ucap Kirana.

"Tidak perlu," jawab Arlan. "Lanjutkan saja makanmu. Nanti aku bantu lepaskan Semua pakaianmu."

Perkataan Arlan yang ambigu membuat Kirana tersedak.

Arlan mengambilkan minum untuknya dengan sedikit ragu.

"Mungkin kau berpikir yang bukan-bukan," kata Arlan, menghindari tatapan Kirana.

"Aku hanya menawarkan bantuan. Tapi jika kau tidak butuh, tidak apa-apa." Ada jeda singkat sebelum ia menambahkan,

"Jangan harap aku akan memanfaatkan keadaan ini." Kemudian, ia mulai makan.

Kirana tidak menyangka akan mendapatkan penolakan seperti ini.

Padahal, dulu ia kerap dikejar-kejar oleh kakak senior dan bosnya di tempat kerja.

Namun, saat itu ia selalu menolak dengan aLasan ingin fokus belajar, bukan karena tidak tertarik. Ironisnya, kini ia justru ditolak oleh pria yang menjadi suaminya.

**

Usai makan malam, mereka kembali ke kamar.

Arlan menutup pintu, lalu menghampiri Kirana yang duduk di meja rias.

Tanpa banyak bicara, ia membantu Kirana melepas aksesoris rambutnya dengan hati-hati.

Meskipun seorang pria, tangannya cekatan, tak membuat rambut Kirana rontok.

Dalam jarak sedekat itu, Kirana bisa melihat dengan jelas wajah suaminya yang sempurna, alis hitam tebal yang rapi, bulu mata lentik seperti miliknya, hidung mancung, dan bibir tipis kemerahan yang terlihat menggemaskan.

"Sudah kubilang, jangan berpikir macam-macam," ucap Arlan, matanya tetap terfokus pada aksesoris rambut di bagian depan.

Saat Arlan menatapnya, Kirana baru sadar ia terlalu lama menatap suaminya. Ia langsung memalingkan wajah, merasa malu. Jantungnya berdebar kencang, membuat rona merah menjalar di pipinya.

"Nanti kamu tidur di ranjang, aku di sofa," ucap Arlan, nadanya datar.

"Pakaianmu, sepertinya Mama sudah siapkan. Cari saja di lemari." Ia mengakhiri kalimatnya dengan nada yang lebih tegas,

"Sudah, sana mandi."

"Tapi, Mas, gaunnya?" tanya Kirana, suaranya terdengar ragu.

Arlan lalu mendekat, tanpa berkata-kata, dan menarik resleting gaun Kirana ke bawah, memperlihatkan punggungnya yang putih mulus. Sayangnya arlan segera membalikkan badan, memunggungi istrinya.

"Sudah, sana," ucap Arlan tanpa menoleh.

"Terima kasih, Mas," jawab Kirana lirih.

Kirana membalikkan badan, lalu segera melangkah menuju kamar mandi.

Pintu tertutup di belakangnya, memberi sedikit rasa lega.

Di dalam sana, ia bisa memproses semua yang terjadi, terutama tingkah laku Arlan yang tak terduga.

***

Episodes
1 Besok Menikah
2 Ketertarikan
3 Nyonya Arlan
4 Malam Pertama
5 Menantu Idaman?
6 Rasa Penasaran
7 Kabar Baik atau Kabar Buruk?
8 Tangis Duka
9 Sentuhan
10 Tersedak
11 Ibu Pengganti
12 Paksaan
13 Perebut Suami Orang
14 Munculnya Harapan
15 Tumbuh Rasa
16 Menjadi Pelampiasan
17 Hukuman
18 Cemburu
19 Curiga
20 Masih kesal
21 Kirana Pingsan
22 Hubungan Yang lebih baik
23 Ceroboh
24 Gemas
25 Kepingan Teka Teki
26 Antara Dua Wanita
27 Kebenaran
28 Hamil?
29 Bertemu Pria Lain
30 Kecelakaan
31 Sadar
32 Ingin Dia Kembali
33 Kedatangan Cakra
34 Alex Tidak Menyerah
35 Bertemu Lia?
36 Tempat Yang Menenangkan
37 Mereka Akan Kembali
38 Panik
39 Aku Butuh Waktu
40 Arlan Curiga
41 Keraguan
42 Kesempatan Arlan
43 Belajar Tulus
44 Ranjang Oversize
45 Trik Arlan
46 Makan Malam
47 Aksi Yang Gagal
48 Kabar Buruk
49 Mereka Aneh
50 Pesan Papa
51 Rencana Bulan Madu
52 Duda Tampan
53 Pesan Lia
54 Kabar Bahagia
55 Ngidam
56 Bubur Ayam
57 Mata-mata
58 Aish Kangen
59 Hamil Kembar
60 Menghilang Tanpa Kabar
61 Tendangan Kembar
62 Tutup Mulut
63 Notifikasi Pesan
64 Hampir Keceplosan
65 Bertemu Lia
66 Curiga
67 Rencana Licik
68 Viola dan Mita
69 Bekal Makan Siang
70 Makan Siang
71 Ruangan Tersembunyi
72 Perubahan Arlan
73 Dinner Romantis
74 Penthouse
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Besok Menikah
2
Ketertarikan
3
Nyonya Arlan
4
Malam Pertama
5
Menantu Idaman?
6
Rasa Penasaran
7
Kabar Baik atau Kabar Buruk?
8
Tangis Duka
9
Sentuhan
10
Tersedak
11
Ibu Pengganti
12
Paksaan
13
Perebut Suami Orang
14
Munculnya Harapan
15
Tumbuh Rasa
16
Menjadi Pelampiasan
17
Hukuman
18
Cemburu
19
Curiga
20
Masih kesal
21
Kirana Pingsan
22
Hubungan Yang lebih baik
23
Ceroboh
24
Gemas
25
Kepingan Teka Teki
26
Antara Dua Wanita
27
Kebenaran
28
Hamil?
29
Bertemu Pria Lain
30
Kecelakaan
31
Sadar
32
Ingin Dia Kembali
33
Kedatangan Cakra
34
Alex Tidak Menyerah
35
Bertemu Lia?
36
Tempat Yang Menenangkan
37
Mereka Akan Kembali
38
Panik
39
Aku Butuh Waktu
40
Arlan Curiga
41
Keraguan
42
Kesempatan Arlan
43
Belajar Tulus
44
Ranjang Oversize
45
Trik Arlan
46
Makan Malam
47
Aksi Yang Gagal
48
Kabar Buruk
49
Mereka Aneh
50
Pesan Papa
51
Rencana Bulan Madu
52
Duda Tampan
53
Pesan Lia
54
Kabar Bahagia
55
Ngidam
56
Bubur Ayam
57
Mata-mata
58
Aish Kangen
59
Hamil Kembar
60
Menghilang Tanpa Kabar
61
Tendangan Kembar
62
Tutup Mulut
63
Notifikasi Pesan
64
Hampir Keceplosan
65
Bertemu Lia
66
Curiga
67
Rencana Licik
68
Viola dan Mita
69
Bekal Makan Siang
70
Makan Siang
71
Ruangan Tersembunyi
72
Perubahan Arlan
73
Dinner Romantis
74
Penthouse

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!