BAB 2

     Besok paginya, Arion mulai bangun dari tidurnya, otot otot nya terasa pegal, dia langsung bergegas untuk mandi, Arion mandi air dingin, membiarkan aliran air membilas sisa-sisa darah dan hawa panas dari tubuhnya, Di bawah shower, ia memejamkan mata ingatannya kembali ke tatapan misterius wanita di lorong aula semalam, Ia tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu yang mengusik hatinya, Sesuatu yang berbeda.

     Setelah mandi, Arion berpakaian santai dengan kaos hitam polos dan jeans robek, namun aura maskulinnya tetap tak tertutupi. Ia keluar kamar, menemukan Kenzie sudah duduk di sofa ruang tamu apartemen Arion.

     "Pagi jagoan" sapa Kenzie sambil menyesap kopi hitamnya. "Sudah dapat laporan dari koleksimu semalam?"

     Arion hanya mengangkat bahu. "Mereka baik-baik saja" Ia mengambil kopi hitamnya sendiri. "Bagaimana situasi di kampus?"

     "Kacau, Polisi sempat datang, tapi tidak ada saksi yang mau bicara, Pihak dekanat menutup kasusnya, menyebutnya perkelahian kecil antar mahasiswa mabuk. Tapi semua tahu itu omong kosong" Kenzie berhenti sejenak "Rex jelas tidak terima, Rey patah hidung, dan ada tiga anak buahnya yang gegar otak ringan."

      "Dia yang memulainya" sahut Arion dingin.

     "Aku tahu, Tapi ini akan memicu sesuatu yang lebih besar Dion, Aku merasakannya" Kenzie memperingatkan.

      "Aku juga sudah membereskan semua jejak, Rekaman CCTV di aula semalam entah kenapa error, tapi jangan khawatir"

     Arion hanya mengangguk, Kenzie selalu bisa diandalkan.

     "Bagaimana dengan mereka?" Arion bertanya, merujuk pada Clarissa dan Tania.

     "Mereka shock, tapi juga terkesan. Kau tahu gaya mereka, Aku sudah memastikan mereka aman kembali ke asrama mereka"

     "Bagus" Arion lalu bertanya "Kenzie, semalam saat kita keluar dari aula, kau melihat seorang wanita di lorong?"

     Kenzie mengernyitkan dahi, mencoba mengingat. "Lorong? Di luar aula? Banyak orang yang mencoba keluar Dion, Wanita seperti apa?"

     "Sendiri, Rambut hitam panjang, Menatap lurus ke arah kita, Tidak ada rasa takut." Arion mencoba menjelaskan.

     Kenzie menggeleng "Tidak, aku fokus memastikan tidak ada yang melihat kita, Kenapa? Kau tertarik dengan seorang gadis bahkan setelah insiden semalam?" Ada nada menggoda dalam suaranya.

     Arion tak menjawab, hanya meneguk kopinya, Sosok itu terus mengganggu pikirannya.

     Arion memutuskan untuk pergi ke kampus, Bukan untuk kuliah tapi untuk mengamati. Ia berjalan santai melewati koridor menyerap suasana pagi. Mahasiswa-mahasiswa yang tadi malam berpesta kini terlihat kelelahan, beberapa bahkan masih teler.

     Saat Arion berjalan melewati taman kampus, ia melihat sekilas sosok yang familiar Di bawah pohon beringin tua, seorang wanita sedang duduk di bangku, tangannya sibuk menggores-gores di atas buku sketsa, Rambut hitam panjangnya, postur tubuhnya yang ramping, aura sendirinya.

     "itu dia" Wanita dengan tatapan tanpa rasa takut semalam.

     Arion mendekat perlahan, Dari jarak yang cukup dekat, ia bisa melihat bahwa Luna sedang menggambar, Sketsa-sketsa yang berserakan di sekitar bangkunya bukan sembarang gambar, Itu adalah sketsa-sketsa kejadian semalam, siluet-siluet perkelahian, ekspresi panik mahasiswa, bahkan beberapa wajah yang ia kenali, Mata Arion terpaku pada satu sketsa, siluet Arion sendiri sedang memukul Rey. Gambarnya terlihat hidup, menangkap emosi dan energi pertarungan itu dengan sempurna.

     Luna berbalik, merasakan kehadiran Arion. Mata gelapnya menatap Arion tanpa ekspresi, tanpa takut, Tidak ada perubahan di wajahnya.

     "Kau menggambar?" Arion bertanya, suaranya lebih lembut dari biasanya.

