Bab 5 : Sakit dan Kembali

...🌼...

...•...

...•...

Sonia mengedarkan pandangannya ketika sadar, ia melihat ada Rani dan Jabar yang sedang menunggu di ruangan rawat.

"Mbak Rani, saya kenapa ya?" tanya Sonia bingung, karena tiba-tiba dia sudah berada di rumah sakit.

"Kamu tadi pingsan, Sonia. Banyak sekali keluar darah dari hidung kamu, makanya kami lancang mendobrak pintu rumahmu dan membawa kamu ke sini," jelas Rani sembari mengusap punggung tangan Sonia.

"Ya Allah, maafin aku ya, Mbak. Aku jadi merepotkan Mbak dan Mas."

"Nggak kok, sekarang mending kamu istirahat ya. Kata dokter tadi, kamu kelelahan."

"Iya, Mbak. Terima kasih banyak, ya," ucap Sonia dengan sedikit sungkan, merasa sudah membuat repot orang lain.

Sonia memang akhir-akhir ini sering kelelahan. Banyak pekerjaan yang dia lakukan tanpa ada waktu untuk istirahat, atau bisa dikatakan waktu istirahatnya tidak cukup.

"Mungkin aku harus libur dulu deh jualan. Nggak mungkin harus maksain kerja kalau ujung-ujungnya bakalan sakit begini. Penghasilanku bakalan habis buat berobat aja kalau begini," pikir Sonia yang mulai menyadari konsekuensi dari memaksakan tubuhnya sendiri.

“Kami pulang dulu ya, Sonia. Gapapa ditinggal sendiri, kan?”

“Oh iya, Mbak Rani. Gapapa kok.”

Rani dan Jabar langsung menuju rumah Sean tanpa membawa pesanan yang Sean minta tadi. Dia menghadap Sean dengan sedikit rasa segan.

"Maaf, Tuan. Sonia sedang sakit, jadi tidak ada pesanan yang saya bawa sekarang," lapor Rani.

Sean kaget, dia langsung berdiri dan memeriksa ponselnya kembali. Memang Sonia belum merespon orderan kuenya. Biasanya pesan Sean selalu direspon cepat oleh Sonia.

"Sonia sakit apa?" tanya Sean dengan nada khawatir.

"Tadi saat kami datang ke rumahnya, saya melihat Sonia tergeletak dengan hidung mengeluarkan banyak darah. Saya dan Jabar membawa Sonia ke rumah sakit terdekat dan keadaannya sekarang masih lemah, Tuan. Kata dokter tadi, Sonia kelelahan dan butuh waktu istirahat," jelas Rani yang dibalas anggukan oleh Jabar karena memang dia yang mendobrak pintu rumah Sonia.

"Ya sudah, kalau begitu kalian boleh pergi." Mereka sedikit menunduk lalu pergi dari hadapan Sean.

"Permisi, Tuan," pamit mereka berdua.

Sean menyambar kunci mobilnya, mengenakan pakaian kasual dan terlihat lebih santai. Hari ini dia tidak ke kantor dulu karena memang sedang malas saja. Sean menuju ke rumah sakit di mana Sonia sedang dirawat. Setelah mengetahui ruangan itu, ia segera menuju ke sana dengan perasaan khawatir.

"Semoga dia baik-baik saja," harapnya pelan.

Pria itu sampai di depan ruangan yang dituju. Sebelum masuk, dia mendengar suara Vanno dari dalam sana sedang bicara dengan Sonia, menimbulkan rasa cemburu di hatinya.

Sean mengintip dengan sedikit membuka pintu ruangan dan melihat Vanno sedang bicara pada Sonia sambil menggenggam tangan gadisnya.

"Apa gaji yang aku berikan padamu itu kurang, Sonia? Kamu jangan memaksakan diri dalam bekerja seperti ini, begini kan jadinya. Tubuh kamu juga butuh istirahat."

"Iya, Vanno, maaf. Tapi aku senang aja melakukannya, bukan karena gaji yang kamu berikan kurang kok."

Vanno dan Sonia memang dekat sebagai teman jika tidak sedang berada di area kantor. Sonia tadi meminta izin pada Vanno karena dia sakit, dengan cepat Vanno melesat untuk menemui sekretarisnya itu.

"Aku sangat khawatir melihat kamu begini. Saat mendapat telepon dari kamu tadi, aku meninggalkan meeting dan langsung menghampirimu, Sonia."

"Terima kasih sudah khawatir. Aku hanya tidak ingin libur tanpa kabar, Van. Maaf ya sudah mengganggu waktu kamu."

"Jangan bicara begitu, kamu tidak pernah mengganggu waktuku." Sonia tersenyum, yang membuat Sean terbakar api cemburu, karena baginya, senyuman itu hanya untuk dirinya saja.

"Mereka sangat dekat, apa mereka memiliki hubungan spesial? Atau mereka berdua pacaran? Dari cara mereka saling panggil nama saja, sudah menunjukkan betapa dekat hubungan itu," pikir Sean yang tengah mengintip mereka berdua.

