4. Kesalahan yang Disukai.

"Bolehkah aku..."

Sebelum Dean berhasil menyelesaikan kalimatnya, Angelika mendekat setengah langkah. Tangannya terangkat, menyentuh dada Dean tempat napasnya kini naik turun lebih cepat dari normal, lalu mendongakkan kepala yang membuat tatapan mereka bertemu.

"Kamu boleh," Angelika berbisik pelan, bisikan yang mampu menghilangkan setengah dari kesadaran yang Dean miliki.

"Tapi... jangan tergesa-gesa"

Dean menggerakkan tangannya, menyentuh pipi Angelika dengan gerakan hati-hati, menyapukan ibu jarinya di bibir Angelika, lalu mendekatkan wajah. Akan tetapi, ia tidak segera menyentuh bibir wanita itu, hanya membiarkan jarak diantara mereka begitu tipis sampai napas mereka saling beradu seolah memberi waktu.

Dan ketika bibir mereka bersentuhan, itu bukan ciuman penuh nafsu, melainkan perlahan seolah ingin menyelami sesuatu yang lebih dalam, tentang apa yang mereka rasakan lebih dalam dari bahasa tubuh.

Ciuman itu panas, tetapi tidak terburu-buru. Bibir mereka bermain, lidah mereka saling membelit, saling mengukur, dan saling mengenal, sampai Dean menarik diri dengan napas tidak teratur, menghentikan ciuman mereka dengan menyatukan dahi mereka.

"Kita bisa berhenti sekarang," bisik Dean.

Angelika membuka mata yang entah sejak kapan mulai terpejam, menatap lekat wajah pria yang baru saja ia kenal, tetapi mampu menempati ruang di hatinya.

"Tapi aku tidak ingin berhenti," jawab Angelika.

Dean menarik napas dalam. "Apakah kamu yakin?"

Angelika tidak memberikan jawaban, tetapi ia menahan pria itu ketika Dean akan menjauh. Rooftop itu tetap sepi, hanya hembusan angin malam serta detak jantung mereka yang terdengar.

Dean kembali kembali menyentuh wajah Angelika, menyusuri garis rahang wanita itu, terus turun ke leher, lalu tersenyum tipis. Dengan gerakan pelan tapi pasti, Dean meraih tangan Angelika, mengecup lembut punggung tangan itu, sedang satu tangannya yang lain ia lingkarkan ke bahu Angelika, menuntun wanita itu untuk pergi meninggalkan rooftop.

"Apartemenku tak jauh dari sini," ucap Dean pelan.

Angelika menoleh sesaat, pandangan mereka bertemu, lalu mengangguk dengan senyum memikat terbentuk di bibirnya, membuat gejolak dalam diri Dean kian menggila.

Sikap manis Dean tak berhenti sampai di situ, pria itu membukakan pintu mobil, memastikan wanitanya itu duduk dengan nyaman dan menutupnya perlahan.

Hingga, ketika perjalanan yang memakan waktu lima belas menit itu berakhir, Angelika menatap bangunan apartemen mewah yang menjadi hunian Dean dengan kekaguman. Pria itu menyusupkan tangannya ke punggung Angelika, menuntunnya perlahan menuju unit apartemen miliknya.

"Kamu memiliki selera yang bagus," Angelika berkomentar begitu ia sudah berada di dalam, memunggungi Dean yang baru saja mengunci pintu.

"Kamu menyukainya?" tanya Dean.

Angelika berbalik, berniat untuk memberikan jawaban. Akan tetapi, tangan Dean bergerak lebih cepat menarik tubuh Angelika mendekat, menghabiskan jarak yang ada. Bibir mereka kembali bertemu, tapi kali ini lebih dalam dan... lama. Tangan Angelika bahkan kini sudah melingkar di leher Dean, menarik Dean lebih dekat, memberikan akses lebih banyak bagi pria itu untuk memperdalam ciuman mereka.

