Fajar telang menyingsing, bersamaan dengan suara bising deru mobil dipetarangan halaman rumahku, aku telah menyelesaikan sholat subuhku, setelah itu aku memakai hijabku kembali dan berniat untuk melihat siapa yang datang sepagi ini.
Tok tok tok
"Assalamualaikum? " ucapnya diluar sana sambil mengetuk pintu.
Dan itu adalah suara Mas Hendri, suamiku.
Ternyata dia masih ingat jalan pulang setelah semua yang ia lakukan.
Awalnya ragu, dan tak siap untuk menatap wajahnya lagi, tapi aku memantapkan hatiku, biar saja. Biar ku bunuh dengan perlahan perasanku padanya.
"Waalaikumussalam." jawabku seraya membukakan pintu untuknya.
Dan betapa kagetnya aku, saat aku tahu, dia pulang dengan membawa wanita itu. Wanita yang sudah merusak semua angan dan cita-cita keluarga kecilku untuk bisa bersama selamanya. Seperkian detik aku mematung. Dan tepukan tangan Mas Hendri dibahuku membuat aku sadar, bahwa ini bukanlah mimpi, ini nyata Kalisa. Sungguh ini nyata!
Aku menatap ke sembarang arah. Berusaha menahan gejolak yang membuncah didadaku.
"Kal, dia—"
"Tidak perlu, aku dan dia orang lain, dan aku tidak akan seakrab itu dengan orang asing." ujarku tegas memutus pembicaraan Mas Hendri.
Mataku menajam. Dan aku lihat, wanita itu sedikit meremat tangannya yang tadi hampir terulur ke arahku. Heuh, kau geram bukan? Apalagi aku!
Dan ku dengar Mas Hendri membuang nafas perlahan, seperti kecewa akan sikapku. Tapi aku tidak peduli, karena tak ingin berlama-lama dengan mereka, aku memutar langkahku untuk kembali ke kamar, lagi pula untuk apa aku disini, toh hadirnya kini bukan lagi yang ku nanti.
"Jika ingin istirahat, silahkan! Kamar tamu tersedia untuk kalian." sambungku, aku harus beritahu dia bahwa dirumah ini aku adalah nyonya nya.
Setelah aku mengucapkan kata-kata itu, aku melangkah kembali ke tempat tujuanku, yaitu kamar. Dan ternyata Mas Hendri mengikutiku dari arah belakang. Dia sudah ingin melenggang masuk bersama ku ke dalam, tapi sebelum itu aku mencekalnya dengan kalimatku.
"Kamar ini bukan lagi milikmu, semenjak kamu bawa dia ke dalam istanaku. " ucapku tanpa ragu dan sama sekali tidak mau memandang wajahnya .
"Kal." panggil nya dengan suara lirih.
Dadaku kembali terasa sesak mendengar suara itu.
"Ku mohon jangan seperti ini. " lanjutnya.
"Lalu seperti apa?!!!! " bentakku, lalu mendongak ke arahnya.
"Aku harus seperti apa menurutmu? Kau ingin aku seperti apa Hendri? " sebisa mungkin aku tidak ingin air mata itu jatuh, aku kuat, aku tidak lemah hanya karena seorang lelaki yang tak pantas ku sebut lagi sebagai suami.
"Ku mohon, beri aku kesempatan." ujarnya seraya berusaha menggapai tanganku, namun ku tepis, karena aku tak mau lagi menangis.
Cukup! Ku rasa cukup.
"Pergilah... Dan jangan ganggu ketenangan ku, jangan kamu pikir aku tidak akan berubah, karena hatiku kini sudah tidak baik-baik saja. Dan perlu kamu ingat, hatiku bukan baja, yang bisa terus kamu sakiti, lalu dengan mudah kamu meminta untuk kembali lagi." balasku, seraya menyelonong masuk, dan mengunci kamarku.
"Aku tidak akan bodoh lagi kali ini Hendri."
•
•
Setelah selesai memasak, aku menata sarapan diatas meja seperti biasa. Dan dengan semangat, aku memanggil anak-anakku untuk segera bergegas.
"Nda masak makanan kesukaan Kakak loh."ucapku pada si besar Reyhan ketika kami berjalan beriringan ke arah meja makan.
"Yehhh, bener Nda? " dia bertepuk tangan riang, membuat si kecil May juga ikut kegirangan.
"Iya, Nda juga udah siapin bekel buat dimakan disekolah, nanti dihabiskan ya, harus ingat tidak boleh apa? "
"Tidak boleh mubazir. " jawabnya, ternyata putra pertamaku begitu pintar. Ya aku sudah mengajarkan ini pada anak-anakku dari sejak dini. Karena berdasarkan pengalaman hidup yang aku alami. Sangat sulit, dulu aku dan Mas Hendri mencari sesuap nasi.
Setelah sampai di meja makan, tak berapa lama Mas Hendri dan juga wanita itu, sungguh aku tak ingin memanggil namanya dengan bibirku, keduanya keluar juga dari kamar mereka, lalu ikut bergabung bersama.
Aku sudah menyendokan makanan untuk Reyhan, dan untuk diriku sendiri beserta May yang masih ku suapi.
Mas Hendri nampak diam, sepertinya dia menunggu aku yang melayaninya, tapi ternyata wanita itu paham juga akan tugasnya, tangannya mulai mengambil nasi untuk dia taruh dipiring Mas Hendri. Tapi sebelum itu Mas Hendri memanggilku lebih dulu.
"Kalisa. " panggil nya.
"Silahkan, lakukan saja, bukankah itu tugasmu juga." ujarku pada wanita itu, tanpa menjawab panggilan Mas Hendri yang menatapku dengan sendu.
Sakit bukan Mas? Dianggap tidak ada, padahal kamu tepat didepan mata! Sakit bukan? Saat kamu begitu sayang namun tak diperdulikan? Sakit bukan? Saat kamu benar-benar mencintai, namun dia malah mengingkari janji. Silahkan Mas! Rasakan apa yang kau tanam sekarang!
"Nda, tante ini siapa? " tanya Reyhan kepadaku, mungkin dia bertanya-tanya mengapa ada wanita lain selain ibu mereka yang melayani sang ayah. Ya pasti Reyhan sudah menyadari itu. Sungguh kini aku sedikit bingung untuk menjawab pertanyaannya. Aku berusaha bersikap tenang.
Aku usak kepalanya dengan sayang.
"Aku—"
"Bukan siapa-siapa, dia hanya teman Ayah." dustaku, memotong pembicaraan wanita itu, karena memang aku belum bisa menjelaskan apapun pada anak-anakku, hati mereka masih terlalu dini untuk mengerti ini semua. Aku yakin hati mereka tak mampu mempercayai bahwa Ayah yang mereka sayangi, kini akan berbagi kasih .
Semoga kelak kalian mengerti ya sayang. ucapku dalam hati.
🔥🔥🔥🔥🔥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
komalia komalia
nyesek banget
2024-12-22
0
Ita rahmawati
tegar banget ya,,klo aku tk jenggut sampe botak tuh 22 nya 😡
2024-07-10
0
Mbah Gindhoez
kalau aku mah mending pergi, cari kebahagiaan sendiri. daripada makan ati mah ogah
2022-12-14
0