HARUSKAH MELULUHKAN HATINYA?

Menjadi Felya ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Apalagi dirinya terbiasa menjadi primadona sekolah di kehidupan nyatanya. Tapi sekarang, di dunia novel ini Felya mengalami perubahan 180 derajat. Penampilan yang jauh dari kata cantik, dibully orang-orang, dan dipandang sebagai orang jahat. Tak ada teman, apalagi pacar.

Pelajaran keempat kelas XI IPS 2 giliran olahraga. Beberapa siswi memutuskan berganti pakaian di kelas dan sebagian lagi di toilet. Felya memutuskan untuk ganti pakaian di toilet. Sesampai di toilet, beberapa pasang mata memperhatikannya. Siswi-siswi di kelasnya sama saja, mereka menatap sinis Felya. Bahkan mereka buru-buru menyelesaikan kegiatan mereka berganti pakaian dan pergi dari sana. Saking tak ingin satu ruangan bersama.

"Bodo amatlah. Emang gue pikirin." Felya mengeluarkan baju olahraganya dari tas kain. Mulutnya mengangga lebar melihat baju olahraga yang benar-benar lebar."Ini mah tiga kali ukuran badan gue dulu. Si Felya makan apa sih jadi segendut ini," dumel Felya seraya memperhatikan dirinya dan baju itu di depan cermin. "Tuh, kan. Lebar banget sih lo, Felya."

Pada saat itu seorang siswi keluar dari salah satu bilik. Ia menatap heran Felya yang berbicara sendiri seolah-olah dirinya bukanlah dirinya yang asli.

"Kenapa lo, Fel? Masa menghina diri sendiri. Biasanya juga ngehina Citra," sindir siswi itu sambil membasuh tangannya di wastafel.

"Ya suka-suka gue dong. Ini hidup gue, hak gue. Gue mau ngomong sama siapa aja ya terserah gue," sahut Felya. Ia acuh tak acuh dengan omongan siswi itu sambil berganti pakaian.

"Iya juga sih, itu hal lo. Jadi orang gila juga hak lo kok. Paling kalau parah banget ditendang dari sekolah ini," sahut siswi itu sekali lagi membuat Felya geram. Tanpa rasa bersalah ia berjalan meninggalkan toilet.

Di lapangan besar SMA Prima Bangsa sedang berlangsung jam olahraga dua kelas sekaligus. Kelas XI IPS 2 yakni kelas Felya dan kelas XI IPA 1 yang ditempati oleh Citra. Biasanya ada saja ulah Felya untuk mengganggu Citra, tetapi kali ini Felya fokus pada dirinya sendiri. Citra yang sedang bermain basket dengan teman-temannya menoleh ke arah Felya yang serius berlari mengelilingi lapangan bersama teman-teman satu sekolahnya.

"Kok tumben si Felya nggak ganggu kamu ya, Cit?" tanya teman Citra, namanya Rani.

Citra duduk di kursi panjang sambil mengikat sepatunya. "Nggak tau deh. Mungkin karena sekarang dia udah sadar. Selain di skors seminggu, dia juga diusir sama papa dari rumah."

"Eh, serius sampai diusir dari rumah?"

Citra mengangguk tak senang. "Tapi aku nggak seneng soal itu. Malah aku ngerasa bersalah jadinya. Kasihan kan dia tinggal sendirian di kostan. Mana dia nggak punya ibu lagi. Aku kalau di posisi dia bakalan nangis banget pasti."

"Ya biarinlah. Syukurin tuh orang. Jahat sih, jadi wajar aja dia diperlakukan kayak gitu. Masih untung bisa tinggal di kostan, nggak di jalanan jadi gelandangan," cibir Rani.

"Ssstt ... nggak boleh gitu ah. Gimanapun Felya saudara tiri aku. Aku malah sering kasihan liat dia. Selain dimanfaatkan sama geng Sweet Pink, dia juga sering diomongin anak-anak yang lain. Dihina, dimaki juga. Walau nggak di hadapan muka dia sih."

"Kamu tuh terlalu baik, Cit. Masa sama orang yang jahat kayak gitu sih. Tapi bagus deh kalau dia sekarang nggak ganggu kamu lagi. Jadi kamu tuh tenang sekolah di sini, nggak khawatir dia nyamperin kamu," ujar Rani. "Eh, main lagi yuk!"

"Ayuk!"

Di sebelah sana, Felya duduk di bawah pohon dengan napas yang tak teratur. Peluh membanjiri wajah hingga lehernya. Felya sengaja berlari dengan serius, hitung-hitung membakar sedikit kadar lemak di tubuhnya meski sebenarnya tak berarti apa-apa.