Perlahan, Dean menyingkirkan jas yang masih tersampir di bahu Angelika, mendorong wanita itu dengan gerakan terarah hingga mereka berdua mencapai kamar sembari menurunkan resleting pada gaun yang Angelika kenakan.

Angelika sedikit gemetar saat gaun yang ia kenakan meluncur mulus ke bawah akibat ulah Dean, menyisakan kehangatan kulit dan desir napas tertahan. Tubuhnya terdorong pelan, hingga kini ia sudah terbaring di atas tempat tidur dengan Dean di atasnya.

Mereka tidak mengatakan apapun, hanya bahasa tubuh yang berbicara. Pandangan mereka terkunci sesaat, tetapi segera terkikis saat Dean kembali menghilangkan jarak yang ada, mencium bibir manis Angelika tanpa ragu. Waktu seakan melambat saat Dean mencium setiap inci kulit Angelika, meninggalkan jejak hangat dan basah di kulit Angelika yang terbuka.

"Eghh..."

Angelika tak kuasa menahan lenguhan saat bibir hangat Dean memainkan titik sensitifnya, memainkan lidah pada titik yang tepat hingga membuat tubuhnya seakan tersetrum pelan.

"Dean..."

Tubuh Angelika menggelinjang, napasnya tidak teratur dengan bulir keringat terbentuk di kening Angelika. Tubuhnya terasa panas, dan ia ingin panas itu diadamkan saat itu juga.

Wajah Dean terangkat, tersenyum, memandang wajah Angelika yang kini menjadi sedikit berantakan, tetapi terlihat menjadi lebih seksi baginya.

"Aku mulai?" Dean berbisik pelan.

Angelika mengangguk, kembali mendapatkan serangan di bibirnya, hingga ia bisa merasakan sesuatu melesak masuk ke dalam celah di bawah perutnya.

Dean melenguh, merasakan nikmat yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Napas mereka bertaut, desahan tak bisa disembunyikan, dan dan ketika Dean membisikkan nama Angelika di antara tarikan napasnya, wanita itu merasa luar biasa.

Angelika sadar, ia sudah melewati batas, ia tahu itu salah, tapi ia tidak peduli.

.

.

.

Sinar mentari pagi menyusup perlahan melalui celah tirai pintu balkon yang tidak tertutup sempurna. Angelika mengerjapkan mata, mengedarkan pandangan dan melihat hari sudah berganti pagi.

Di sampingnya, Dean masih terlelap dengan bertelanjang dada. Tetapi Angelika tahu, bahwa di balik selimut, pria itu berada dalam kondisi sama seperti dirinya. Polos.

"Haahhh..."

Angelika mendesah pelan, menyisir rambut menggunakan jemarinya, setengah tak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Bukan karena menyesal, ia juga menikmatinya, tetapi karena semua terasa terlalu... alami. Terlalu nyaman untuk sesuatu yang salah.

Drrt... Drrt... Drrt...

Suara getar ponsel membuat Angelika seketika menoleh, menemukan gaun malam yang ia kenakan sebelumnya tergeletak di lantai bersama tas kecil tempat ia menyimpan ponsel, begitu pula dengan pakaian Dean yang bernasib sama.

Satu tangannya terulur meraih kemeja putih milik pria itu, mengenakannya sebelum menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur, membawa ponselnya menjauh dari tempat tidur menuju balkon.

Drrt...

Ponsel Angelika kembali berdering sesaat setelah ponsel itu mati, membuat si pemilik ponsel segera menggeser layar untuk menerima panggilan setelah melihat siapa yang menghubungi dirinya.

Hubby (calling...)

"Hallo..."

Angelika bersuara, sengaja membuat suara serak khas bangun tidur yang tidak akan mengundang rasa curiga bagi seseorang yang menghubunginya.

"Ya Tuhan... Maafkan aku, Sayang. Apakah aku mengganggu tidurmu?"

