“Tunggu apalagi! Arak mereka! Seret ke tanah lapang!” Juned paling semangat berkoar-koar sambil mengangkat tinggi obornya.
“Lainnya! Siapkan minyak tanah! Cepat!” teriaknya lagi.
“Astaga Padmini!” Bambang muncul di antara kerumunan massa. Netranya membasah, dadanya kembang kempis. “Aku tak menyangka bila moralmu rusak sudah! Kurang ku apa, Padmi?! Tega kau nodai ikatan suci pernikahan kita!”
“Tanah kuburan orang tua mu masihlah basah, bahkan taburan kembang pun belum layu, tapi di sini! Saat ini, kau malah berbuat zina! Mencoreng nama baik mereka, melempar kotoran tepat di wajahku yang berstatus suamimu! Tega kau Padmini!” Pria berkaos oblong itu meraup kasar wajahnya sendiri seperti orang frustasi.
“Dasar tak punya malu! Sudah seperti hewan saja kalian!”
“Tunggu apalagi! Gelandang mereka sekarang juga!”
Seruan geram bercampur amarah menggema.
“Kalian sudah termakan fitnah! Aku dan Padmini, tak tahu mengapa bisa berada disini! Kami dijebak, sewaktu tadi diriku_”
“Cukup Rahardi! Percuma kau mau menyanggah, berkelit! Bukti sudah ada didepan mata. Hanya orang dungu yang masih mau mempercayai kata-kata pria bejat macam dirimu! Cuih!” Wandi meludahi wajah pria yang menahan amarah.
“Jahat kau, Paman! Kalian tak bisa mengarak kami tanpa terlebih dahulu memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan!” Padmini mulai sadar, fakta menyakitkan ini bagaikan ribuan jarum menusuk hatinya.
“Halla! Jangan banyak cakap! Cepat seret mereka!” Juned kembali memprovokasi.
Dua orang wanita muda menarik kasar lengan Padmini yang masih bersimpuh. Tanpa hati menjambak rambut panjangnya sampai Kepalanya mendongak.
Cih!
Buih air ludah membasahi pipi si gadis. “Inilah wajah aslimu, Lonte! Dulu para pemuda begitu menggilaimu, menyanjung setinggi langit. Menjadikan dirimu kriteria ideal seorang istri – ternyata kau lebih murahan daripada harga garam dapur!”
“Kalian akan menyesal memperlakukan aku layaknya kotoran!” Padmini menggeram, hilang sudah rasa simpatinya kala diperlukan hina.
“Ha ha ha … kalian dengar 'kan? Si Sundal ini hendak mengancam. Luar biasa sangat perangainya!” Tarikan rambut dikuatkan, tubuh Padmini didorong kuat. “Jalan kau, Jalang!”
“Berdiri kau, Bedebah!”
Rahardi pun ditarik oleh tiga pemuda. Didorong-dorong sampai nyaris tersungkur.
Caci maki, jambakan, pukulan di kepala, cubitan menyakitkan di kulit memenuhi tubuh Padmini dan juga Rahardi.
Para warga berjumlah lebih dari seratus orang, berteriak! Melontarkan kata-kata tidak manusiawi. Menuduh tanpa bukti lebih akurat, mempercayai apa yang terlihat.
Suara kentongan saling bersahutan-sahutan. Seruan bertambah kencang. Juned dan beberapa pemuda berteriak membahana.
“Wahai warga kampung Hulu! Jangan kau tiru pasangan mesum ini! Kelakuan mereka mengotori wilayah kita! Bahkan belum ada dua puluh empat jam orang tua mereka meninggal, tapi sudah melepaskan syahwat di selep padi!”
Kedua tangan Padmini dibekuk di belakang punggung oleh seorang pemuda. Saat lainnya sibuk meneriaki, sosok paruh baya main mata dengan si pria. Kemudian dia mendekat lalu meremas bokong sekal tertutup kain jarik.
Sang pemuda pun mengambil kesempatan dalam kesempitan. Memasukkan sebelah tangannya ke dalam ujung jarik, meraba paha berkulit mulus, kala mau naik lebih ke atas lagi ….
"Setan kalian! Binatang!” Padmini meronta hingga terlepas, tangannya berayun menampar pipi pria berbau tembakau.
Plak!
“Dasar hewan! Kalian meneriaki aku tak bermoral, tapi lihatlah si tua bangka ini melecehkan diriku!”
Rahardi pun memberontak, menerjang pemuda yang menyeringai puas.
Bugh!
“Kau apakan kekasihku, Bangsat?!” Tinjunya mengenai rahang, netra Rahardi memerah diliputi amarah.
Dua lawan seratus tentulah kalah telak.
Bambang menendang dada pria yang masih berusaha memukul si pemuda. “Hajar dia! Jangan kasih ampun! Dirinya sedang membuat skenario murahan agar kita terkecoh!”
“Jangan!” Padmini maju, langsung dihalangi beberapa wanita. “Kang Adi!”
Jeritan pilu itu bagaikan angin lalu, tangannya dipukul kala mencoba menggapai pria terkapar dan masih terus ditendang.
“Cukup! Berhenti!”
Seruan suara bak toa melengking dan menghentikan aksi brutal.
Rahardi meludah darah, wajahnya kotor akibat pijakan telapak sandal, dan kaki tak beralas, kaosnya berubah warna. Dengan sisa tenaga ia berusaha berdiri, masih sempat menyuguhkan senyum menenangkan agar Padmini berhenti menjerit-jerit.