Tak sengaja tatapannya tertuju ke arah Sendrio yang sedang membawa banyak tumpukan buku seorang diri. Felya tiba-tiba teringat soal misi penting dari sistem untuk meluluhkan hati cowok itu.

"Ck, harus gitu gue carmuk ke dia? Tapi kalau gue nggak nurutin permintaan sistem, gue nggak bisa dapetin badan yang langsing dong. Capek banget bawa badan gendut ini ke mana-mana. Tapi ini meluluhkan dalam artian apa, ya? Jatuh cinta, gitu?"

Felya berdecak kesal, kelamaan mikir Sendrio akan menghilang dari pandangan matanya. Tak ingin membuang waktu, Felya bangkit dari posisinya untuk mengejar cowok itu di koridor. Tak peduli dengan respons cowok itu, Felya hanya ingin berusaha untuk mendapatkan hadiah dari sistem.

"Eh, gue bantuin mau, nggak?" tanya Felya berjalan mengimbangi Sendrio.

Sendrio merotasikan matanya malas."Nggak usah," sahutnya jutek.

"Gapapa kali. Gue bantu lo cuma emang mau bantu, nggak ada maksud lain kok. Sini gue bantuin!" Felya berusaha mengambil alih buku yang dibawa oleh Sendrio, tetapi cowok itu menghindarinya.

"Gue bisa sendiri, Felya. Mending lo lanjutin deh olahraga lo!"

Tiba-tiba Citra dan Rani berjalan ke arah mereka. Sendrio yang melihat Citra pun bersenyum senang, begitu juga dengan Citra. Felya memperhatikan bagaimana gelagat keduanya yang persis seperti orang yang sedang jatuh cinta. Kalau begini konsepnya, Felya bisa apa? Apa-apa kebanting sama Citra. Cantiknya, lembutnya, badannya, dan baik hatinya juga menang Citra ke mana-mana.

"Citra, kamu mau ke mana?"

"Aku temenin Rani ke kantin nih, Sen," sahut Citra.

"Eh, kayaknya aku ke kantinnya sendiri aja deh, Cit. Beli minum doang kok. Dah ya aku duluan!" Rani langsung melarikan diri dari sana.

Tersisa mereka bertiga di tengah koridor itu. Felya mengepalkan tangannya karena posisinya sekarang benar-benar memalukan. Menjadi satu-satunya antagonis di antara dua protagonis yang sedang jatuh cinta.

"Sendrio, beneran gue cuma mau bantu bawain buku lo doang. Kebanyakan gitu ntar jatuh, bukanya rusak lagi," ucap Felya mencoba membujuk kembali.

Sendrio sama sekali tak menanggapi ucapan Felya, fokusnya malah pada Citra yang berdiri di hadapannya. "Cit, mau bawa buku ini bareng-bareng ke ruang guru, nggak? Tadi Bu Tania minta bawain buku ini dari perpustakaan."

"Boleh kok. Sini aku bantuin," sahut Citra lembut sambil mengambil beberapa buku yang dibawa oleh Sendrio.

"HEH! Cowok songong! Lo denger nggak sih gue nawarin bantuan? Emang dari dulu songong lo, ya. Guenya aja nggak bloon mau-maunya jadian sama cowok nggak bermutu kayak lo. Kayak nggak ada cowok lain aja. Padahal masih banyak cowok yang suka sama gue!" ketus Felya tak tahan lagi dengan sikap Sendrio yang dalam penglihatannya malah sosok Randy mantan pacarnya dulu.

Sendrio memasang tampang mengejek. "Eh, lo tuh cewek sinting, Sejak kapan gue pernah pacaran sama lo? Kecuali gue udah ilang akal, baru deh gue mungkin mau jadi pacar lo. Terus lo bilang banyak cowok yang suka sama lo? Tunjukin yang mana aja orangnya? Gue jadi penasaran siapa aja yang suka sama cewek modelan kayak lo?"

Citra meraih lengan Sendrio berniat untuk menegurnya. "Udah, Sen. Jangan ngomong kayak gitu."

"Emang bener, Cit. Dia itu kebanyakan halu. Mana sering jahatin kamu."

"Ya udah jangan diterusin. Ayo katanya mau bawa buku ke ruang guru. Ayo!" Citra segera menarik lengan Sendrio agar tak lagi melanjutkan hinaannya pada Felya yang terdiam memendam rasa kesal yang membara.

DING

[Kamu mengalami kegagalan pertama dalam misimu. Hukuman yang akan kamu dapatkan adalah jerawatmu akan kembali seperti semua.]

"APA?!" teriak Felya sambil meraba wajahnya yang kembali bergerindil. Felya nyaris berteriak frustrasi saking kesalnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!