Angelika tersenyum, suara panik dari suaminya hanya karena kesalahan kecil selalu berhasil membuat dirinya terhibur, dan karena itu jugalah ia masih bertahan dalam ikatan pernikahan bersama pria tampan yang menjadi suaminya.

"Aku baru saja bangun," jawab Angelika meletakkan satu tangannya pada pembatas balkon, membiarkan angin pagi menerpa wajahnya.

"Apakah kamu sudah di kantor?" lanjut Angelika bertanya.

"Aku baru saja menyelesaikan meeting bersama dewan direksi. Aku merindukanmu, itu sebabnya aku menghubungimu," ucapnya lembut.

"Tapi aku lupa dengan perbedaan waktu di sini. Maaf," lanjutnya dengan nada penyesalan.

Angelika terdiam sejenak, memikirkan rencana yang sudah ia susun.

"Aku juga merindukanmu, Sayang," sahut Angelika dengan suara yang sengaja ia buat manis.

"Liburan ini terasa membosankan tanpamu," lanjutnya.

"Kalau begitu, aku akan menyusulmu lusa. Kebetulan pekerjaanku sudah selesai."

"Tidak!" Angelika menjawab cepat. "Kamu tidak perlu menyusulku," larangnya.

"Mengapa?" dia bertanya heran.

"Aku akan pulang besok," jawab Angelika.

"Sungguh?" dia memekik senang. "Kalau begitu aku akan menjemputmu di bandara," sambungnya antusias.

"Tidak perlu menjemputku," larang Angelika. "Jika kamu datang menjemput, kamu pasti akan membawa Alan bersamamu dan dia akan protes sepanjang perjalanan karena aku lebih menyukai mengemudi sendiri dengan kecepatan tinggi," lanjutnya.

Terdengar suara kekehan pelan dari ponsel Angelika, tetapi tidak cukup untuk membuat Angelika turut tertawa.

"Ayolah, Sayang. Alan putra kita, apa salahnya jika dia ikut menjemput ibunya di bandara setelah beberapa hari tidak bertemu? Dia tentu merindukanmu," dia membujuk lembut.

"Siapkan saja mobil untukku, aku ingin mengemudi sendiri," jawab Angelika.

"Haahh..." mendesah panjang. "Baiklah, apapun yang kamu inginkan. Tapi, hubungi aku saat kamu tiba di sini," pintanya.

"Tentu," jawab Angelika tersenyum, lalu membalikan badan dan mendapati Dean sudah membuka mata, tersenyum pada Angelika.

"Aku ingin mandi, bisa hubungi aku lagi nanti?"ucap Angelika.

"Baiklah, aku akan menghubungimu lagi nanti. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Sayang," balas Angelika.

Panggilan terputus.

Dean mengenakan handuk yang ia ambil dari lemari penyimpanan, melilitkannya di pinggang sebelum melangkah mendekati Angelika.

"Siapa yang menghubungimu sepagi ini?" tanya Dean.

"Kakakku," jawab Angelika.

Dean melangkah semakin dekat hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya, netranya terkunci pada Angelika yang kini mengenakan kemeja miliknya.

"Angelika..." sambil mengunci Angelika diantara kedua tangannya pada pembatas balkon.

"Untuk kejadian semalam..."

"Lupakan saja," jawab Angelika.

. . . .

. . . .

To be continued...

Terpopuler

Comments

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨

〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ ✍️⃞⃟𝑹𝑨

emang bisa ciuman dengan lidah saling mengukur dan mengenal? duh benar² masih amatiran ini ibu... 👻

2025-10-09

2

aleena

aleena

pertama untuk Dean, pasti ketagihan
Dann tak mau ditinggalkan ,,,
ooh Angelika kirain belum punya anak

2025-10-09

1

Zhu Yun💫

Zhu Yun💫

Nggak yakin kalau yang begini disebut cinta /Sweat//Sweat//Sweat/

2025-10-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!