     Luna hanya mengangguk, tanpa memutus kontak mata.

     "Kau ada di sana semalam?" Arion melanjutkan.

     "Aku selalu ada" Suaranya rendah, serak, namun jelas. "Aku di mana pun ada yang perlu digambar."

     Arion terdiam, Jawaban Luna entah kenapa membuatnya penasaran, bukan malah membuatnya jengah seperti wanita lain

     "Kau tidak takut?"

     "Takut pada apa?" Luna bertanya balik, tatapannya sedikit menantang "Pada pukulan? Darah? Itu semua hanya bagian dari cerita yang sudah terjadi, Aku hanya mengamati, Dan aku menggambar apa yang aku lihat"

     Arion melangkah lebih dekat, menatap langsung ke mata Luna. "Kau sangat berbakat, Kau menangkap lebih dari sekadar gambar."

     "Terima kasih." Luna kembali pada sketsanya, namun kali ini ia tidak sepenuhnya mengabaikan Arion, Ada jeda singkat, seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu.

     Arion mengeluarkan ponselnya. "Aku Arion. Siapa namamu?"

     "Luna," jawabnya singkat, sambil menyerahkan nomornya.

     Arion menyeringai. "Senang bertemu denganmu Luna. Mungkin lain kali, aku bisa menjadi modelmu. Tapi aku jamin, ceritaku lebih dari sekadar perkelahian."

     Luna akhirnya menghentikan goresannya, mendongak, dan menatap Arion dengan senyum tipis yang pertama kali Arion lihat. Senyum itu tidak genit, tidak memancing, hanya sebuah kurva kecil di bibirnya yang penuh misteri.

     "Mungkin, Tapi ceritamu terlalu banyak darah dan tidak cukup keindahan, Aku tidak melukis kekacauan, Aku melukis jiwa di baliknya." Luna menatap Arion lagi, tatapannya lebih dalam.

     "Aku melihat jiwamu di balik pukulan-pukulan itu Arion"

     Arion merasakan sentakan, sentakan yang jauh lebih kuat dari pukulan apapun, Wanita ini benar-benar menundukkanya.

     Ia melangkah lebih dekat, mengambil tangan Luna, Ia membelai perlahan punggung tangan Luna, Sentuhannya lembut, tidak menuntut, namun jelas ada gairah yang mengalir. Arion bisa merasakan denyut nadi Luna yang sedikit lebih cepat.

     "Aku tahu aku bukan pria baik-baik Luna. Tapi ada hal-hal yang tidak kukira bisa kulihat, sampai aku melihatnya melalui matamu."

     "Aku ingin kau melihatku Apa adanya."

     Itu seperti janji yang di ucapkan Arion, seakan akan dia bukan dirinya yang sebenarnya, Luna hanya mengangguk seakan langsung luluh karna perasaan nya yang ternyata sudah ada lama pada Arion, walau mereka baru saja bertemu langsung.

     ini memang gaya Arion yang langsung blak blakkan ketika menginginkan sesuatu, tapi kali ini dia merasa Luna bukan seperti wanita yang dia permainkan sebelum nya, ada rasa lain di hatinya.

     Luna memejamkan mata sesaat, luluh oleh sentuhan Arion yang tak terduga. Nafasnya tercekat, Ini bukan Arion yang ia dengar, bukan Arion yang ia gambar. Ini adalah Arion yang rapuh, atau setidaknya, Arion yang berusaha menunjukkan kerentanan.

     Dalam hati Luna ada sebuah perasaan yang sudah lama terpendam, Ia sudah menyukai Arion sejak lama, sejak Arion pertama kali masuk kampus dengan auranya yang mendominasi, Namun ia selalu membenci gaya Arion yang playboy, yang memperlakukan wanita seperti barang. Kini sentuhan ini, kata-kata ini, seperti langsung meruntuhkan dinding pertahanannya.

     Luna membuka matanya, menatap Arion dengan tatapan yang lebih lembut.

     "Aku selalu melihatmu Arion, Dari dulu, Tapi aku tidak menyukai apa yang aku lihat." Ada jeda yang berat. "Sampai sekarang"

     Mereka duduk lama di situ, berbincang seakan mereka adalah kenalan yang sudah lama sudah akrab, padahal mereka baru saja bertemu hari ini, tapi Luna sudah mengetahui Arion sejak lama.

     Tiba tiba ponsel Arion berdering, Nama Clarissa muncul di layar, Arion melirik Luna, yang hanya mengangkat alisnya seolah berkata "Aku sudah tahu."