"Permisi, Pak. Saya mau masuk," sapa seorang perawat yang ingin masuk ke dalam ruangan Sonia. Sontak pandangan Vanno dan Sonia teralihkan, mereka melihat Sean berdiri di pintu ruang rawat.

"Pak Sean," gumam Sonia pelan. Berusaha bersikap formal agar Vanno tidak curiga.

"Sean, kenapa di sini?" tanya Vanno heran. Dia tidak bicara formal lagi karena sekarang bukan di kantor dan sedang tidak membicarakan bisnis.

Sean terlihat gelagapan dan akhirnya memasuki ruangan dengan mantap. Perawat tadi memeriksa infus di tangan Sonia dan memberikan vitamin untuk gadis 24 tahun itu.

"Vitamin-nya diminum ya."

"Makasih, Sus."

Perawat itu meninggalkan ruang rawat tersebut, hanya Sean, Sonia, dan Vanno yang tersisa. Vanno masih menunggu jawaban dari Sean.

"Hm, gimana keadaan kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke sini?" tanya Sean tanpa menjawab pertanyaan Vanno tadi.

"Alhamdulillah, saya nggak apa-apa, Pak. Saya cuma kelelahan aja. Besok juga saya sudah boleh pulang kok," jawab Sonia dengan lembut disertai senyuman.

"Kok kamu di sini, Sean?" tanya Vanno lagi yang masih penasaran.

"Saya tadi membesuk teman di rumah sakit ini dan tidak sengaja mendengar suara kamu. Saya pikir kamu yang sakit, jadi saya melihat ke sini." Sean berbohong untuk menutupi kegugupannya, dan dibalas anggukan oleh Vanno karena alasan Sean masuk akal.

"Oh iya, saya masih ada meeting. Kamu saya tinggal gapapa?" tanya Vanno pada Sonia.

"Iya, nggak masalah, Vanno."

"Pergi dulu ya, kamu jaga diri baik-baik. Nanti kalau selesai meeting, aku akan ke sini lagi." Vanno mengusap lembut kepala Sonia, lalu melenggang keluar. Sean mengepalkan tangannya karena cemburu melihat kedekatan Vanno dan Sonia itu.

Suasana menjadi sangat canggung sekarang. Sonia dan Sean sama-sama bingung harus memulai percakapan dari mana, ditambah lagi mata Sonia yang terasa sangat berat setelah minum obat.

"Kamu ngantuk?" tanya Sean dengan rasa canggung yang terlihat jelas.

"Iya, tadi habis minum obat, kepala aku juga pusing sekarang."

"Tidurlah! Kamu butuh istirahat yang cukup. Aku pergi dulu, semoga kamu lekas sembuh." Sean yang hendak pergi, ditahan oleh Sonia dengan memegang lengan kokoh pria itu.

"Bagaimana kamu bisa tau aku di sini?" Sonia menitikkan air matanya ketika bertatapan langsung begini dengan Sean, ia menatap lekat kedua bola mata cokelat tersebut.

Sean mendekat dan langsung memeluk Sonia dengan erat, melepaskan segala kerinduan yang selama ini dia pendam pada gadisnya.

"Apa yang tidak aku ketahui mengenai kamu. Kamu harus sembuh, Sonia. Kamu nggak boleh sakit begini." Sean juga menitikkan air matanya, tapi dengan cepat dia hapus agar tidak dilihat oleh Sonia.

"Kenapa kau kembali lagi, Sean?" tangis Sonia terdengar begitu pilu.

"Aku merindukanmu, Sonia. Tak cukupkah waktu lima tahun bagimu untuk menjauh dariku?" Sonia tak menjawab lagi, dia hanya terisak dalam pelukan itu, pria yang menjadi cinta pertamanya itu kini kembali di saat yang tepat.

"Berpura-pura tidak mengenalmu adalah hal tersulit bagiku, Sonia. Tidak bisakah kita seperti dulu lagi?" Sean menangkup wajah Sonia yang terlihat pucat.

"Apa kamu mau kembali padaku? Setelah apa yang pernah aku katakan dulu?" tanya Sonia dengan ragu.

"Tentu aku mau. Sudah sangat lama aku ingin kembali padamu. Apa kali ini aku diterima?" Sonia kembali memeluk erat Sean, lalu ia mengangguk.

"Maafkan aku ya, aku sudah membuat kamu sakit hati," sesal Sonia.

"Sshhtt ... jangan diingat lagi, semua sudah berlalu, kan. Kita bisa membangun kembali hubungan yang sempat tertunda."

Terpopuler

Comments

Maryam Nushaibah

Maryam Nushaibah

Bilang aja cemburu, susah banget Si Sean ini🤣

2025-10-04

0

Natasha

Natasha

Balikan aja sih, jangan saling tekan ego masing2

2025-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!