"Bunuh diri karier."
Dua kata itu berdengung di telinga Lina. Kakinya terasa seperti jeli, tak mampu menopang tubuhnya. Ia bersandar di dinding koridor, pucat pasi.
Presdir Ethan Arsenio. Nama yang hanya berani dibisikkan orang-orang di lobi. Dikenal sebagai jenius bisnis berhati es, penguasa Aurelia City. Dan Lina baru saja menodai baju jasnya.
Wanita paruh baya tadi yang Lina duga adalah manajer SDM tampak sama takutnya. "Presdir Ethan, saya... saya akan panggilkan tim kebersihan dan siapkan setelan baru Anda..."
Ethan mengangkat satu tangan. Semua orang langsung diam.
Ia bahkan tidak repot-repot melepas jasnya yang basah. Matanya yang tajam masih terkunci pada Lina, seolah sedang menganalisis mangsa.
"Bu Sandra," katanya, suaranya yang berat dan dingin membelah keheningan. "Batalkan orientasi karyawan baru ini."
Hati Lina mencelos. Ini dia. Pemecatan.
"Baik, Presdir," kata Bu Sandra, menatap Lina dengan kasihan. "Akan saya... antarkan dia ke pintu keluar."
"Tidak," potong Ethan.
Lina dan Bu Sandra sama-sama membeku.
Ethan akhirnya mengalihkan pandangannya dari Lina, menatap Bu Sandra. "Bawa dia ke ruangan saya. Sekarang."
Tanpa menunggu jawaban, Ethan berbalik. Punggungnya yang tegap dan langkahnya yang penuh kuasa memancarkan aura intimidasi murni. Ia berjalan menuju kantor sudut raksasa di ujung koridor, meninggalkan Lina yang gemetaran.
"A-apa yang kau tunggu?" desak Bu Sandra, suaranya bergetar antara marah dan takut. "Cepat jalan! Jangan buat Presdir menunggu!"
Lina merasa seperti narapidana yang digiring menuju tiang gantungan.
Perjalanan menyusuri koridor mewah di lantai 50 itu terasa seperti selamanya. Setiap langkah di atas lantai marmer yang mengilap terasa berat. Kantor CEO itu memiliki pintu ganda dari kayu mahoni gelap yang menjulang tinggi, membuatnya merasa semakin kecil.
Bu Sandra mengetuk pelan.
"Masuk."
Suara itu datang dari dalam, teredam tapi tetap menusuk.
LANTAS, Bu Sandra membuka pintu dan dengan cepat mendorong Lina masuk. "Presdir, ini Nona Anastasya." Lalu, secepat kilat, Bu Sandra menutup pintu, meninggalkan Lina sendirian di dalam kandang singa.
Ruangan itu... sangat besar. Seluruh apartemen studio Lina mungkin bisa muat di dalamnya. Satu dinding seluruhnya terbuat dari kaca, menyuguhkan pemandangan Aurelia City dari ketinggian yang memabukkan. Perabotannya minimalis, mahal, dan dingin. Hitam, abu-abu, dan krom.
Ethan Arsenio berdiri membelakangi pintu, menghadap jendela kaca raksasa itu. Ia telah melepas jasnya yang ternoda, menggantungnya sembarangan di sandaran sofa kulit. Kemeja putihnya juga basah di beberapa bagian, menempel di punggungnya yang bidang.
Keheningan itu menyesakkan. Lina hanya bisa berdiri kaku di dekat pintu.
Akhirnya, Ethan berbalik.
Wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya... matanya seolah bisa melihat menembus jiwa Lina.
"Lina Anastasya," ulangnya lagi. Kali ini bukan pertanyaan. "Umur 23. Lulusan Universitas Negeri Aurelia. Departemen Administrasi Umum."
Lina terkejut. "A-anda... tahu?"
"Aku membaca setiap resume karyawan yang masuk ke gedung hidupku," desisnya. Ia berjalan pelan ke meja kerjanya yang masif, lalu duduk di kursi kulitnya yang seperti singgasana. Ia menatap Lina lekat-lekat.
"Kau pikir kau akan dipecat," katanya.
Lina menelan ludah. "Saya... saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Tuan Arsenio. Saya akan bekerja tanpa dibayar untuk mengganti rugi jas..."
"Diam."
Lina langsung terdiam, bibirnya terkatup rapat.
Ethan mencondongkan tubuhnya ke depan, kedua tangannya terkepal di atas meja. "Aku tidak akan memecatmu."
Secercah harapan mekar di dada Lina. "Be-benarkah?"
"Karena," lanjut Ethan, matanya menyipit berbahaya, "memecatmu terlalu mudah. Itu adalah sebuah kemewahan yang tidak pantas kau dapatkan setelah apa yang kau lakukan."
Harapan itu langsung mati.
"Saya... saya tidak mengerti."
"Kau diterima di Departemen Administrasi Umum di lantai 15," kata Ethan, suaranya datar. "Lupakan itu. Penempatanmu diubah."
Lina mengerutkan kening. "Diubah... ke mana?"
Ethan tersenyum tipis. Tapi senyum itu tidak mencapai matanya. Senyum itu lebih menakutkan daripada amarahnya.
"Ke sini," katanya. "Lantai 50. Kau akan menjadi asisten pribadiku."
Mata Lina terbelalak. Asisten pribadi CEO? Itu lompatan karier yang mustahil. "Ta-tapi Tuan! Saya tidak punya kualifikasi! Saya tidak—"
"Aku tidak butuh kualifikasimu," potong Ethan, nadanya final. "Aku butuh kau berada di tempat yang bisa kuawasi setiap detiknya."
Dia menunjuk ke sudut ruangan, dekat pintu masuk. Di sana ada sebuah meja kecil yang tampak menyedihkan, nyaris seperti meja resepsionis sementara, tanpa komputer, hanya telepon interkom.
"Itu mejamu."
Lina menatap meja itu, lalu kembali menatap Ethan. Ini bukan promosi. Ini adalah penjara.
"Tugas pertamamu," kata Ethan, bersandar di kursinya. "Ambilkan aku kopi baru."
Ia berhenti sejenak, matanya berkilat dingin.
"Dan pastikan. Kali ini. Tidak tumpah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments