"Aku pulang duluan yah." Barbara berpamitan dengan ketiga teman nya diluar Club.
"Kamu yakin gak kita antarin aja?" Alexa bertanya berniat memberi tumpangan.
"Udah nggak perlu. Nanti ganggu. Lagian kan apartemen aku gak jauh dari sini." Barbara menolak niat baik teman nya.
"Ya udah. Hati hati ya Bar. Kalo ada apa-apa cepat hubungi kita ya." Deana berpesan sambil memberi pelukan pada Barbara.
"Iya." Barbara membalas pelukan Deana lalu bergantian dengan Alexa dan Andrew.
"Ingat Bar, tiga bulan ya." Andrew mengingatkan tentang tantangan yang didapat Barbara tadi.
"Iya. Kalo aku menang kalian harus penuhin keinginan aku ya." Barbara memberi syarat.
"Siip. Tapi ingat kamu jangan sampai jatuh cinta juga sama itu orang." Deana mengingatkan syarat tantangan itu.
"Siap." Barbara mengangkat jempol nya dan berbalik lalu melangkah meninggalkan teman teman nya.
"Hati hati Bar." Teman teman nya masing berteriak.
Barbara pun berjalan kaki menuju apartemen nya karena memang tidak jauh dari Club itu.
Sepanjang perjalanan otak nya terus memikirkan bagaimana cara untuk menyelesaikan tantangan itu.
Semakin dia berpikir, perjalanan nya terasa semakin lama untuk sampai di apartemen nya.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, pertanda panggilan masuk. Ia pun meraih ponselnya dari tas nya.
"Em, ada apa Pa?" Barbara bertanya malas pada penelpon yang ternyata adalah Papa nya.
"Kamu lagi dimana? lagi ngapain?" Papa nya bertanya menyelidik.
"Ya ampun Pa, kayak nya Papa nggak perlu nanya juga tahu deh." Barbara menjawab malas.
"Bar, kamu kan udah lulus, udah wisuda juga. Pulang secepatnya ke sini buat lanjutin bisnis Papa." Pinta Papa nya.
"Bar masih mikir Pa. Jangan desak Bar dulu." Barbara berusaha menolak secara halus.
Barbara sebenarnya tidak terlalu berminat dalam dunia bisnis, dia lebih tertarik di dunia entertain terutama modelling.
"Harapan Papa cuma kamu Bar." Papa nya berusaha membujuk.
"Mending Papa bangkrut aja deh biar Bar bisa bebas dari kejaran Papa." Barbara mengutuk Ayahnya sambil terkekeh.
Sepanjang perjalanan, dia sibuk bertelepon dengan Ayahnya. Walau tidak suka dengan Ayahnya yang sangat berharap dirinya bisa meneruskan bisnis nya, tapi ia masih tetap dekat dan sayang pada orang tua nya.
"Tolong..tolong aku." Seseorang berteriak minta tolong saat melihat Barbara lewat didepan lorong tempat ia di siksa.
Barbara tidak mendengar teriakan nya karena sibuk berbicara dengan Ayahnya.
"Percuma minta tolong. Menoleh aja dia gak sudi." Si pelaku penyiksaan itu berbicara sambil menginjak kuat telapak tangan korbannya.
"Arrghh." Korbannya berteriak kesakitan membuatnya semakin bersemangat untuk menyiksa nya.
"Teriak sepuasnya. Itu menambah semangat ku." Si pria penyiksa kembali berbicara.
"Tolong aku." Korbannya kembali meminta tolong.
Barbara sudah cukup jauh dari lorong itu.
Seett
Pria penyiksa itu menggerek leher korbannya dengan pisau tajam miliknya.
Korbannya yang memang sudah lemah pun seketika menghembuskan nafas terakhirnya.
Tujuan pria itu selanjutnya adalah Barbara.
"Bersihkan." Pria itu memberi perintah pada anak buah nya yang mendampingi nya tadi.
Segera ia pun melangkah untuk mengejar Barbara.
"Iya Pa iya. Bar janji gak nakal nakal. Selama ini kan Bar juga selalu nepatin janji." Barbara masih sibuk berbicara dengan Ayahnya dan tidak sadar ada seseorang yang mengikuti nya dari belakang.
"Iya udah. Bar tutup ya Pa. Love you Papa." Barbara pun mengakhiri panggilan nya dan menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas nya.
"Hah, capek banget." Barbara berhenti dan merenggangkan otot nya sejenak.
