Hampir dua jam, Syapala berada di dalam PT Harmonia Citra Abadi. Dia sudah melewati proses wawancara dengan baik.
Posisi yang ditawarkan di perusahaan itu, yakni Staff HRD, Rekruitmen dan Psikotes.
Begitu membaca deskripsi pekerjaannya, matanya langsung berbinar. Di sanalah semua teori yang ia pelajari tentang kepribadian, potensi, dan psikologi kerja bisa ia wujudkan menjadi sesuatu yang nyata.
Wawancaranya berjalan lancar. Syapala menjawab setiap pertanyaan dengan tenang, walau dalam hatinya sempat bergetar ketika pewawancara menyinggung tentang "stabilitas emosional" dalam menangani kandidat.
Ia sempat berpikir, apakah dirinya sudah benar-benar stabil? Tapi ia tersenyum dan menjawab, "Saya percaya, bahkan saya sudah memahami stabilitas emosional dalam diri saya," jawabnya penuh keyakinan. Padahal ironis dengan keadaan hatinya saat ini.
Si pewawancara tersenyum, dia seperti sudah menemukan orang yang cocok yang kemudian dia tarik untuk bergabung di dalam perusahaan itu.
"Hasilnya bisa kamu lihat seminggu lagi via email," seru si pewawancara sembari berdiri. Syapala menyalami tangan pewawancara itu, kemudian dia berpamitan dan membalikan badan, meninggalkan ruangan staff HRD.
Beberapa saat lalu, Syapala bisa melupakan kesedihan dari pengkhianatan kekasihnya bersama dokter Prita. Tapi, setelah keluar dari perusahaan itu, hatinya kembali bergolak. Sedih tiada terkira.
Gojek yang ia tumpangi berhenti di sebuah taman. Syapala sepertinya mencari sebuah tempat yang nyaman dan sepi untuk melepas semua sedihnya. Taman ini baginya tempat yang tepat, untuk menumpahkan perasaan kecewanya.
Semakin ke dalam, taman itu memiliki danau buatan. Danau itu dipenuhi angsa putih yang lalu lalang di atasnya. Mereka berpasangan, bergerombol bahkan ada juga yang sendirian persis dirinya.
Syapala menduduki kursi taman yang terbuat dari bilah kayu. Matanya menatap jauh ke depan danau, tapi yang dia lihat justru bukan danau, melainkan sakit hati yang telah dibuat oleh sang kekasih dan dokter Prita.
"Sakit rasanya. Andai aku bisa membalas semua rasa sakit ini, mungkin hatiku akan merasa lega," gumamnya berat.
Air mata itu kembali turun, di balik kaca mata hitamnya. Isaknya berusaha ia tahan, untung saja di sekitarnya tidak ada orang lain yang berdekatan, sehingga suara isak tangisnya tidak terdengar oleh siapa-siapa.
Beberapa saat kemudian Syapala meraih dompet di dalam tasnya. Dompet itu perlahan dibuka. Tepat pada ruang yang dilapisi plastik bening, ia meraih sebuah foto dan mengeluarkannya.
Ia menatap foto itu lama, foto antara dirinya dan Erlaga. Mereka saling tatap penuh senyum bahagia serta berpegangan tangan.
Air mata kembali menetes lebih deras, bersamaan dengan dirobeknya foto kebersamaan dirinya dengan sang kekasih.
"Aku benci kamu Kak, kamu tega berkhianat. Kalian tega berkhianat di belakangku. Kalian keterlaluan dan jahat," desisnya seraya menghempas sobekan foto itu dan terhempas ke bawah kursi bilah kayu yang didudukinya.
Satu jam kemudian, Syapala bangkit dari tempat itu. Sisa air mata ia seka sampai kering, lalu berjalan dan meninggalkan danau itu.
"Abang masih di luar. Cari angin sejenak bersama kawan leting. Kamu sepertinya tidak sabar ingin segera berjumpa dengan abang tercintamu ini."
"Kau mau kasih kabar bahagia apa? Ceritalah di sini. Buat apa ditunda-tunda. Di rumah atau di telpon sama saja. Sampaikan saja," desak pria berkaca mata pada seseorang di balik sambungan telponnya.
Perbincangan itu masih berjalan lancar, sebelum sebuah insiden tiba-tiba terjadi.
"Awwwww, aduhhhh...."
Pria bertubuh tegap itu berhenti, juga menghentikan percakapannya di telpon. Tubuhnya condong ke samping menahan keseimbangan, saat dirinya tiba-tiba tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.