     Arion berdehem. "Aku harus pergi, Tapi, sampai jumpa lagi Luna."

     Luna hanya mengangguk, tatapannya kembali pada Arion "Aku tahu" Ada nada kecewa dalam suaranya bercampur dengan pengertian.

     Arion bertemu Clarissa dan Tania di kafe kampus, Mereka terlihat jauh lebih tenang, dan tentu saja lebih genit.

     "Arion, Kami sangat khawatir" Clarissa langsung memeluk Arion erat Tania juga ikut memeluk menempelkan tubuhnya pada Arion.

     "Aku baik-baik saja" Arion berkata, membalas pelukan mereka dengan senyum "Kalian bagaimana?"

     "Kami takut sekali, Tapi kau, kau sangat hebat semalam Arion" Tania berbisik, matanya berkaca-kaca memuja.

     Clarissa mengangguk setuju. "Ya kau seperti pahlawan yang melindungi kami. Kami bangga menjadi anak-anak ayam mu."

     Arion tertawa, Ia menyukai perasaan ini, Menguasai, melindungi, dan menjadi pusat perhatian, Itu adalah zona nyamannya.

     Ia menghabiskan waktu dengan mereka, meladeni godaan mereka, dan menikmati perhatian yang ia dapat, Sentuhan-sentuhan genit di bawah meja, tatapan-tatapan menggoda yang menjanjikan lebih dari sekadar pertemanan, Arion membalasnya dengan senyuman dan janji-janji tersirat, tahu persis bagaimana cara memanipulasi keinginan wanita.

......................

     Malam harinya, di bar eksklusif di luar kampus, Arion dan Kenzie bertemu dengan beberapa anggota Garuda lainnya, Suasana riuh, kemenangan semalam dirayakan. Namun obrolan mereka tiba-tiba terhenti ketika seorang wanita berambut merah menyala, dengan pakaian minim dan tatapan tajam melangkah masuk.

     VIOLET (20 mahasiswa Psikologi, mantan kekasih Arion saat SMA, sangat cantik, manipulatif, dan posesif).

     Violet melangkah langsung ke meja Arion, mengabaikan semua mata yang memandang.

     "Arion Lama tidak bertemu."

     Arion mendesah "Violet Apa maumu?"

     "Aku di sini untuk kuliah, Dan kebetulan, aku mendengar mantan kekasihku yang hebat ini baru saja membuat keributan besar di kampus, Aku tahu kau akan melakukan sesuatu yang bodoh" Violet tersenyum sinis lalu duduk di pangkuan Arion tanpa permisi.

     Violet membelai rahang Arion, matanya menantang

     "Jangan berpura-pura kau tidak merindukanku Arion, Kita tahu bagaimana rasanya saat kita bersama" Arion yang terkejut namun tak menolak, merasakan panas dari sentuhan Violet, Ada sensasi familiar yang menarik dirinya kembali ke masa lalu.

     Kenzie membersihkan tenggorokannya, merasa canggung.

     "Violet bisa kita bicara baik-baik?"

     "Oh Kenzie, Masih saja jadi anjing penjaga Arion" Violet melirik Kenzie jijik.

     "Aku punya urusan dengan Arion"

     "Aku sedang sibuk Violet" Arion berkata, mencoba menjaga jarak, namun tangannya secara naluriah masih melingkari pinggang Violet.

     "Oh ya? Dengan siapa? Gadis-gadis SMA yang kau mainkan semalam?" Violet tertawa sinis

     "Aku tahu semua tentangmu Arion, Dan kau tahu, tidak ada yang bisa memuaskanmu seperti aku"

     Violet langsung mencium Arion di depan semua orang, ciuman yang dalam dan penuh gairah, menunjukkan kepemilikannya, tentu saja Arion merespons ciuman itu, meski dalam hatinya ada konflik, Ia masih tertarik pada Violet, pada energi liar yang wanita itu bawa.

     Ketika ciuman itu berakhir, Arion menatap Violet dengan campuran amarah dan gairah.

     "Ini tidak akan berhasil Violet."

     "Kita lihat saja"

Violet tersenyum misterius lalu beranjak dari pangkuan Arion, meninggalkan jejak lipstik merah di bibirnya, Ia melambaikan tangannya sebelum pergi.

     Arion hanya menyeka sisa lipstik dari bibirnya, matanya gelap, Konflik baru telah dimulai, Pertarungan yang lebih rumit, bukan hanya dengan geng rival, tapi juga dengan dirinya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!