Saat hendak kembali melangkah, dia tidak sengaja melihat pancaran bayangan seseorang yang berdiri di belakang nya.
Ia perlahan berbalik arah kebelakang. Hal yang pertama ia lihat adalah pisau dengan lumuran darah yang masih segar dalam genggaman pria itu.
Perlahan ia mengangkat kepalanya untuk melihat wajah orang tersebut.
"Oh my." Barbara menutup mulut nya dengan telapak tangannya
Bukan karena takut, tapi karena takjub melihat ketampanan pria di depan nya.
Perlahan dengan polos nya dia melangkah mendekati pria itu.
"Tampan sekali." Barbara memencet wajah pria itu dengan telunjuk nya.
Keinginan membunuh pria itu hilang seketika.
"Kamu malaikat yah?" Barbara berbicara pada pria itu.
Tapi pria itu tidak bersuara sama sekali. Sesuatu dalam dirinya bergejolak saat mendapat sentuhan dari Barbara.
"Nggak nggak ini aku pasti lagi mabuk ini." Barbara memukul ringan kepalanya.
"Udah yah, aku pulang dulu. Kita ketemu dalam mimpi aja." Barbara kembali berkata lalu berbalik meninggalkan pria itu sambil melambaikan tangannya.
Tiba tiba
Emm
Barbara meronta saat pria itu membekap mulut dan hidung nya dari belakang. Perlahan kesadaran Barbara mulai menghilang karena pria itu menggunakan sapu tangan yang sudah ia olesi obat bius sebelumnya.
"Tidak akan pernah aku biarkan kamu pergi dengan mudah." Pria itu berkata sebelum akhirnya menggendong Barbara yang sudah pingsan kedalam mobilnya.
Segera ia melajukan mobilnya menuju ke rumah nya. Rumah mewah yang terlihat seperti kastil tua dari luar dan dipenuhi oleh pengawal disetiap sudut rumah nya.
Setelah sampai, dengan sigap ia menggendong Barbara menuju ke kamar nya. Langkah nya terhenti saat mendengar bisikan dari beberapa pelayan dirumah nya.
Door door door
Ia meraih pistol yang terselip di pinggang nya dan menembak para pelayan yang bergosip itu tepat pada kepalanya.
"Sudah aku bilang, aku tidak suka seseorang yang berbicara tidak penting dirumah ini." Ia pun melanjutkan langkahnya menuju ke kamar nya.
Dengan hati hati ia membaringkan tubuh Barbara di ranjang nya.
Setelah itu ia pun berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa percikan darah ditubuh nya. Setelah selesai dan mengenakan pakaian, ia pun naik ke atas ranjang nya dan berbaring di samping Barbara.
Ditatap nya terus wajah cantik Barbara, tanpa sadar telunjuknya bergerak menelusuri setiap lekuk wajah Barbara.
"Cantik." Batin nya.
Bahkan kini ia membuang guling yang membatasi nya dan Barbara, lalu menjadikan Barbara sebagai guling nya.
"Selamat tidur." Ia mengecup kening Barbara.
Perlahan ia pun terlelap.
Hari dengan cepat sekali berganti menjadi pagi. Barbara masih menggeliat diatas ranjang menikmati empuk nya ranjang itu.
"Kasur, kok kamu pagi ini kayak nya susah banget buat ditinggal." Barbara berbicara pada kasur yang menopang tubuh mungil nya.
Pria yang menculik nya semalam, berdiri bersandar pada lemari yang berhadapan langsung dengan ranjang nya sambil mengayunkan pisau ditangan nya. Tanpa sadar senyum kecil terbit di bibir nya saat melihat semua kelakuan Barbara.
"Kasur, tadi malam aku ketemu sama malaikat pencabut nyawa yang tampan banget." Barbara kembali berbicara dengan kasur.
"Ekhem." Pria itu akhirnya mengeluarkan suara.
Barbara kaget dan sontak langsung bangun. Pandangan nya langsung menangkap sosok tampan yang berdiri di depan nya. Pria itu juga bertelanjang dada.
"Kamu bukan nya ... ?" Barbara menunjuk pria itu sambil mencoba mengingat.
"Malaikat pencabut nyawa." Pria itu berjalan mendekati Barbara sambil mengayunkan pisau ditangan nya.
...~ To Be Continue ~...
Like dan komen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
ceritanya menarik Thor
2022-04-11
0
coco
semangat ya
2021-07-25
1
Rosni Lim
Psikopat
2021-07-11
1