Ringisan seorang gadis muda menghentikan suaranya. Pria berkaca mata bertubuh tegap itu, membetulkan posisi tubuhnya dengan benar. Ia tercengang, saat matanya melihat ternyata dia bertabrakan dengan seorang perempuan muda berhijab trendi juga berkacamata. Kacamatanya sama-sama hitam.
"Dik, mari saya bantu." Pria itu mengulurkan tangan pada Syapala. Tapi, Syapala tidak menggubrisnya. Syapala perlahan bangkit lalu berdiri.
Emosinya kembali tersulut terlebih baru saja ia menumpahkan semua perasaan kecewa akibat sang kekasih, lalu tiba-tiba kini bertabrakan dengan seseorang, membuat suasana hatinya semakin sedih.
"Kalau jalan pakai mata, jangan asik telponan tapi matanya nggak dipakai," ujarnya ketus dan berlalu dari tempat itu, meninggalkan rasa penasaran dalam hati pria tegap berkacamata itu.
"Dik, tunggu," tahannya. Tapi, Syapala tidak menggubris, dia terus berjalan keluar dari taman itu.
Pria itu menatap kepergian Syapala dengan perasaan tidak enak. Sayang sekali, gadis itu sikapnya sangat tidak bersahabat.
"Siapa, Bang. Kenapa diam?"
Suara dari sambungan telpon itu masih menyala. Pria berkaca mata itu baru sadar, kalau telponnya belum dimatikan.
"Barusan abang tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang gadis muda. Tapi, dia segera berlalu dan sangat ketus saat abang meminta maaf," pungkasnya menutup pembicaraan telpon dengan seseorang di sebrang sana.
Pria itu berjalan menuju kursi dari bilah kayu bekas Syapala duduk tadi. Sebelum ia duduki, kedua matanya menangkap sesuatu di bawah maupun di atas bangku bilah kayu itu.
"Seperti sobekan foto. Coba aku iseng sambungkan. Sepertinya perempuan muda tadi sedang patah hati berat," gumamnya menebak.
Pria itu menyambungkan potongan demi potongan foto yang sudah sobek. Untungnya sobekan itu masih tersambung dengan baik, sebab gadis tadi tidak menyobek foto itu dengan potongan kecil.
"Akhirnya tersambung. Bisa dilihat dengan jelas," gumamnya seraya membuka kacamatanya, lalu menatap dengan lekat foto kedua manusia di dalam sobekan foto itu.
Wajah pria tampan yang kini kacamatanya dibuka itu, seketika tercekat. Dia menatap potongan foto yang sudah tersusun rapi itu dengan lekat.
Jepret, potongan foto itu ia abadikan dalam kamera foto, sebelum ia ambil dan disimpan di dalam saku dompetnya. Entah untuk apa dia ambil potongan foto itu.
"Kapten, sudah menemukan tempat yang viewnya bagus rupanya," seru salah satu kawan letingnya yang baru saja tiba di situ. Disusul beberapa kawan lagi. Mereka terlihat senang saat melihat di depan mereka ada danau buatan yang indah.
"Iya, Pot. Viewnya indah dan keren. Kita bisa ambil foto di manapun anggelnya yang kita mau," tukasnya, tapi pikirannya tetap pada gadis muda tadi.
Pria tampan bertubuh tegap yang disebut Kapten tadi, tidak menunda lagi untuk segera pergi setelah berhasil mengabadikan foto bersama kawan-kawan letingnya. Mereka sengaja berfoto-foto dulu, sebelum sebagian dari mereka kembali ke tempat dinasnya masing-masing pasca kepulangan mereka dari luar negara sebagai pasukan perdamaian.
"Aku harus segera pergi. Ada hal yang harus aku selesaikan," ujarnya berpamitan dan berlalu.
Kawan-kawannya tidak menahan, mereka menatap kepergian pria itu tanpa protes.
Pria itu berjalan dengan cepat, seperti tidak ingin kehilangan jejak gadis muda di dalam foto.
"Aku harus bisa menemuinya, dan meminta penjelasannya," gumamnya seraya mempercepat langkah kakinya.
Berhasil nggak ya, pria itu menyusul Syapala? Lalu siapa sebenarnya pria itu? Tunggu lanjutannya besok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Mommy An
di lanjut thor, aku suka ceritanya up yg banyak ya😄💪
2025-10-23
2
Sri Astuti Rusli
seperti nya Arkala dan Erlaga... kakak beradik... lanjut Thor
2025-10-23
2
Ayudya
jangan arkala satu leting dengan erlanga
2025-10-23
2