Bukannya berhenti, Padmini bertambah histeris mendapati mulut kekasihnya berdarah, air liur bercampur tanah dan darah. Jarak mereka terhalang empat langkah kaki orang dewasa.
“Kita punya Tuhan, mengapa kalian berkelakuan bak orang tak beriman?!” Pak ustadz datang menghadang bersama istrinya.
Wanita berkerudung lebar, bernama Halimah, cepat-cepat menghampiri Padmini, mengalungkan selendang lebar menutupi bahu terbuka yang kemejanya dibuang entah oleh siapa. “Yang sabar ya, Nak. Kebenaran pasti menemukan jalannya.”
Kemudian dia menoleh ke dua wanita menarik tangan Padmini. “Kalian wanita, terlahir dari rahim wanita bergelar ibu. Namun mengapa begitu tega mempermalukan sesama kaum mu, mempertontonkan auratnya menjadi santapan mata para pria, hah?!”
Kedua perempuan tadi bergeming, tangan mereka otomatis terlepas dari lengan Padmini.
“Berdasarkan apa kalian memperlakukan dua anak manusia ini dengan sangat keji?!”
Tak ada yang berani menjawab, mereka sangat menghormati pak ustadz.
“Mereka baru saja kehilangan orang tua, bahkan Rahardi sedari umur lima tahun sudah tidak memiliki ibu. Tanpa ampun kalian pukul, pijak, tendang dirinya? Hebat betul ya tipu daya Setan. Dalam sekejap mata bisa menyihir warga beriman langsung berkelakuan tak jauh berbeda daripada dia!” gelegar suara pak ustadz, menghantarkan getar rasa takut.
Tentu hal itu membuat para dalang pembuat kekacauan menatap tak suka.
“Dan kalian lihat wanita itu?!” Bu Halimah menunjuk pada Padmini. “Semasa orang tuanya hidup, saya menjadi saksi, berani mempertanggungjawabkannya suatu hari nanti – Padmini, tak sekalipun kedapatan mengenakan busana terbuka. Pakaiannya selalu tertutup meskipun tidak berhijab. Pada malam ini, kalian telah melakukan dosa besar, mempermalukan dirinya. Tak memberikan kesempatan kepadanya untuk menutupi tubuh secara sempurna!”
"Itu karena ulahnya sendiri!” Nisda membelah barisan wanita, berdiri didepan lainnya. Dia adalah ibu tirinya Rahardi, ibunya Rinda.
"Kampung kita memiliki peraturan ketat tentang hukuman bagi pasangan berbuat zina, dan mereka telah melakukan perbuatan laknat itu. Sudah sepantasnya dihukum adat 'kan?” tanyanya dengan nada menantang, gesture pongah.
Istrinya pak ustadz Daud – maju. Berdiri di antara dua insan menahan sakit pada sekujur tubuh. “Berduaan bukan berarti telah berbuat tak senonoh, kan? Bisa jadi mereka dijebak. Seharusnya sebagai seorang dukun beranak, bu Nisda bisa melakukan pemeriksaan lebih mendalam. Bila orang sehabis bercinta, pasti meninggalkan bekas. Apa salah satu diantara kalian telah mendapati bukti itu?”
Pernyataan bu Halimah, menghantam kesadaran beberapa orang. Mereka hanya ikut-ikutan, tak berpikir sampai sedalam itu.
Sumi maju, berdiri di sebelah Nisda, temannya. “Demi nama kedua orang tua Padmini! Izinkan saya memberikan bukti nyata bukan sekedar omong kosong!”
Massa menahan napas, pengakuan ini sangatlah penting demi menyelamatkan mereka dari rasa bersalah kalau seandainya Padmini dan juga Rahardi tidak terbukti telah melakukan perzinahan.
“Di dalam lemari pakaian keponakan saya, Padmini. Ada lebih dari tiga potong celana dalam pria, serta kaos singlet. Kalau tak percaya, periksalah sendiri!” Barang bukti dikeluarkan dari dalam keresek hitam.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
FLA
dih gedek aku pada mereka, ah untung ada pak ustad ma istrinya kalo gak dah gak tau lagi deh
2025-10-29
4
≛⃝⃕|ℙ$꙳Äññå🌻✨༅༄
Anjiirrrr, gini amat mau dapat harta/Cleaver/
2025-10-29
1
🍒⃞⃟🦅Amara☆⃝𝗧ꋬꋊ
Hanya demi harta kekayaan hati nurani tertutup rapat,mata melihat tapi serasa buta,telinga mendengar tapi laksana tuli, lidah yang tak bertulangpun ikut memainkan peran terdiam bisu, hai para warga kampung hulu, belajar menilai orang itu jangan dari sampul mata telanjang kalian.
hasutan tak berbukti kalian jadikan acuan untuk menghakimi insan yang belum tentu salah...
Tangkap sutradara semua lakon ini, jangan terbius oleh kata2 , lihatlah ada maksud dibalik semua ini.
Bambang ,terlalu dini kau berdrama.
ibu tiri dimn mn emang kejam yaa.
Para cecunguk sekongkol untuk menguasai semua kekayaan Padmini ..
Mengorbankan keponakan demi mendulang suksesnya rencana.
2025-10-29
0